Seharian ini Kiran dan Kay belum berbicara terlalu seurius. Kiran banyak menghabiskan waktu diruang tengah bersama Kris dan kedua orang tuanya seolah sengaja ingin menghindari suaminya.
"Klis pingin pegang kak.." Kris mendekati Kiran. Tangannya sudah siap untuk memegangi perut besarnya. Anak itu sangat penasaran dengan perut besar yang dimiliki kakaknya dan Kiran.
"Di dalemnya ada dua bayi sayang.." Jesica senyum-senyum melihat tingkah Kris.
"Bayinya ga gerak mom."
"Bayinya bobo sayang udah malem.."
"Klis mau liat.."
"Ga bisa dong, nanti liatnya..."
"Bayinya malu mom?"
"Iya bayinya malu diliatin Abangnya.." Kiran membuat Kris senyum dengan panggilan barunya.
"Waktu mommy hamil Kris juga gitu.." Kenan bercerita.
"Klis ada di dalem Dad?"
"Iya, Kris ada di dalam perut mommy."
"Lagi apa nih?" Kay datang dengan tersenyum saat melihat tangan Kris menyentuh perut istrinya.
"Bayinya bobo bang.." Kris memberitahu.
"Masa sih?coba Abang pegang." Kay meletakkan tangannya diperut Kiran. Istrinya itu tampak diam saja.
"Eh iya udah bobo nih dua-duanya Kris.."
"Sini Kris sama mommy." Jesica memangku anaknya. Kay merangkul bahu Kiran namun lagi-lagi hanya kedinginan yang ada disana.
"Gimana belanjanya?kamu beli apa aja sayang?"
"Aku beli baju-baju aja."
"Ga beli yang lain?"
"Nanti aja nyusul."
"Ya udah nanti aku temenin."
"Iya.."
"Bobo yuk bobo. Bayinya bobo kris juga bobo." Kenan merasakan kecanggungan yang ada. Dia segera beranjak bersama Jesica sambil menggendong anaknya. Mengetahui ditinggalkan Kiran segera mencari sandalnya untuk ikut pergi.
"Mau kemana?"
"Mau ke kamar. Istirahat."
"Maafin aku Ran. Maaf..." Kay membuat Kiran diam sejenak. Dia hanya duduk tegak disampingnya sambil mengelus sendiri perutnya.
"Kalo bukan karena aku yang hamilin kamu mungkin kamu bisa ngejar mimpi kamu. Maaf..maaf aku udah hancurin itu. Aku salah, semuanya gara-gara aku..." Kay duduk dengan tenang dengan tangan bergetarnya.
"Aku bakalan ikutin yang kamu mau. Terserah kamu mau gimana. Maafin aku Ran..." Kay kali ini mengusap pelan punggung Kiran seperti yang Dariel lakukan pada istrinya. Dia tahu mungkin belakangan Kiran kesulitan tidur karena perutnya dan kesakitan yang dia rasakan.
"Aku tidur duluan." Kiran tidak membalas ucapan Kay. Dia kemudian berdiri meninggalkan suaminya disana. Kay terdiam. Dia sangat bersalah sekarang. Kiran sudah banyak berkorban untuknya tapi yang dia lakukan hanya mengecewakan istrinya dengan menuntutnya banyak hal. Kenan dan Jesica yang ada dikamar melihat kejadian itu dibalik layar CCTVnya. mereka melihat semua adegan yang dilakukan anaknya bak sebuah sinetron meskipun mereka tak dapat mendengar apa yang dikatakan Kay tapi yang jelas itu adalah sesuatu yang seurius. Mereka dapat menebak dari raut wajah Kay dan Kiran bahwa pertengkaran itu masih ada. Mereka sengaja tadi masuk kamar. Mereka hanya ingin memberi waktu pada kedua anaknya itu untuk menyelesaikan masalah. Kay kini mengusap pelan rambutnya. mengacak-acak rambutnya yang biasa rapi. Dia tak tahu apa yang harus dilakukannya sekarang. Masih dalam layar yang sama kini terlihat Kay masuk kedalam kamar sementaranya yang ada dibawah karena kondisi Kiran yang tak mungkin naik turun tangga.
"Tuh kan Mas bener. Pasti ada masalah nih mereka berdua."
"Udah biarin. Kasih waktu sayang. Kay ataupun Ran harus belajar dewasa. Ini tuh bumbu-bumbu rumah tangga. Kaya ga pernah berantem aja dulu."
"Udah ah cape aku ngobrol sama Mas, sini Kris.." Jesica segera menghadap kearah Kris dan mendekapnya. Kenan senyum sendiri dengan tingkah istrinya.
***
Pagi ini Kay mengantar Kiran bekerja seperti biasa. Di dalam mobil Kiran hanya diam melihat jalanan sambil mengelus perutnya sendiri. Begitu melihat kantornya dia langsung bersiap-siap untuk turun. Dia membuka pintu tanpa berkata apapun membuat Kay segera mengejarnya.
"Ran.." Panggil Kay setelah menepikan mobilnya terlebih dahulu. Kiran menoleh.
"Hari ini aku pergi jam 11. Kamu ga usah anter aku, kamu kerja aja. Nanti pulang pak Kahar jemput kamu. Aku pulang kerumah dulu kok pamit sama ayah sama bunda. Sampai disana aku kabarin kamu. Kamu hati-hati disini." Kay sambil tersenyum mengecup kening Ran sebentar.
"Bye..anak ayah, sampai ketemu bulan depan..." Kay berbicara sendiri dengan perut Kiran lalu pergi menuju mobilnya lagi. Kiran masih berdiri disana sampai mobil yang dikendarai Kay pergi. Dia berjalan menuju lift sementara Kay pergi ke kediaman mertuanya. Disana dia membereskan barang-barangnya. merapikan kamarnya sebelum Kiran mengisinya nanti malam. Dia juga menyimpan sebuah bunga mawar merah ditempat tidur mereka.
"Bun..aku pergi ya." Kay menghampiri Marsha.
"Jadi keputusannya Ran disini?"
"Iya, Ran pinginnya gitu. Ga papa Kay bentar lagi libur kok jadi bulan depan atau 2 mingguan lagi Kay pasti pulang."
"Ya udah yang penting lahirannya nanti lancar."
"Amin. Nanti Kiran dijemput supir Daddy jadi ayah ga usah jemput. Salamin aja buat ayah. Aku belum sempet ketemu."
"Iya nanti bunda sampein. Kamu hati-hati dijalan ya."
"Iya Bun. Makasih. Kay pergi. Assalamualaikum." Kay menyalami mertuanya dan pergi menuju mobilnya lagi. Dia benar-benar belum siap untuk pulang sebenarnya tapi apa daya dia harus mengikuti tesnya itu. Rasanya ada sesuatu yang menarik dirinya untuk tetap disini. Dilain tempat Kiran begitu serius bekerja. Dia mencoba menyelesaikan sisa-sisa pekerjaannya sebelum dia pergi untuk cuti melahirkan. Meskipun tak dipungkiri pikirannya masih dibayangi Kay. Apa Kay akan pergi begitu saja?apa dia bisa pergi dengan keadaan seperti ini?apa dia bisa tenang?.
"Apa aku telepon?" Kiran menggapai handphonenya tapi dia letakkan lagi karena ragu. Kiran menarik nafas lalu mengetikkan sesuatu dilaptopnya. Tak butuh waktu lama dia segera mencetak sesuatu yang dia ketik tadi. Membacanya dengan seksama takut-takut ada perkataan yang salah. Setelah memastikan semuanya benar dia menandatangi kertas itu. Dia masukkan kedalam amplop. Kiran meneguk air dalam gelasnya sebelum akhirnya pergi dari ruangannya sendiri. Dia berjalan menuju ruangan Baskara yang berada tak jauh dari ruangannya. Dia mengetuk pelan pintu itu.
"Iya masuk.." Suara Bas terdengar.
"Apa aku ganggu?"
"Engga kok. Masuk Ran.." Baskara segera meraih pegangan pintu untuk membantu Kiran.
"Duduk Ran..."
"Makasih..."
"Aku Kiran kamu udah mulai cuti."
"Minggu depan Bas.."
"Kapan prediksi lahiran?"
"Bulan depan.."
"Loh harusnya udah cuti nih."
"Cuti aku cuman 3 bulan, aku pingin lebih lama disetelahnya."
"Oh...gitu."
"Tapi kayanya aku ga akan ambil itu.."
"Ga akan?haruslah Ran.."
"Aku punya pilihan lain Bas.." Kiran lalu menyodorkan sebuah surat yang dia dorong pelan di meja kearah Baskara. Mata Bas kini melihat kearah amplop berwarna putih dengan tulisan 'Surat Pengunduran Diri.' Rupanya ini yang tadi Kiran ketik. Sejak dua hari yang lalu Kiran sudah memikirkan hal ini dan hari ini dia akan menuntaskan semua pekerjaannya yang menggantung. Dia akan mundur dari perusahaan yang dicintainya.
***To Be Continue