Adi berdiri mematung di samping Bastian yang sedang melihat video Victor bagi-bagi makanan di rumah sakit tempat Dokter Kirana bekerja dari layar Macnya. Adi sangat gugup. Saking gugupnya ia sampai melonggorkan dasinya.
Suasana ruang kerja Bastian juga mendadak muram, gelap dan seperti ada petir yang menyambar dimana-mana. Adi sampai bisa membayangkan sedang ada petir menyambar semua perabotan di dalam ruang kerja Bastian.
Adi hanya bisa mengutuki nasibnya sebagai asisten Bastian. Di situasi seperti ini dialah satu-satunya orang yang akan kena marah Bastian. Semenit lagi tuannya ini pasti akan mengomel atau menanyai bagaimana kejadian seperti ini bisa terjadi. Pasti.
Sejak awal Adi sudah merasa kalau tuannya ini punya suatu ketertarikan pada Dokter Kirana. Adi tidak yakin apakah itu cinta atau hanya sekedar tertarik. Tapi ini pertama kalinya dalam 5 tahun mengenal tuannya, ia melihat Bastian terusik karena masalah wanita.
Bayangkan sejak keluar dari rumah sakit, Adi mendapat misi untuk memata-matai aktivitas Dokter Kirana. Entah apa yang diinginkan tuannya dari informasi aktivitas dokter itu.
Tuannya juga hobi memandangi layar ponselnya sekarang ini. Seolah menunggu chat dari seseorang. Adi menduga tuannya sering berkirim pesan dengan Dokter Kirana sekarang.
Kini Adi memperhatikan bagaimana Bastian memandangi video Victor bagi-bagi makanan di UGD tempat Dokter Kirana bekerja dengan tatapan "aku akan membunuhmu, Baj*ngan!"
"Di," panggil Bastian sambil menutup video di Macnya.
Adi kaget setengah mati. Benar kan dugaannya. Semenit lagi Bastian akan mengatakan sesuatu.
"I-iya, Tuan. A-ada apa?"
Bastian memandang asistennya dengan tatapan tajam. Sangat tajam sampai Adi yakin tatapan tuannya sudah menusuk tepat di jantungnya.
"Apa maksud semua ini?" tanya Bastian dingin.
Mati aku. Mati aku. Mati aku. Mati aku! Kutuk Adi pada dirinya sendiri.
"E..e…e itu Tu-tuan Victor se-sedang bagi-bagi makanan di UGD," jawab Adi terbata-bata.
"Bukan itu maksudku!" tatapan Bastian semakin tajam. "Kenapa Victor melakukan ini?"
Demi segala dewa dan Tuhan di bumi ini, Adi juga mempertanyakan semua itu. Kenapa Victor yang biasanya selalu menjauh dari segala urusan yang berhubungan dengan Bastian mendadak ikut campur. Astaga!
"Sa-saya juga ti-tidak tahu, Tuan," Adi menyerah. Otaknya tidak memikirkan kemungkinan jawaban yang diinginkan Bastian.
Wajah Bastian berubah tegang. Ini jelas bukan ekspresi wajah yang ingin Adi lihat dari Bastian. Adi hanya bisa menggigit bibirnya cemas.
Sementara itu, Bastian merasa kesal. Dia tidak tahu dengan pasti mengapa dirinya bisa sekesal itu melihat video Victor berada di UGD tempat Kirana bekerja. Ia juga tidak tahu mengapa ia ingin sekali memukul wajah sepupunya setelah menonton semua aksi baik pria itu berbagi makanan.
Tetapi sebagai laki-laki, ia cukup bisa membaca dengan jelas niat apa yang tersembunyi di balik perbuatan baik Victor hari ini. Ia tahu kalau sepupunya sedang merencanakan sesuatu. Dan ia juga yakin, Paman Hendri ada di balik semua ini!
Bastian tidak akan tinggal diam. Ia tidak peduli kalau Victor ataupun Paman Hendri merencanakan sesuatu yang buruk padanya.
Tapi kalau mereka punya niat jahat pada Kirana tentu Bastian akan menuntut balas. Ya dia akan melakukan apapun untuk melindungi gadis itu.
"Di," panggil Bastian lagi.
Adi yang dari tadi menggigiti kukunya karena cemas, langsung terlonjak kaget. "Ya, Tuan?"
"Bawa beberapa bodyguard. Kita akan pergi ke suatu tempat," kata Bastian seraya berdiri dan menyambar jas panjangnya.
Adi berpikir sejenak. "Bodyguard?"
"Iya," jawab Bastian sambil merapikan kerah bajunya.
"Untuk apa, Tuan?" tanya Adi polos. Dia benar-benar tidak paham dengan perkataan tuannya.
"Kita perlu pasukan karena musuh yang kita hadapi punya sekumpulan pasukan preman," kata Bastian sambil berjalan menuju pintu.
….
Mobil sedan hitam Bastian berhenti di sebuah klub malam di daerah Tangerang. Klub malam di depannya ini besar. Satu-satunya klub malam paling besar di kota ini.
Dari arsitektur, interior dan pemilihan warna cat yang warna-warni, Bastian sudah bisa menduga siapa yang merancang desain bangunan 3 lantai di depannya ini. Victor.
"Astaga. Kenapa kita kesini, Tuan?" Adi memandangi ke sekeliling. Perasaannya tidak enak sekarang.
Hati Adi sedang bergejolak. Ia takut. Pertama Bastian sudah bersikap sangat dingin dan emosi hanya karena melihat video Victor. Kedua, membawa sepuluh bodyguard ke klub malam yang tak lain adalah milik Victor. Adi bisa menduga apa yang akan terjadi. Akan ada perang besar sebentar lagi.
"Tuan, apa gak sebaiknya kita pulang aja? Kalau sampai Tuan Besar tahu bisa…" kalimat Adi terpotong dengan tatapan marah Bastian.
"Kalau sampai kakek tahu soal ini, kamu yang bakal aku hukum, Di," ancam Bastian.
Bastian mengacuhkan saran Adi. Ia dan Adi masuk ke klub malam itu ditemani sepuluh orang bodyguard. Semua mata pengunjung tertuju pada Bastian. Mereka berbisik-bisik siapa pria tampan yang datang dengan pasukan bodyguard bertubuh gempal itu.
Mata Bastian memandang ke sekeliling klub malam. Matanya mencari-cari seseorang. Dan orang itu sekarang sedang duduk di sudut klub malam di temani oleh tiga orang wanita berpakaian seksi.
"Ikut aku," kata Bastian pada Adi sambil berjalan ke arah Victor yang sedang menikmati cocktail bersama wanita-wanita cantik.
"Wah wah. Coba lihat siapa yang ke sini?" Victor tertawa sinis melihat sepupunya mampir ke klub malam. "Aku gak menyangka Bastian yang suci bisa datang ke tempat seperti ini. Pasti ada sesuatu yang penting sampai sepupuku tercinta jauh-jauh mampir."
Bastian pura-pura tidak mendengar sindiran sarkas Victor. Dengan satu kerlingan mata, ia menyuruh ketiga gadis yang menemani Victor untuk pergi.
Tidak perlu diperintah dua kali, ketiga gadis itu kabur. Mereka sudah sadar akan bahaya apa yang akan terjadi.
"Jadi apa maumu ke sini?" Victor akhirnya bertanya ke pokok permalasahan.
Bastian menatap Victor tajam. "Apa yang sedang kamu rencanakan pada Kirana?"
"Kirana? Maksudmu si Dokter Cantik?" alis Victor terangkat.
Mendengar Victor menyebut Kirana sebagai si Dokter Cantik, tubuh Bastian menegang. Beraninya Victor memuji kecantikan Kirana di hadapannya tanpa rasa bersalah.
"Jangan pura-pura bodoh, Vic. Aku udah melihat semuanya. Aku tahu kamu bagi-bagi makanan di tempat Kirana bekerja. Dan sepengetahuanku kamu gak akan melakukan hal seperti itu tanpa tujuan tertentu," ada penekanan di setiap kata Bastian.
Victor tertawa sinis. "Kamu sekarang alih profesi jadi mata-mata, hah?"
"Jangan bercanda, Vic," Bastian bangkit berdiri dan mencengkram kerah baju sepupunya hingga Victor bangkit berdiri.
Begitu Bastian mencengkram kerah baju Victor, beberapa pria berbaju hitam muncul entah dari mana hendak menyerang Bastian. Untunglah para bodyguard Bastian menghadang pria-pria itu.
Bastian sudah tahu kalau pembicaraannya dengan Victor tidak akan berjalan lancar. Bastian juga sudah tahu kalau sepupunya ini punya pasukan preman yang selalu mengikuti kemanapun ia pergi. Itulah sebabnya Bastian sengaja membawa bodyguard-bodyguarnya.
"Hanya karena kakek menyukai Dokter Kirana bukan berarti gadis itu milikmu!" Victor melepaskan diri dari cengkraman Bastian dengan sekali sentakan. "Lagipula kamu bukan pacarnya kan? Jadi apa hakmu melarangku bertemu dengannya?!"
Bastian menatap tajam ke sepupunya. "Kirana memang bukan pacarku. Tapi aku gak akan membiarkan dia dekat-dekat dengan berandalan sepertimu. Karena gadis sebaik dia gak cocok dekat-dekat dengan sampah."
Victor hanya tertawa sinis.
"Kalau kamu sedang merencanakan untuk melukainya atau sekedar mempermainkannya, mending kamu mundur. Kirana bukan gadis di klub malam yang bisa kamu kencani lalu buang begitu aja."
Bastian serius dengan semua perkataannya. Ia takut. Takut Kirana akan disakiti oleh sepupunya yang bajingan ini.
"Bas, kamu kayaknya udah banyak berubah ya sekarang," Victor tertawa sinis. "Sebenernya aku penasaran. Kamu ini merasa hutang budi sama Dokter Kirana yang udah menyelamatkan nyawamu atau kamu mulai menyukai gadis itu?"
Untuk beberapa saat Bastian tertegun. Diam sambil memikirkan pertanyaan Victor.
Apa benar Bastian mengkhawatirkan Kirana karena gadis itu mendonorkan darah untuk menyelamatkan nyawa Bastian? Apa karena darah Kirana mengalir dalam darahnya sehingga ada ikatan tak kasat mata yang membuatnya mengkhawatirkan gadis itu? Atau dirinya—Bastian Dewandra jatuh cinta pada seorang dokter?
"Itu bukan urusanmu!" sergah Bastian dingin.
Kemudian Bastian berbalik pergi.
Victor hanya bisa melihat kepergian Bastian sambil berkacak pinggang kesal. Ia baru sadar sekarang kalau sepupunya sangat protektif pada Dokter Kirana sekalipun mereka tidak punya hubungan apapun. Langkah sekali melihat Bastian begitu posesif pada sesuatu bahkan pada seseorang.
Sepertinya ini akan menarik, batin Victor.