webnovel

Kenangan Masa Lalu

Aiden sedang duduk di sebuah kursi kantor yang mewah, memimpin sebuah rapat yang tengah berjalan. Layar di hadapannya menunjukkan presentasi para karyawannya mengenai strategi marketing yang akan mereka galang bulan depan. Kacamata hitam tidak pernah meninggalkan wajahnya meskipun ia sedang berada di dalam ruangan.

Rapat sudah berlangsung selama tiga jam dan tidak ada tanda-tanda dari Aiden untuk menghentikannya. Semua orang yang berada di ruangan tersebut merasa sangat lelah, tetapi tidak ada satu orang pun yang berani mengeluh di hadapan atasannya.

Semua orang yang berada di ruangan itu sadar bahwa suasana hati bos mereka sedang tidak baik. Mereka semua mengenal Aiden sebagai sosok atasan yang sangat tegas dan kejam. Aiden menuntut performa terbaik dari para karyawannya dan akan memberikan imbalan yang setimpal dengan hasil kerja mereka. Tetapi ia juga tidak segan untuk memecat karyawannya dengan tidak hormat jika mereka melakukan kesalahan atau tidak bisa memenuhi standarnya.

Meskipun saat ini Aiden tidak bisa melihat, tidak ada satupun dari mereka yang berani meremehkannya. Dengan atau tanpa matanya, Aiden tetap sama seperti sebelumnya.

Tangan Aiden mengetuk-ngetuk meja di hadapannya, tanda bahwa ia tidak puas dengan hasil kerja yang ditunjukkan oleh para bawahannya. Bulir-bulir keringat dingin mulai mengalir di dahi semua orang.

Harris sedang berdiri di belakang Aiden, bersama dengan beberapa pengawal lainnya. Ia merasa handphone di sakunya bergetar, menandakan bahwa ia mendapatkan sebuah pesan. Ia membaca pesan yang masuk sekilas. Kemudian, ia segera menghampiri Aiden dan membisikkan sesuatu kepadanya.

Mendengar apa yang dikatakan oleh Harris, Aiden langsung menghentikan rapat yang tengah berlangsung.

"Rapat ditunda." katanya dengan dingin, sebelum keluar dari ruangan.

Setelah Aiden dan Harris meninggalkan ruangan, semua orang langsung menghela napas lega. Beberapa dari mereka bersandar dengan lemas di kursi mereka, terlihat kelelahan dan juga ketakutan.

Mereka telah terselamatkan!

Sementara itu, di ruangan kantor Aiden, Harris membacakan pesan yang baru saja didapatkannya kepada Aiden. Pesan itu berisi informasi mengenai Anya.

Kantor Aiden terletak di lantai 21, lantai teratas gedung Atmajaya Group, didominasi dengan warna hitam, putih dan abu-abu. Meja kerja besar berwarna hitam membelakangi jendela tinggi yang menghadap ke arah jalan raya.

Jendela itu dulunya dibiarkan terbuka tanpa tirai, membuat ruangan tersebut terang karena cahaya matahari. Sayangnya, setelah kecelakaan yang menimpa Aiden, jendela itu selalu tertutup. Tirai berwarna abu-abu tidak pernah terbuka, bahkan tidak ada sedikit cahaya matahari yang bisa mengintip ke dalam kantor itu. Ruangan yang berwarna monokrom itu tampak semakin suram tanpa adanya penerangan dari sinar matahari.

Anya Tedjasukmana. Usia 20 tahun.

Putri tunggal dari pasangan Deny Tedjasukmana dan Diana Hutama. Deny Tedjasukmana adalah CEO Tedja Group, sementara Diana juga bekerja sebagai pembuat parfum.

Mereka berdua bercerai saat Anya berusia sepuluh tahun. Setelah itu, Deny menikah untuk kedua kalinya dengan seorang wanita bernama Mona Wijaya, yang sudah memiliki seorang putri bernama Natali.

Setelah perceraian ayah dan ibunya, Anya tinggal bersama dengan ibunya di sebuah rumah kecil dan sederhana. Namun, tiga tahun yang lalu, ibunya mengalami sakit jantung yang menyebabkan ia koma hingga saat ini.

Seperti dugaan Aiden, kejadian kemarin malam memang ada hubungannya dengan Natali Tedjasukmana.

Kemarin malam, Anya bertemu dengan Natali dengan harapan Natali bersedia untuk meminjamkan uang agar ia bisa membayar biaya rumah sakit ibunya. Sayangnya, Natali tidak berniat untuk membantunya. Ia malah memanfaatkan Anya untuk membebaskan dirinya dari perjodohannya dengan Aiden.

Natali cukup cerdik. Semua rekaman CCTV di koridor hotel sudah dihapus olehnya. Semua orang-orang suruhannya telah ia beri uang tutup mulut sehingga ia berpikir rencananya itu telah terbungkus dengan rapi.

Tetapi wanita itu tidak sadar siapa yang sedang ia hadapi saat ini. Tidak ada yang tidak mungkin bagi seorang Aiden Atmajaya.

Aiden bisa saja menawarkan uang lebih besar dari yang ditawarkan oleh Natali. Kalau memang uang tidak bisa bekerja, Aiden masih memiliki seribu satu cara untuk membuat para saksi itu angkat bicara.

Salah satu pelayan yang membawa Anya ke kamarnya mengakui bahwa Natali yang merupakan dalang di balik semua rencana ini. Natali dengan sengaja memasukkan obat ke dalam minuman Anya, sementara Anya tidak menaruh curiga apa pun terhadap saudaranya itu. Kemudian, Natali menyuruh dua pelayan tersebut untuk membawa Anya ke dalam kamarnya.

Aiden mendengarkan laporan itu dengan tatapan kosong dan tanpa ekspresi, membuat Harris tidak bisa menebak apa yang sebenarnya dipikirkan oleh bosnya itu.

Sejujurnya Harris merasa heran dengan sikap Aiden saat ini. Selama bekerja untuk Aiden, ia tidak pernah sekalipun melihat bosnya bersikap seperti ini. Aiden tidak pernah menunjukkan ketertarikan kepada seorang wanita.

Selama ini, hidupnya selalu diisi dengan pekerjaan, pekerjaan dan pekerjaan. Bahkan setelah kecelakaan dan matanya menjadi buta, Aiden tetap menenggelamkan dirinya dalam pekerjaan demi pekerjaan, seolah berusaha melarikan diri dari dunia.

Baru kali ini Aiden memintanya untuk mencari informasi seorang wanita. Apa sebenarnya yang membuat bosnya begitu tertarik pada wanita ini?

"Suruh Abdi membawa Anya ke tempat ini. Aku ingin bertemu dengannya." Kata Aiden sambil mengibaskan tangannya, menyuruh Harris untuk meninggalkannya seorang diri. Harris segera menjalankan perintah Aiden dan meninggalkan ruangan tersebut.

Aiden mengusap wajahnya dengan menggunakan tangannya, berharap tangan itu bisa menghapuskan suasana hatinya yang buruk sejak pagi.

Ingatan Aiden kembali ke kamar hotel yang ditinggalkannya tadi pagi. Kamar di mana ia menghabiskan malam terindahnya dan juga kamar di mana kegembiraannya luntur begitu saja.

Anya ... Wanita itu …

Wanita itu tidak mengetahui siapa Aiden ...

Wanita itu tidak mengenalinya …

Sebaliknya, Aiden tidak bisa menghapuskan wajah Anya yang tertanam di benaknya.

Rambut panjang hitamnya yang terurai dengan indah. Bola matanya yang berwarna hitam kelam, menenggelamkannya dalam pandangannya. Wajah putihnya yang mudah merona. Lesung pipit di pipi kanannya yang muncul pada saat ia tersenyum. Bibirnya yang mungil, berwarna kemerahan seperti buah ceri.

Aiden tidak bisa melupakan bayangan itu dari otaknya. Terutama saat rambut panjang Anya tergerai di atas tempat tidurnya, dengan bibir yang sedikit terbuka saat ia tertidur pulas.

Tapi mengapa Anya tidak mengenalinya?

Aiden masih ingat betul, ekspresi sedih dan kecewa berkecamuk di wajah Anya saat wanita itu mengetahui bahwa mereka berdua telah menghabiskan malam bersama. Ekspresi itu seolah menghancurkan kegembiraan yang dirasakan Aiden, membuat harinya menjadi sangat buruk.

Aiden masih mengingat saat Anya menatapnya dengan kebingungan, seolah ia sama sekali tidak mengenal pria yang bersamanya semalaman. Seolah hari itu adalah pertemuan pertama mereka.

Ekspresi curiga muncul di wajah Anya saat Aiden mengucapkan namanya, sementara Anya sama sekali tidak bisa mengingat pria di hadapannya.

Apa yang sebenarnya terjadi padanya? Apakah Anya hanya berpura-pura tidak mengenalinya?

Tangan Aiden menyisir rambut hitamnya dengan asal-asalan, membuat rambutnya yang rapi menjadi sedikit berantakan. Tetapi ia sama sekali tidak peduli.

Hanya satu yang ia pikirkan saat ini.

Mengapa kau tidak mengenaliku, Nya?

ตอนถัดไป