Ponsel Keenan berdering kencang di pagi hari. Keenan terpaksa bangun dan meraih ponsel di sebelahnya untuk melihat siapa yang menelponnya pagi-pagi buta begini.
Saat Keenan menjawab telpon, suara Kirana terdengar nyaring di kuping.
"KEENAN!!!"
"Kamu dimana?"
"Kenapa gak mengangkat telponku 2 hari ini?
"Kenapa cuman bilang mau liburan?"
"Kamu liburan dimana?"
"Sama siapa, hah?! Heh, bocah sialan! Kamu dengar kata-kataku gak?! Kenapa diam aja?"
Inilah potret gelap atau sisi sial memiliki kakak perempuan. Sejak Keenan pulang ke Indonesia, Kirana tidak henti-hentinya mengkhawatirkannya. Sehari tiga kali Kirana selalu bertanya kabar adiknya dan apakah Keenan sudah makan.
Entah kenapa Keenan merasa diperlakukan seperti anak usia 13 tahun daripada pria dewasa berumur 21 tahun. Sekarang Kirana sudah terdengar seperti ibu-ibu malah lebih parah dari itu. Kalau ibu kandungnya masih hidup mungkin dia tidak akan secerewet Kirana.
"Aku lagi di Puncak," jawab Keenan masih mengantuk.
สนับสนุนนักเขียนและนักแปลคนโปรดของคุณใน webnovel.com