webnovel

Tenang

"Tuan Putri sedang apa di depan perapian sendirian? Anda kedinginan?" Felix bertanya.

"Eh?"

Aku menatap bingung pada Felix dan Lily. Mereka tidak melihat Lucas dan Hitam? Aku berbalik dan menatap Lucas. Dia memberikan ku senyum penuh percaya diri. Dia memakai sihir! Kenapa tidak bilang, sih? Aku panik di sini!

"Tuan Putri?"

"Eh, tidak ada apa-apa, kok. Athy tidak kedinginan. Athy hanya sedang berpikir di depan perapian."

"Apa Tuan Putri sedang memikirkan tentang buku sosiologi volume ke-2?"

Lily bertanya yang segera ku jawab dengan anggukan. Lily dan Felix ber-oh ria. Sepertinya mereka sudah biasa dengan kejeniusan ku. Di belakang ku, Lucas terlihat menahan tawanya. Kau senang aku kalang kabut menjawab pertanyaan mereka, huh? Dasar menyebalkan!

"Apa Felix datang karena papa mencari Athy?"

"Benar sekali. Yang Mulai ingin bertemu dengan Tuan Putri."

"Baiklah. Biarkan Athy membereskan ini dulu," aku menunjuk piring kue dan gelas susu, "Lily dan Felix tunggu di depan, ya!"

"Saya bisa membereskannya, Tuan Putri," Lily berkata.

Aku menggeleng kuat-kuat, "Lily dan Felix tunggu di depan. Tidak ada penolakan!"

Dengan pasrah, dua orang itu keluar dari kamar ku. Mereka membiarkan pintu sedikit terbuka karena tahu aku tidak bisa membukanya sendiri. Aku menoleh pada Lucas dan berbisik.

"Seharusnya Kau bilang pada ku!"

"Nanti tidak seru kalau aku bilang pada mu. Dan juga sikap manis mu itu tidak pantas dengan umur mu."

"Katakan itu pada diri mu sendiri, pak tua!"

"Aku yang masih muda dan imut ini Kau bilang tua? Ada yang salah dengan mata mu itu?"

Aku berdecak kesal kemudian berpesan padanya untuk menjaga Hitam. Aku berbalik menuju pintu, meninggalkan Lucas dan Hitam di kamar. Ku tutup pintu perlahan-lahan kemudian menghampiri Felix dan Lily.

Felix menggendong ku. Kami menuju ke tempat papa seperti biasa. Namun kali ini, Lily ikut dengan kami. Tumben Lily itu, ada masalah apa sebenarnya?

Ketika sampai di halaman Istana Garnet, aku duduk di kursi kemudian Felix berdiri di samping papa. Lily membungkuk dan memberi salam pada papa.

"Segala keagungan dan berkat pada matahari Obelia. Lilian York sudah datang, Yang Mulia."

Papa mengangguk sekilas. Lily berdiri menegakkan badan dan terdiam. Hening menemani kami berempat sampai papa bertanya pada Lily.

"Apakah Athanasia membaca buku dengan bahasa asing?"

"Tidak ada Yang Mulia."

"Baiklah. Kau boleh pergi."

"Salam berkat dan hormat bagi Obelia."

Lily membungkuk pada papa kemudian kembali ke Istana Emerald. Aku menatap kepergian Lily lalu menatap papa. Kenapa bertanya tentang buku yang ku baca pada Lily kalau bisa bertanya pada ku?

"Kenapa papa menanyakan hal itu?"

Papa melirik sekilas dan meminum tehnya, "agar aku bisa mencarikan buku yang pas."

"Aku bisa membaca buku apa saja, kok."

"Tapi tidak dengan bahasa asing."

Urk! Benar juga. Aku masih belum benar-benar menguasai bahasa yang lain di sini. Kalau aku menguasai bahasa asing apa artinya papa akan membelikan lebih banyak buku?

"Minggu depan kita tidak bisa bertemu."

Papa meletakkan cangkir tehnya. Aku menatap bingung papa yang berkata demikian. Aku sih pasti merindukan mu, kalau boleh jujur. Tapi, kau? Apa kau benar-benar kalah dalam tantangan itu sampai seperti ini? Ku pikir Kau akan diam saja kemudian menghilang karena sibuk.

Kau itu raja berhati es batu, lho. Aku masih tidak percaya Kau mengatakan hal seperti itu walaupun sudah mengaku kalah dalam tantangan. Secara tidak langsung kau bilang akan merindukan ku. Oke, kita ikuti arah pembicaraannya saja.

"Lalu Athy bermain dengan siapa nanti?"

"Saya dan Nona Lilian ada kok, Tuan Putri."

Felix tersenyum ramah. Aku menghargai kebaikan mu itu, Felix. Bermain dengan mu dan Lily itu sudah masuk dalam daftar keseharian ku. Oh, dan sejak kapan kalian mulai memanggil dengan nama depan? Tadi kalau tidak salah, Lily juga memanggil mu dengan nama depan kan?

"Felix. Mundur lima langkah."

Felix mundur dengan sedikit kecewa. Ah, maaf tidak bisa menolong mu, Felix. Aku terkekeh pelan kemudian menatap papa di hadapan ku.

"Nanti kalau Athy bosan bagaimana?"

"Baca saja buku baru yang ku belikan."

"Papa kan tahu kalau buku dongeng satu rak bisa habis Athy baca dalam lima hari. Nanti yang dua harinya Athy harus melakukan apa?"

"Buku mu tidak akan habis terbaca dalam satu minggu."

Aku menatap bingung. Papa meneguk tehnya sampai habis dan bertopang dagu. Apa itu artinya papa akan membelikan ku buku sebanyak dua rak kali ini? Atau dia akan membelikan ku buku-buku tebal? Hais! Katakan dengan jelas dong. Irit sekali kau bicaranya.

"Maksud papa?"

"Maksud Yang Mulia itu, Yang Mulia akan membuatkan perpustakaan pribadi untuk Tuan Putri. Jadi selama seminggu, Tuan Putri bisa membaca tanpa takut buku bacaannya habis terbaca."

Ha? Perpustakaan pribadi? Hanya untuk ku? Sungguh? Papa tidak bohong kan? Aku turun dari kursi dan berlari mendekati papa. Aku lompat ke pangkuannya dan mencium pipi nya.

"Terima kasih, papa!"

"Hm."

***

Tiga hari kemudian

Aku duduk di sofa bersama hitam. Papa tidak bisa bertemu dengan ku sampai tujuh hari kedepan. Aku sedikit sedih, tapi tidak apa. Masih ada Lily dan Hitam di sini. Felix tidak bisa bermain dengan ku karena harus mengawal papa. Padahal dia bilang bisa bermain dengan ku.

Apa papa menghukum Felix, ya? Aku terkekeh geli. Meskipun irit bicara, papa mudah ditebak. Aku menatap langit-langit kamar dan menghela napas. Aku bosan. Apa aku pergi ke perpustakaan ku saja, ya?

Aku tidak tahu papa terkena angin apa. Papa menyuruh pekerja untuk membuat perpustakaan pribadi ku dalam waktu dua hari. Mungkin saja hanya perpustakaan biasa.

Aku berdiri dan menggendong Hitam. Aku membuka pintu yang sedikit terbuka itu. Dengan segera, aku berlari menuju perpustakaan ku. Aku penasaran buku apa saja yang dibelikan papa untuk ku. Ketika sampai, aku melihat ada dua kesatria berjaga di depan pintu.

"Semoga keberkahan Obelia selalu bersama Anda," mereka memberi salam pada ku.

Aku tersenyum sejuta watt pada mereka. Mereka memekik girang. Hehehe...aku imut, kan? Salah satu kesatria membuka pintu untuk ku dan aku pun masuk.

Aku terdiam menatap perpustakaan ku. INI GILA LUAS BANGET! Aku tidak sengaja melepas Hitam karena kaget. Untung dia baik-baik saja. Aku terbengong-bengong sambil berkeliling. Ini diluar dugaan ku.

Perpustakaan pribadi ku ukurannya seperti ukuran perpustakaan sekolah ku di kehidupan sebelumnya! Sekarang aku punya perpustakaan pribadi selebar perpustakaan umum! Papa kalau memberi hadiah tidak main-main, ya. Apakah kalau aku minta istana akan dibangunkan? Tidak perlu deh, Istana Emerald saja sudah lebar. Aku takut kalau aku minta istana, papa akan membuatkan yang tiga kali lebih besar dari Istana Ruby.

Aku melihat-lihat judul buku yang bisa ku raih. Semua jenis buku ada di sini, mulai dari novel, dongeng, pelajaran, fiksi, ensiklopedia, bahkan buku bergambar. Aku pergi ke bagian belakang, ada beberapa rak buku yang berisi bahasa asing. Aku mengangguk-angguk kagum. Kalau begini caranya, sampai aku umur delapan belas tahun pun belum selesai ku baca semua.

Delapan belas tahun. Takdir dalam novel <Lovely Princess> menyuruh ku untuk mati. Aku menepis jauh-jauh pikiran itu dan berjalan ke bagian depan. Aku baru sadar ada meja untuk belajar, dua sofa panjang beserta meja, perapian, dan bantalan untuk duduk di lantai.

Aku terharu! Papa benar-benar memanjakan ku. Tenanglah papa! Aku akan belajar dengan rajin untuk jadi pewaris tahta yang baik! Obelia akan aman di tangan ku, jadi papa bisa istirahat saat sudah tua nanti. Yah, itupun kalau aku memang pewaris tahtanya. Di umur empat belas nanti, aku yakin papa lebih memilih Jennette. Aku tersenyum kecut. Mau bagaimana pun, Jennette lah protagonis di dunia ini.

Hitam menyenggol manja kaki ku. Aku tersadar dari lamunan ku dan duduk di sofa. Hitam lompat ke pangkuan ku dan tidur di sana. Aku terkekeh pelan dan mengelus-elus nya. Lily tiba-tiba datang dengan perasaan lega. Ah, aku lupa bilang pada Lily kalau aku kemari. Aku meminta maaf pada Lily dan Lily hanya tersenyum. Aku menyuruhnya duduk di samping ku, kami berbincang-bincang sampai siang.

Aku menghabiskan waktu dengan Lily, Seth, Hannah, para kakak pelayan, dan Hitam. Aku tidak bertemu dengan Lucas lagi. Tidak ada kabar darinya setelah insiden di depan perapian. Hari demi hari berlalu. Tanpa sadar satu minggu sudah berlalu dan hari ini aku bisa bertemu papa lagi.

***

ตอนถัดไป