Ciuman mereka menjadi semakin bergairah. Bibir mereka tak terpisahkan, pada saat Aiden menuntun tubuh Anya menuju ke tempat tidur sekalipun. Ia meletakkan tubuh Anya di atas tempat tidur dengan sangat lembut, seolah wanita itu adalah permata yang mudah retak.
Tubuhnya berada di atas tubuh Anya, menguncinya dan tidak memberikan ruang untuk bergerak.
Anya mulai merasakan bimbang. Ia sedang mencium pria yang tidak ia cintai! Apakah ia melakukan hal yang benar?
Tidak seharusnya ia melakukan hal seperti ini dengan pria yang tidak dicintainya, tetap mereka adalah suami istri. Apakah ia harus menolak? Atau ia harus menyerahkan dirinya begitu saja?
Tetapi ciuman-ciuman lembut Aiden juga membuatnya terhanyut dalam rasa yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya, seolah mereka adalah sepasang kekasih yang saling mencintai.
Aiden tidak sempat memikirkan kegelisahan Anya. Ia terlalu tenggelam dalam gairahnya sendiri sehingga ia terus mencumbu bibir, wajah dan leher Anya. Salah satu tangannya mulai melepaskan kancing-kancing piyama Anya secara perlahan, sementara ciumannya pun ikut turun ke arah dadanya.
Aroma bunga di tubuh wanita itu membuatnya semakin bergairah. Ia teringat kembali malam pertamanya dengan Anya. Walaupun Anya tidak mengingat kejadian itu, ia mengingat setiap detailnya dengan jelas.
Suara desahan wanita itu … Respon wanita itu terhadap sentuhan-sentuhannya …
Betapa sempurnanya tubuh wanita itu … Betapa indah paras wanita itu saat ia tenggelam dalam ekstasi yang memabukkan …
Ia merasa seolah mereka telah menjadi satu malam itu. Namun, kebahagiaannya harus hancur saat Anya tidak mengenalinya esok paginya.
Tetapi, Anya telah menjadi miliknya sekarang! Mereka adalah suami dan istri!
Setelah seluruh kancing piyama Anya terbuka, tangan Aiden menyusup ke belakang punggung Anya, berusaha untuk menanggalkan pakaian dalam wanita itu. Tanpa sadar, Anya menekuk tubuhnya, seolah memberi akses bagi Aiden untuk melanjutkan apa yang ingin ia lakukan.
Aiden langsung menyingkirkan pakaian dalam Anya dan melemparkannya dari atas tempat tidur, membuatnya tergeletak sembarangan di lantai. Salah satu tangannya meremas payudara Anya, sementara mulutnya terus menciumi sisi yang lainnya.
Seolah merasakan sensasi yang luar biasa, suara desahan keluar dari mulut Anya. Tidak seperti desahan yang lirih dan pelan sebelumnya, kali ini suara itu terdengar keras seolah Anya tidak bisa menahan dirinya. Kabut dan awan seolah menyelubungi otaknya, membuatnya tidak bisa berpikir. Hanya gairah dan pria di hadapannya saja yang terlihat di matanya.
Aiden tersenyum puas ketika mendengar suara itu. Melihat reaksi Anya, ia tahu bahwa ia melakukan hal yang benar. Tubuhnya sedikit mundur untuk melihat wajah Anya, sementara tangannya masih melakukan pekerjaannya.
Wanita itu menggigit sudut bibirnya, seolah menahan sensasi yang ia rasakan. Matanya sedikit menerawang seolah ia dimabukkan dengan gairah. Pipinya merona, sementara keringat mulai mengalir di dahinya. Pemandangan itu sungguh menggoda bagi Aiden. Hanya dengan menatapnya saja, Anya sudah bisa membangkitkan gairahnya dengan sangat mudah.
Ia mencium bibir yang digigit oleh Anya, mengusap bibir itu dengan lembut menggunakan lidahnya. Sementara itu, tangannya mulai turun ke arah celana wanita itu.
Ketika tangan Aiden mulai menjelajahi bagian bawah tubuh Anya, Anya seolah tersadar. Kabut di otaknya seolah tiba-tiba menghilang, membuat ia menyadari posisinya saat ini.
Anya tahu bahwa tugasnya sebagai seorang istri adalah melayani kebutuhan suaminya. Tetapi ia tidak yakin ia bisa melakukan ini. Ia memang pernah bercinta dengan Aiden, tetapi pada saat itu ia tidak dalam keadaan sadar dan berada di bawah pengaruh obat.
Namun, saat ini ia benar-benar sadar!
Pada akhirnya, tangan Anya sedikit mendorong tubuh Aiden, membuat tubuh Aiden langsung menegang. Ia sedikit mundur untuk menatap wajah Anya dengan keheranan dan kebingungan.
Wanita itu meresponnya dengan sangat baik. Mengapa ia tiba-tiba menghentikannya?
Ia menatap wajah wanita di hadapannya dengan seksama. Salah satu alisnya terangkat, menanyakan apa yang telah terjadi.
Anya sudah melakukannya. Ia sudah mendorong Aiden, jadi ia tidak bisa mundur lagi. Walaupun ia takut pada reaksi pria itu terhadap penolakannya, ia tidak punya pilihan lain.
"Aku … Aku belum siap," kata Anya dengan lirih.
Aiden tertegun sejenak mendengar kata-kata Anya. Kemudian, ia mengusap wajahnya dengan salah satu tangannya. Ia segera bangkit berdiri dari posisinya dan menuju ke kamar mandi, meninggalkan Anya seorang diri di atas tempat tidur.
Sepertinya, mulai hari ini dan malam-malam seterusnya, Aiden harus mandi dengan air dingin.
Sementara itu, Anya yang masih berada di tempat tidur merasakan perasaannya bercampur aduk. Ia tidak tahu mengapa ia seolah terhanyut dalam ciuman-ciuman Aiden. Ia tidak tahu apakah ia mulai tertarik pada Aiden atau ia hanya diselimuti oleh nafsu sesaat.
Lama kelamaan, matanya mulai terasa berat. Saat air di kamar mandi mulai terdengar, matanya mulai menutup dan pada akhirnya ia tertidur.
Aiden kembali ke kamar setelah mandi untuk kedua kalinya malam ini. Ia melihat Anya yang telah tertidur lelap di salah satu sisi tempat tidurnya. Melihat wanita yang tertidur pulas itu, ia memahami betapa melelahkannya hari ini untuk Anya. Sementara itu, ia sudah cukup puas bisa melihat wanita itu berada di sisinya.
Ia pun segera berbaring di samping Anya. Menjaga sedikit jarak, agar wanita itu tidak ketakutan saat terbangun nanti.
…
Anya bisa merasakan saat ini ia sedang memeluk sesuatu yang keras. Ke mana gulingnya yang empuk semalam? Mengapa gulingnya itu tiba-tiba saja berubah menjadi batu. Ia menepuk-nepuk benda itu, berusaha untuk mencari tahu benda apakah itu sebenarnya.
Tiba-tiba saja, sebuah tangan menangkapnya. Anya terperanjat dan segera membuka matanya. Bukan batu yang ia peluk, melainkan Aiden! Pria itu menatapnya dengan senyum geli seolah telah menyaksikan suatu hal yang sangat lucu.
Ternyata, yang ia pegang-pegang adalah dada Aiden! Dan pria itu sedang bertelanjang dada, tidak mengenakan kaos ataupun piyama. Wajah Anya langsung memerah seperti tomat. Mulutnya terbuka, tertutup dan terbuka lagi, tidak tahu harus menjelaskan apa pada Aiden. Ia tidak tahu mengapa ia terbangun dengan posisi sambil memeluk Aiden.
Apakah aku memeluk Aiden semalaman? Selama aku tertidur?
Ia merasa sangat malu. Rasanya benar-benar ingin menangis!
Anya langsung menarik tangannya dari cengkeraman Aiden dan segera bangkit berdiri. Setelah ia terbebas dari genggaman Aiden, ia segera berlari menuju ke kamar mandi. Baru setengah jalan, ia menyadari bahwa bra nya semalam ternyata tergeletak di lantai. Ia terkesiap saat melihatnya dan bergegas mengambilnya. Kemudian, ia kembali berlari ke arah kamar mandi dan mengunci pintunya.
Ia terduduk di lantai kamar mandi, punggungnya masih menempel di pintu. Ia menekuk lututnya dan mengubur wajahnya. Ia benar-benar malu! Kalau saja ada lubang yang dalam di tempat itu, ia rela masuk ke dalam lubang untuk menyembunyikan dirinya. Sebegitu besarnya rasa malu yang ia rasakan saat ini!
Sementara itu, Aiden hanya bisa menyaksikan wanita itu melarikan diri sambil terkekeh. Wanita itu sungguh menggemaskan!