"Aiden …" Anya menatap Aiden dengan panik. Ia benar-benar tidak mau ikut dengan ayahnya. Anya tahu ayahnya sangat marah padanya sehingga ia tidak akan diperlakukan dengan baik jika ia ikut bersama dengan ayahnya ke rumah Keluarga Tedjasukmana.
Mungkin ayahnya akan menghajarnya habis-habisan seperti saat menghajar Natali …
Mungkin Mona juga akan ikut membantu memukulinya seperti saat ia datang ke rumah ayahnya …
Wajah tampan Aiden tampak menegang saat mendengar kata-kata Deny. Keningnya berkerut, menunjukkan rasa tidak sukanya pada pria di hadapannya. Namun, tangannya mengelus punggung Anya dengan lembut, berusaha untuk menenangkannya. "Tidak ada yang bisa membawamu pergi dariku!" katanya dengan lembut.
Deny merasa sangat-sangat kesal. Ia sudah menurunkan harga dirinya dengan meminta maaf pada Aiden secara langsung, meski pria itu lebih muda darinya. Namun Aiden tidak mau memaafkannya.
Ia sudah menyuruh Natali untuk berlutut, mengakui kesalahannya dan meminta maaf. Bahkan ia rela putrinya itu dihukum apa pun untuk meredakan kemarahan Aiden. Tetapi Aiden juga tidak memaafkannya.
"Aiden, Anya adalah putriku. Kamu tidak berhak untuk ikut campur dalam urusanku dengan putriku," kata Deny dengan wajah yang menantang. Ia benar-benar bertekad untuk membawa Anya pergi dari tempat ini.
"Aku sudah dewasa! Aku bertanggung jawab atas tindakanku sendiri. Ayah bahkan tidak pernah menjalankan tugasnya sebagai seorang ayah. Ayah tidak berhak tiba-tiba datang dan ingin mengaturku," teriak Anya. Ia tidak mau pergi bersama dengan ayahnya. Tangannya yang memegang tangan Aiden menjadi semakin erat, menunjukkan ketidakmauannya untuk pergi bersama dengan ayahnya.
"Anya! Ibumu pasti akan malu melihat tingkah lakumu yang murahan seperti ini. Bisa-bisanya kamu tinggal di rumah pria yang tidak kamu kenal!" teriak Deny dengan kesal sambil melangkah maju dan mengulurkan tangannya untuk menarik Anya. "Ikut denganku!"
Aiden langsung menatap Deny dengan tajam, membuat bulu kuduk Deny berdiri. Tetapi Deny tidak peduli. Ia tetap bertekad untuk membawa Anya pulang, meski dengan paksa sekalipun. Mata Anya terbelalak lebar begitu tangan Deny terulur. Perasaan takut dan terkejut bercampur aduk dalam hatinya, membuat ia langsung bersembunyi di belakang tubuh Aiden.
Sementara itu, tangan Aiden langsung mencengkeram tangan Deny yang terulur sebelum Deny bisa meraih Anya. Deny sangat terkejut melihat hal itu.
Bukankah Aiden tidak bisa melihat?
Aiden tidak hanya menghalangi tangan Deny untuk meraih Anya, ia langsung memelintir tangan Deny, membuat tangan pria itu mengeluarkan suara aneh.
"Krakk …" Aiden mematahkan tangan Deny begitu saja.
"Ahhh! Sakit ..." teriak Deny kesakitan. Matanya seolah ikut perih menahan rasa sakit dari tangannya.
Natali yang berada di luar rumah bisa mendengar teriakan Deny. Ia hanya menutup telinganya, tidak mau ikut campur dengan urusan Aiden lagi. Sekarang, ia sudah mendapatkan pelajaran yang berharga. Aiden begitu kejam dan kekejamannya itu tidak pandang bulu. Pria itu tidak peduli siapa lawannya, pria atau wanita, tua atau muda. Ia memperlakukan mereka semua dengan sama kejamnya!
Setelah mematahkan tangannya, Aiden melemparkan tubuh Deny seperti barang rongsokan ke lantai. Tangannya langsung merengkuh tubuh Anya dan memeluknya dengan erat. Pandangannya yang tajam masih tetap tertuju pada Deny yang tersungkur di tanah.
"Anya adalah kekasihku. Tidak boleh ada satu orang pun yang memisahkannya dariku!"
Deny menggertakkan giginya dan menggigit bibirnya, berusaha untuk menahan rasa sakit dari tangannya yang patah. Wajahnya memucat karena rasa sakit yang ia rasakan, tetapi ia masih berusaha untuk melawan Aiden. "Aiden, aku tahu Anya adalah kekasihmu. Tetapi dia juga putriku. Anya masih belum lulus kuliah. Ia tidak bisa tinggal di rumah ini setiap hari."
Aiden hanya menatap Deny dengan dingin, "Anya adalah kekasihku. Sudah selayaknya ia tinggal denganku."
Mata Deny beralih pada Anya dan melihat putrinya itu berada dalam rengkuhan Aiden. Aiden menjaganya dan melindunginya dengan sangat protektif. Ia tidak perlu menebak apa hubungan mereka berdua. Dengan sekali lihat saja, semua orang pun sudah tahu.
Ia tahu bahwa perasaan Aiden pada Anya bukan hanya cinta monyet.
"Aiden, aku sadar bahwa aku tidak terlalu memperhatikan Anya dulu. Ibunya adalah orang yang sangat keras sehingga setelah kami bercerai, aku tidak mendapatkan ijin untuk menghubungi Anya. Tetapi sebagai seorang ayah, tidak ada orang tua yang tidak mencintai anaknya," kata Deny.
Melihat hubungan antara Aiden dan Anya, ia sadar bahwa ia bisa memanfaatkan statusnya sebagai ayah untuk mendapatkan keuntungan. Ia harus menegaskan bahwa ia adalah Anya dan Anya adalah bagian dari keluarga Tedjasukmana.
"Aku sangat peduli terhadap putriku. Sekarang, ibunya sedang sakit. Jika aku tidak merawat dan menjaganya, siapa lagi yang bisa melakukannya?" kata Deny dengan memelas supaya terlihat seperti seorang ayah yang sangat mencintai putrinya.
Memang buah tidak jatuh jauh dari pohonnya. Deny dan Natali memang ayah dan anak yang serupa. Kepalsuan mereka, kepura-puraan mereka, akting mereka …
Sungguh luar biasa!
Aiden hanya mendengus mendengar kata-kata Deny yang sok bijak. "Sebaiknya kamu mendidik putrimu yang satu lagi. Kamu bahkan tidak pernah memenuhi tugasmu sebagai seorang ayah sebelumnya, apa hakmu ikut campur dalam hidup Anya sekarang? Anya sudah dewasa dan bisa menentukan pilihannya sendiri. Pergilah dari rumah ini, Tuan Deny!"
Mendengar kata-kata Aiden, Deny merasa sangat marah. Ia merasa harga dirinya sebagai seorang ayah telah diinjak-injak. Anya adalah putrinya. Apa hak Aiden mengatur hidup putrinya?
"Anya, setidaknya kalau kamu mau tinggal bersama dengan Aiden, kamu harus menikah dengannya!" Saat ini, dahi Deny sudah berkeringat dengan deras karena menahan rasa sakit di tangannya. Rasa sakit itu sungguh luar biasa hingga membuat wajahnya semakin memucat.
Mata Aiden tertuju pada Deny, terlihat sedang merendahkannya. "Kamu mau membawanya pulang hanya untuk menggunakannya sebagai alat untuk mendapatkan lebih banyak uang. Anya benar-benar tidak beruntung memiliki ayah sepertimu!"
"Tidak! Ayah benar-benar peduli padamu, Anya! Ayah tidak pernah memanfaatkanmu!" Deny berusaha untuk menjelaskan setulus mungkin. Ia ingin membuat Anya luluh dan percaya kepadanya. Tetapi Aiden seperti tembok besar yang menghalangi hubungannya dengan putrinya.
Aiden menggertakkan giginya, terlihat sudah tidak bisa sabar lagi menghadapi pria yang tidak tahu diri ini. "Cepat usir dia!" teriak Aiden pada para pengawalnya.
"Anya … Kalau kamu tidak mau pulang bersamaku hari ini, jangan menangis dan datang padaku suatu hari nanti. Aku tidak akan menerimamu meski kamu memohon-mohon!" kata Deny untuk terakhir kalinya sambil menatap Anya dengan marah. Setelah itu, ia berbalik dan pergi. Ia tidak mau diseret secara paksa dari rumah ini oleh para pengawal Aiden. Harga dirinya terlalu tinggi untuk itu.
Setelah Deny pergi dari rumah itu, wajah Aiden sedikit lebih tenang. Tetapi kekesalan yang ia rasakan masih terpancar, membuat suasana di ruangan masih tegang.
Hana langsung menghampiri Anya, berusaha untuk menenangkannya. "Anya, apakah kamu tidak apa-apa?" Anya hanya bisa mengangguk. Wajahnya terlihat sedikit pucat karena rasa takut yang ia rasakan.
"Untung saja hari ini Tuan masih mengampuninya. Jika Tuan tidak berbelas kasihan padanya, tidak hanya tangannya saja yang patah!" Hana terus mengomel dengan kesal. Ia merasa heran. Bagaimana bisa ada ayah seperti Deny di dunia ini …
Anya tertegun sejenak mendengar kata-kata Hana. Aiden mengampuni ayahnya sehingga ayahnya hanya pulang dengan satu tangan yang patah. Semua itu karena Aiden masih berbelas kasihan?
Jika Aiden tidak berbelas kasihan, apa yang akan terjadi pada ayahnya dan Natali?