webnovel

Kehidupan yang Baru

Setelah setengah jam perjalanan, mobil mereka mulai memasuki sebuah kawasan perumahan elite. Namun, mereka tidak berhenti di salah satu rumah di kawasan tersebut. Mobil mereka terus berjalan, memasuki bagian dalam perumahan menuju ke daerah yang cukup terpencil. Mobil mereka terus berjalan sampai tiba di sebuah gerbang besar yang sangat indah. Gerbang itu tidak dijaga dengan ketat, hanya ada sebuah CCTV di salah satu sisinya.

Pintu gerbang itu tiba-tiba saja terbuka secara otomatis setelah mobil Aiden berhenti di hadapannya, membiarkan mobil mewah itu berjalan masuk.

Mereka masih harus melewati sebuah jalan yang panjang selama 15 menit, hingga sebuah rumah yang luar biasa besar dan mewah terpampang di hadapannya. Rumah itu bergaya modern dengan sebuah taman bunga besar di hadapannya.

"Bunga iris … Cantik sekali …" kata Anya sambil memandangi taman bunga di hadapannya. Tatapannya tampak menerawang seolah ia berada di tengah-tengah surga yang dipenuhi dengan bunga-bunga.

Aiden yang sebelumnya memejamkan matanya langsung terbangun. Ia menatap wanita yang di sampingnya dengan lembut.

Anya seolah bisa merasakan tatapan Aiden padanya sehingga ia langsung berbalik untuk menatapnya. "Mengapa taman bunga ini penuh dengan bunga iris? Biasanya orang-orang lebih suka menanam bunga mawar."

Aiden langsung berbalik, membelakangi Anya. "Seseorang pernah mengatakan bahwa ia sangat menyukai bunga iris ..."

Anya hanya manggut-manggut saat mendengar jawaban Aiden. Ia tidak mengetahui siapa yang dimaksud Aiden, tetapi ia tahu bahwa Aiden memenuhi seluruh taman ini dengan bunga iris karena seseorang.

Matanya kembali tertuju ke arah bunga-bunga di sekelilingnya dengan takjub. Karena terlalu asik memandangi taman bunga di sekitarnya, ia bahkan tidak menyadari betapa luar biasanya rumah yang ada di hadapannya.

Ketika mobil mereka tiba di depan pintu rumah, sekitar 10 orang sudah siap dan berbaris, menghadap ke arah mobil.

"Selamat datang, Tuan!" sambut mereka ketika Aiden turun dari mobilnya. Sapaan itu terdengar kencang dan penuh hormat.

Anya yang melihat kejadian itu langsung ragu untuk turun dari mobil, seolah kakinya tertancap di tanah. Ia tidak terbiasa melihat hal seperti itu sehingga ia tidak tahu harus berbuat apa.

Setelah beberapa menit, Anya tidak turun juga dari mobil. Aiden yang merasa keheranan langsung berbalik dan menatap ke dalam mobil, melihat Anya tampak gelisah dan ketakutan. Ia segera mengulurkan tangannya kepada Anya, membantu wanita itu untuk turun dari mobil.

Anya tertegun sejenak melihat uluran tangan Aiden. Sejak awal bertemu, Aiden selalu bersikap dingin. Ia tidak menyangka pria itu akan menunjukkan sedikit sisi lembut padanya.

Ia menyambut uluran tangan pria itu, meletakkan tangannya di atas tangan Aiden. Aiden langsung menggenggam tangan Anya, menuntunnya untuk keluar dari mobil. Walaupun wajah Aiden tetap dingin, Anya bisa merasakan sedikit kelembutan dalam tangan Aiden saat menyentuhnya.

"Selamat datang, Nyonya!" para pelayan itu langsung menyambutnya ketika ia turun. Anya hanya membalasnya dengan senyum canggung. Seluruh wajahnya terasa kaku.

Tidak seperti para pelayan lain yang tampak sopan dan penuh hormat, seorang wanita paruh baya melangkah maju dan tiba-tiba saja memeluk Anya tanpa aba-aba. "Selamat datang," katanya dengan hangat.

Anya terkejut saat ia tiba-tiba saja dipeluk oleh seseorang yang tak dikenal, tetapi kehangatan wanita itu membuatnya merasa nyaman sehingga ia balas memeluknya sambil, tersenyum kecil. Aiden yang berada di sampingnya pun tidak mencegahnya.

"Bu Hana, temani Anya untuk berkeliling. Aku akan berada di ruang kerja," katanya sambil berlalu begitu saja. Para pelayan itu sekali lagi menunduk saat Aiden melewati mereka. Sementara itu, Anya merasa kebingungan karena ditinggalkan seorang diri.

Ia menatap punggung Aiden dengan tatapan enggan dan sedikit panik. Hanya Aiden satu-satunya orang yang ia kenal di rumah ini dan sekarang pria itu meninggalkannya bersama dengan para pelayan yang tidak dikenalnya.

Melihat kepanikan di mata Anya, wanita paruh baya itu langsung memegang tangannya dengan lembut, berusaha untuk menenangkannya.

"Nyonya, saya Hana. Saya adalah kepala pelayan di rumah ini." kata wanita paruh baya tersebut.

"Jangan panggil saya nyonya, Bu. Panggil saja Anya," jawab Anya sambil tersenyum tipis.

Mendengar jawaban Anya, Hana langsung tersenyum lebar. Ia sudah lama bekerja di rumah ini, sejak Aiden masih kecil. Ia juga yang membantu mengurus Aiden sejak kecil, sampai-sampai ia menganggap Aiden seperti putranya sendiri. Karena kesetiaannya itu, Hana menjadi salah satu orang kepercayaan Aiden, sama halnya dengan putra Hana, Harris.

Hana turut menyaksikan perkembangan Aiden dari kanak-kanak, remaja hingga dewasa, tetapi ia tidak pernah melihat Aiden bersama seorang wanita. Saat usia Aiden mencapai 30 tahun, Hana semakin khawatir terhadap masa depan Aiden.

Apakah Aiden bisa mendapatkan jodoh? Apakah ia bisa mendapatkan seorang wanita yang baik-baik, bukan wanita yang hanya memanfaatkannya saja?

Tetapi kekhawatirannya itu tidak berdasar. Pada akhirnya, Aiden menikahi seorang wanita yang tidak hanya cantik, tetapi juga rendah hati. Wanita itu sama sekali tidak sombong terhadap pelayan sepertinya.

"Baiklah, Anya. Ayo kita berkeliling," katanya sambil berjalan, mengantar Anya untuk mengelilingi rumah yang akan menjadi tempat tinggalnya. Anya segera mengikuti Hana. Para pelayan lainnya langsung menunduk saat Anya melewati mereka, setelah itu mereka pergi untuk melakukan pekerjaan mereka masing-masing.

Hana mengantarkan Anya untuk melihat seisi rumah tersebut. Rumah itu terdiri dari 2 lantai saja, tetapi ukurannya luar biasa besar. Kamar tidurnya saja berjumlah 5.

Ruang keluarganya memiliki sebuah jendela besar yang menghadap ke arah danau. Danau itu pun merupakan properti milik Keluarga Atmajaya. Dapurnya dilengkapi dengan berbagai peralatan yang canggih seperti dapur impian seorang chef.

Taman di bagian depan rumah dihiasi dengan bunga-bunga iris yang luar biasa indah, sementara di bagian belakang rumah terdapat sebuah kolam renang besar, membuat rumah itu tampak semakin mewah.

Taman bunga, kolam renang, danau …

Berapa nilai properti ini sebenarnya? Keluarga Atmajaya memang sangat luar biasa …

Semakin lama mengelilingi rumah tersebut, Anya semakin terpana. Bagaimana bisa ada orang sesempurna ini di dunia? Tampan, kaya, cerdas …

"Tuan Aiden sangat jarang sekali pulang ke rumah. Biasanya ia akan tidur di kantor karena itu akan lebih memudahkan pekerjaannya," keluh Hana.

Ah! Itu sebabnya ada sebuah kamar tidur di kantor Aiden. Ternyata, Aiden lebih sering menghabiskan waktunya di kantor dibandingkan di rumahnya sendiri.

"Tetapi, karena sekarang sudah ada Anya, saya yakin Tuan Aiden akan sering pulang ke rumah," lanjut Hana sambil tersenyum semringah.

Anya tidak bisa menanggapi pernyataan Hana dan hanya bisa membalasnya dengan senyum canggung. Ia dan Aiden bukan benar-benar sepasang suami istri yang saling mencintai. Mereka hanya terlibat dalam pernikahan ini karena kebutuhan mereka masing-masing. Anya membutuhkan Aiden karena uang, sementara Aiden membutuhkan Anya untuk menjalankan rencana yang tidak ia ketahui.

ตอนถัดไป