webnovel

Penyihir?

Beberapa hari kemudian

Aku duduk termenung di sofa kamar. Melamun sambil menatap ke depan. Aku tidak ingin melakukan apapun.

"Tuan Putri. Anda mau minum susu hangat?" Lily bertanya penuh perhatian.

"Tidak mau. Athy mau cokelat."

"Tuan Putri tidak boleh makan cokelat lagi. Anda sudah menghabiskan cokelat di dapur diam-diam, kan?"

"Athy tidak memakan cokelat itu Lily!" aku berseru dengan kesal.

Mood ku benar-benar jelek akhir-akhir ini. Aku mengangkat kedua kaki ku dan menaruhnya di atas sofa. Ku benamkan wajah ku di lutut. Ku dengar Lily menghela napasnya.

"Tuan Putri, saya tahu Anda marah pada Yang Mulia. Tapi saya yakin Yang Mulia tidak bermaksud begitu, beliau hanya kaget. Pada akhirnya Yang Mulia tetap menolong Anda, bukan?"

'Pada akhirnya' kata-kata itu memperkeruh semuanya. Itu membuat seakan-akan tidak ada pilihan lain. Apa kau lupa masalah apa yang terjadi, Lily?

Ini terjadi beberapa hari yang lalu, setelah para pengajar itu melaporkan hasil tes ku. Papa mengajak ku ke danau untuk naik kapal. Felix sudah melarang papa karena aku bisa jatuh kapan saja, terlebih aku tidak bisa berenang.

Namun papa bersikeras, mau tidak mau kami tidak bisa menolak. Akhirnya aku dan papa naik perahu di danau. Kami berbincang-bincang sampai perhatian ku tertuju pada bunga mirip teratai berwarna biru. Papa hanya diam saat aku berusaha menggapainya, tidak memperingati apa-apa.

Saat mencoba menggapai bunga itu, keseimbangan ku kacau dan aku jatuh. Aku berusaha untuk mengambang di danau, tapi gaun ku terlalu berat.

"To... tolong! Papa! To...long!"

Aku masih berusaha mengambang. Namun ketika ku buka mata ku, papa- bukan tapi Claude menatap ku datar. Ah, dia tidak akan menolong ku. Aku menyerah untuk berusaha. Tiba-tiba kaki ku seakan di tarik.

Aku tenggelam. Sepertinya usaha ku selama ini sia-sia. Aku tidak bisa mencairkan hati beku milik Claude. Aku menyerah, maafkan aku, Athanasia. Sepertinya kita tidak akan mendapatkan kasih sayangnya.

Ketika kesadaran ku tinggal sedikit, sebuah tangan meraih ku. Aku tidak tahu siapa itu karena pandangan ku kabur. Tapi ketika kesadaran ku habis, aku sudah ada di daratan.

Setelah kejadian di danau, aku demam selama tiga hari. Lily merawat ku dengan perasaan khawatir. Ketika aku benar-benar pulih, Felix datang dan berkata bahwa Claude mengundang ku untuk tea time. Felix juga menyampaikan permintaan maaf Claude pada ku.

Perse**n dengan itu. Aku tidak akan memaafkan Claude kecuali dia datang sendiri dan meminta maaf. Apa segitu tidak sukanyakah dia pada ku? Sampai memasang wajah khawatir saja tidak sudi?

Aku mengumpat dan mengutuknya dalam diam sampai hari ini. Felix masih sering mengunjungi untuk menyampaikan permintaan maaf, tapi aku tidak peduli. Setiap kali Felix datang, aku mengusirnya sebelum dia sempat bicara. Aku tidak peduli kalau itu menyakiti perasaannya. Perasaan ku lebih tersakiti di sini.

Lily, Seth, dan Hannah tidak berpihak pada ku. Mereka lebih memilih berpihak pada Felix dan Claude. Oke, kalau begitu mereka menyatakan perang pada ku. Jujur saja musuh ku sekarang hanya Claude dan Felix. Untuk Lily, Seth, dan Hannah hanya akan menjadi musuh saat mereka membahas permintaan maaf Claude.

Mood ku kacau karena hal itu dan tambah kacau karena aku tidak mendapat jatah cokelat! Lily bilang cokelat di dapur habis, dia berpikir kalau aku sudah memakannya diam-diam. Padahal aku mengunci diri di kamar selama ini!

"Tuan Putri. Bagaimana kalau Anda bermain di halaman istana saja?" Lily memberi saran.

"Tidak mau. Aku mau di kamar saja."

Lily mungkin mulai kesal dengan sikap ku, "Athy! Anda sudah mengurung diri beberapa hari terakhir. Kalau begini terus badan Anda bisa kaku. Mumpung masih pagi, lebih baik Anda bermain di luar."

Lily menarik ku dan menggendong ku. Kami keluar dari kamar dan turun. Kami berpapasan dengan Felix, orang yang ingin ku hindari saat ini.

"Tuan Putri! Saya mohon, Tuan Putri!" Felix memohon sampai berlutut di depan Lily. Aku melirik sekilas dan melihat ke arah lain. Felix mendongakkan kepala, melihat reaksi ku dia pun memohon lagi. Aku meminta Lily untuk menurunkan ku.

"Pergi dari hadapan Athy sekarang. Athy tidak ingin mendengarkan Felix lagi."

Aku segera berjalan meninggalkan Felix dan Lily yang terdiam di sana. Aku tidak peduli. Sambil menatap kaki ku saat berjalan, aku menyusuri taman Istana Emerald. Aku duduk di bawah sebuah pohon yang cukup rindang.

Tiba-tiba sebuah rambut hitam panjang mengenai muka ku. Tanpa sadar aku menariknya kemudian terdengar suara seorang pria dari atas.

"Ack! Hei! Lepaskan rambut ku."

Aku berdiri dan mendongakkan kepala. Seorang pria berambut hitam panjang, mata semerah ruby, dan tahi lalat di bawah mata kiri. Dia duduk di salah satu dahan pohon yang cukup rendah. Aku terdiam, pria itu tampan.

"Kakak siapa? Kenapa bisa ada di sini? Ini bukan taman untuk umum."

Pria itu memandang ku dan turun dari dahan pohon. Saat dia mendarat, ada hewan kecil yang ikut jatuh. Aku menatap hewan mirip anjing itu. Lucu!

"Kemarilah, Hitam!" aku berseru girang.

Si Hitam berlari. Saat aku akan mengejarnya, pria itu menangkapnya. Dia mengangkat Hitam dan memandangnya.

"Apa Hitam itu milik kakak?"

"Bukannya ini milik mu?"

"Eh? Milik ku?"

"Kau baru pertama kali melihat sinsu?"

"Apa itu sinsu?"

Pria itu menatap ku bingung. Seakan tidak percaya dengan apa yang ku ucapkan. Memangnya ada yang salah?

"Hei, jangan bilang Kau juga belum pernah melihat penyihir dan sihir?"

Pria itu bertanya. Aku mengangguk dan menatap bingung. Aku hanya pernah membaca kalau penyihir dan sihir itu nyata di dunia ini, tapi kalau melihat langsung belum pernah.

"Oh, begitu. Nih, ku tunjukkan sihir pada mu agar Kau percaya dengan buku sejarah bodoh itu."

Ha? Kau bisa membaca pikiran ku? TIDAK SOPAN!

CTAK!

Pria itu menjentikkan jarinya kemudian muncul gelembung dengan jumlah banyak. Aku melupakan rasa kesal ku tadi dan memecahkan gelembung itu satu persatu. Aku terlihat seperti anak kecil sungguhan.

CTAK!

Aku menoleh saat mendengar jentikkan jari. Pria di samping ku menghilang. Namun yang ada di samping ku adalah anak seumuran ku, penampilannya sama seperti pria tadi hanya saja ukuran mini. Aku terdiam kemudian tidak sengaja berteriak.

"KAU BISA BERUBAH JADI KECIL?"

"Telinga ku! Berhentilah berteriak!"

Aku menutup mulut ku dan dia menutup telinganya. Aku meminta maaf dan berjongkok. Aku mendekati si Hitam dan membelainya. Hewan ini lucu.

"Hei, kak. Hewan ini apa sih? Kucing atau anjing?"

Pria itu ikut berjongkok dengan wujud mini nya, "itu sinsu, bodoh."

"Sinsu itu apa?"

"Sinsu adalah kristaloid dari kekuatan sihir mu. Kalau tumbuh besar, dia akan terserap oleh mu dan Kau bisa menggunakan sihir dengan bebas. Dia lahir dari kemampuan sihir pemiliknya yang meluap-luap sampai batas tidak terkendali."

Aku memekik girang, "apa itu artinya aku bisa menjadi penyihir suatu hari nanti?"

"Entahlah, mungkin iya."

Aku tersenyum senang dan membelai Hitam dengan lembut. Ternyata aku punya sihir. Padahal di novel <Lovely Princess> tidak di sebutkan bahwa Athanasia punya sihir.

"Novel?"

"Gah! Kau membaca pikiran ku lagi! Tidak sopan! Hentikan itu!"

"Melihat mata mu, sepertinya kau keturunan langsung," dia mengalihkan pembicaraan," Kau anaknya Cailum?"

"Dia bukan ayah ku."

"Hm...aku tidur lebih lama ternyata. Kalau begitu Kau pasti anaknya Ternittas?"

Itu nama raja terdahulu. Kenapa Kau mengucapkannya seakan itu nama teman mu sendiri? Umur mu berapa, sih?

"Kalau begitu siapa ayahmu? Raja yang sekarang."

"Ayah ku bernama Claude."

"Pfft...HAHAHAHA! Apa itu? Ada revolusi dinasti saat aku tidur, ya?"

Dia tertawa terbahak-bahak. Bukannya dia tahu tentang insiden itu ya? Semua orang di Obelia kan tahu, kenapa dia tidak? Apa dia koma ratusan tahun? Barusan dia menyebutkan nama raja terdahulu.

"Kau pintar juga, ya."

Dia berdiri dan duduk di bawah pohon. Aku mengikutinya dan duduk di sampingnya. Seharusnya aku tidak mengikuti orang asing, tapi aku masih penasaran dengan ucapannya.

"Seperti yang Kau pikirkan, aku penyihir yang tertidur ratusan tahun. Aku baru bangun kemarin. Cepat ceritakan apa yang terjadi dengan kerajaan ini. Revolusi dinastinya keren juga."

"Hentikan membaca pikiran ku! Ugh!"

Aku mulai menceritakan apa yang terjadi. Mulai dari dilantiknya raja sebelumnya sampai Claude diangkat menjadi pahlawan kerajaan. Pria itu mendengarkan dengan serius kemudian terdiam.

"HAHAHAHA! Pantas saja nama raja sekarang sangat aneh!"

"Lalu, kakak ini sebenarnya siapa?"

"Bukannya aku yang harusnya bertanya seperti itu? Kau bukan dari sini, kan?"

Aku terdiam. Keringat mengalir dengan deras tanpa henti. Jangan bilang dia tahu siapa aku!

***

ตอนถัดไป