webnovel

A Glimpse

Markas Kepolisian Seoul

Ruang Divisi Detektif A

25 April 2016

12.40 KST

Doyoung membenarkan kacamata frameless nya, memastikan dua foto yang dilampirkan oleh Taehyung itu memang benar mirip adanya. Matanya dengan jeli menelisik fitur wajah sosok yang diyakini sebagai Reina Hwang itu. Merasa kurang yakin, untuk keenam kalinya Ia kembali mendekatkan matanya pada foto itu, dan dua wanita itu benar mirip, mereka Reina Hwang. Sebelum mengutarakan keyakinannya, satu hal terlintas dikepalanya tepat setelah melihat sekali lagi wanita dalam kedua foto itu.

"Bisakah Kau memastikan kapan foto ini diambil? Jika kedua foto ini diambil pada rentang waktu singkat, Kau perlu menyelidikinya lebih lanjut," ujar Doyoung membuat Taehyung tampak bingung.

"Entahlah, Aku belum mendapatkan kapan foto ini diambil, tapi mengapa Kau berpikir demikian?"

"Lakukan saja apa yang kukatakan, Aku akan memberitahumu nanti," jawab Doyoung. "Dan tidak akan pernah," lanjutnya dalam hati. Doyoung cukup cerdas untuk menyimpan sendiri opini dan analisisnya tanpa diberitahukan kepada pengkhianat seperti Taehyung.

"Baiklah, Aku akan mencari tahu, Aku pamit," ujar Taehyung seraya berdiri dan membungkukkan badannya, Doyoung cukup mengangguk menanggapi.

Sekeluarnya dari ruangan Doyoung dan Mark, Taehyung menghentikan langkahnya beberapa meter dari pintu. Ia melihat kembali dua foto wanita dalam bundel A4 ditangannya itu. Pikirannya menerawang kira-kira apa maksud Doyoung menanyakan begitu detail kapan foto itu diambil. "Apa rencananya soal waktu pengambilan foto ini?" gumamnya.

Sementara itu, Doyoung kembali melanjutkan kegiatan conferencenya yang tertunda akibat kedatangan Taehyung.

"Maaf, Aku terpaksa menutup conference karena Taehyung datang," ujar Doyoung begitu Jackson, Yugie, dan Jaehyun menampakkan wajahnya di layar laptop.

"Ada perlu apa dia kesana?" tanya Jaehyun berusaha memastikan bawahannya itu tidak berbuat macam-macam.

"Ia hendak memberitahu Mark perihal Reina Hwang, dia membawa dua foto wanita itu, dan dia mengkonfirmasi bahwa wanita itu ditemukan di Puerto Rico seperti dugaan awalnya," jelas Doyoung panjang lebar.

"Lalu bagaimana tanggapanmu? Apakah benar begitu?" tanya Jackson sembari mengunyah satu patahan cokelat. Pria itu memang sulit untuk berhenti makan.

"Ada yang janggal, ekhm, mungkin kalian akan menertawakanku," ujarnya ragu. "Dia menunjukan foto sosok Reina Hwang seperti yang Jaehyun temukan pertama di database sekolah. Apakah Kau tahu kapan foto itu diambil?" lanjutnya.

"Itu adalah foto 6 tahun lalu sebelum Ia menghilang. Aku bisa mengkonfirmasinya, kenapa?"

"Jika foto itu memang diambil di Puerto Rico dalam jangka waktu berdekatan, perubahan fitur wajah wanita itu tidak mungkin sangat drastis. Foto Reina Hwang di Puerto Rico ... lebih cantik," jelas Doyoung masih ragu-ragu

"Hahahaha, Doy, apa Kau bilang?" Jackson seketika tertawa mendengar pernyataan Doyoung

"Sudah kukatakan, jangan tertawa dulu. Jika kalian pikirkan, bisa saja Reina Hwang itu melakukan operasi plastik, atau penyamaran usia. Bagaimana bisa seorang wanita terlihat lebih cantik 6 tahun setelahnya? Apakah itu masuk akal?"

"Benar, bisa saja dia berusaha menyamarkan identitasnya dengan operasi plastik. Tapi kenapa Ia tidak mengubah total wajahnya jika memang begitu?" respon Jaehyun. Jackson tampak berpikir.

"Apakah Kau memiliki foto itu? Aku bisa menganalisis apakah itu deep fake atau bukan," ujar Yugie.

"Ah sial, Aku tidak mengambil foto itu," sesal Doyoung. "Aku akan menghubungi Taehyung kembali, dan sejujurnya Aku curiga mengapa dia memberitahu tim kita informasi confidential seperti ini,"

"Berhati-hatilah, kita tidak bisa menebak apa rencananya dan NISA," ujar Jackson yang sudah kembali ke mode seriusnya seperti biasa.

"Baiklah, tolong pantau terus perkembangannya," tambah Jaehyun.

"Lalu dimana posisi Mark dan Wendy sekarang? Aku tidak bisa melacaknya, karena masih menggunakan seluruh piranti untuk mencari posisi istri Eric," ujar Yugie.

"Itu dia, Aku tidak bisa melacaknya sejak setengah jam yang lalu. Tidak seharusnya mereka menonaktifkan ponsel, Aku sudah mengatakannya. Kabar terakhir mereka akan menuju bandara untuk melanjutkan penerbangan ke Rusia," jelas Doyoung

"Hari ini? Aku menginstruksikan Lucas dan Yuqi, kenalanku disana untuk menjaga Mark sampai lukanya pulih," respon Jackson dengan nada setengah panik.

"Apa? Wendy mengatakan Kau yang menginstruksikan mereka Jack!" sergah Doyoung.

"Melalui apa? Aku bahkan menonaktifkan ponselku,"

"Wendy mengatakan Lucas menunjukan SMS darimu,"

"Lucas sialan! Dia mengkhianati kita. Aku tidak pernah mengiriminya SMS seperti itu," seru Jackson. Ia tampak sibuk dengan ponselnya dan menghubungi seseorang disana.

"Astaga, bagaimana bisa Kau memerintahkan seorang pengkhianat?" seru Jaehyun yang ikut frustasi.

"Dimana lokasi terakhir Mark dan Wendy?"

"Aku tidak memastikan daerahnya, tapi mereka di suatu tempat di dekat bandara, dekat perbatasan timur Mongol dan China,"

"Sial! Itu lokasi camp konsentrasi golongan anti-komunis Mongol, mereka pasti ditahan disana!"

"Lalu bagaimana solusimu?"

Camp Konsentrasi

Buyant-Uhaa, Mongolia

25 April 2016

18.40 Mongolia Time

Hari sudah berangsur gelap, ditambah suhu udara yang semakin menurun membuat Wendy mengeratkan pelukannya pada diri sendiri. Belum lagi lantai beralaskan tanah dan dinding dari semen mentah yang semakin membuatnya tidak merasa nyaman. Meskipun telah beberapa kali mengikuti pelatihan militer khusus, Wendy tetaplah hanya seseorang yang tidak tahan udara dingin.

Mark sedari tadi hanya terlihat berjalan mondar-mandir dihadapan Wendy, sesekali memukul jeruji besi sebagai penghalang mereka berdua menuju dunia luar.

Wendy mulai jengah melihat aksi melelahkan Mark itu, "Mark, lebih baik Kau diam," titahnya.

"Apa Kau bisa menahannya?"

"Apa?"

"Udaranya sangat dingin, atau apakah Kau sudah bisa beradaptasi dalam lima tahun terakhir?"

"Oh, belum. Aku berusaha," jawab Wendy seadanya. Ia berusaha menghemat energi.

"Beritahu Aku apa yang bisa Aku lakukan untuk membantumu. Bagaimanapun juga kita harus keluar dari tempat sialan ini," ujar Mark datar.

"Maaf Aku benar-benar tidak bisa berpikir dalam kondisi seperti ini," jawab Wendy.

"Tidak masalah," jawab Mark. Mark kemudian membuka mantelnya yang cukup tebal itu dan memberikannya pada Wendy, "Pakai ini, sepertinya membantu."

"Tidak perlu, Kau juga butuh," bantah Wendy.

"Apa perlu Aku memakaikannya seperti adegan dalam drama?" respon Mark sarkas. Pria tsundere ini memang tidak tahu hal-hal lembut.

"Apa rencanamu?" tanya Wendy seraya memakai coat milik Mark.

"Ada dua cara untuk keluar dari sini, lewat jendela, atau menunggu petugas itu membuka pintu, lalu kabur. Tapi keduanya tetap saja berisiko, puluhan petugas bersiaga disana. Mereka tidak membawa senjata, tapi Aku yakin mereka memiliki senjata lain yang terkesan lebih rapi," jelas Mark.

"Apa ..." ucapan Wendy terpotong ketika seorang petugas disana membuka pintu jeruji besi itu, membawa satu nampan berisi makanan yang masih mengepulkan asap.

"Akhirnya, makanan," seru Wendy. "Aku sangat lapar," lanjutnya seraya memperhatikan semangkuk sup yang terhidang dihadapannya. Sup itu nampak begitu indah dimatanya meskipun lantai tempat mangkuk itu ditaruh hanyalah tanah merah basah.

"Tahan dulu!" seru Mark sesaat sebelum Wendy menyiuk satu sendok sup itu. "Tunggu sampai orang lain memakannya terlebih dahulu, jangan gegabah lagi Wendy!" lanjutnya.

Mereka melihat ke sekeliling, dimana belasan orang dalam tahanan itu turut menerima satu mangkuk sup yang sama, dan wajah berbinar yang sama seperti tidak makan selama satu bulan.

Seseorang diseberang sel mereka kemudian menyuapkan sendokan pertama, kedua, ketiga, dan keempat sup itu ke mulutnya, dan baik-baik saja, tidak seperti dugaan Mark bahwa makanan itu beracun.

"Mereka baik-baik saja, Mark," ujar Wendy setengah kesal.

Mark masih memastikan bahwa orang lain juga mengalami hal yang sama

"Sudahlah, Aku akan makan." Tanpa menghiraukan Mark yang masih mengamati kondisi sekitar, Wendy kembali menyiuk satu sendok sup itu, namun persis ketika sendokan sup itu masuk ke mulutnya, Mark tiba-tiba saja meraih tengkuknya. Ia kemudian membuka mulutnya dan mengarahkannya ke bawah.

Bersamaan dengan itu, rintihan kesakitan belasan orang mulai terdengar bersautan.

"Muntahkan sekarang, jangan ditelan. Sudah kukatakan, ini beracun!"

ตอนถัดไป