Sejak tenggelamnya seluruh daratan, berbagai peristiwa aneh pun bermunculan. Di antaranya adalah kedatangan Armada misterius dari kabut–Nevoa hingga berbagai Monster laut. Orang-orang menyebut masa yang kini mereka hadapi ini dengan sebutan “Last Period” atau masa terakhir, di mana hukuman-hukuman dari Sang Pencipta terus bermunculan sebelum kiamat terjadi. Salah satu bukti perangai hukuman tersebut adalah kehadiran sesosok pembunuh berdarah dingin yang dijuluki Shinigami dari Nevoa. Akan tetapi, ketika ia bertemu dengan salah seorang wanita, kehidupannya pun berubah. Cerita ini akan menceritakan tentang sosok pembunuh tersebut, yang memberontak demi mengabulkan permintaan terakhir dari si wanita yang memberinya secercah cahaya kehidupan, yaitu untuk mencari makna dibalik kata "Kebahagiaan" dan mengungkap fakta dibalik terjadinya "Last Period".
Tenggelamnya seluruh daratan, telah menjadi pertanda awal masa terakhir umat manusia dari diskriminasi penghakiman Sang Pencipta.
Kemunculan Armada misterius dari kabut–Nevoa hingga Monster laut sebagai perangai hukuman Tuhan, memaksa mereka menodai ilmu sihir untuk bertempur, demi meraih secuil kebebasan yang direbut.
Dengan berdirinya pertahanan dunia terbaru yang disebut Ksatria Sihir, umat manusia pun akhirnya memiliki keberanian melawan perangai-perangai tersebut.
Akan tetapi, sejak senjata pembunuh, Shinigami dari Nevoa diturunkan, hal itu tak berlangsung lama.
Meski begitu, ingatlah satu hal....
"Dewi Fortune tetap membuka jalan bagi mereka para pendosa."
****
23 Desember 2204, Perairan Pasifik. Di salah satu kapal tempur, Nevoa.
Hujan badai disertai ombak besar melanda lautan malam itu.
Alarm merah berbunyi, menandakan suatu yang buruk telah terjadi.
"Cepat! Kalau terus begini dia akan melarikan diri!" nampak salah seorang prajurit berteriak mengarahkan pasukannya.
"Apa yang sebenarnya terjadi, Kapten?"
"Tangan kanan Jenderal Richard telah berkhianat! Kita harus menangkapnya sebelum dia lolos!"
Keringat dingin mulai muncul di kening prajurit tersebut. "Maksud Anda, si Tenshi itu?"
"Benar, tak salah lagi. Karena itulah, segera kumpulkan prajurit lainnya di dek kapal! Kita akan mengepungnya langsung di sana!"
"Dimengerti, Kapten!"
Dari berbagai sisi, kini para prajurit bersenjata mulai berkumpul di dek kapal untuk menghadang sosok yang disebut Tenshi. Tampak mereka telah berbaris mengepung memutari sebuah pintu depan dek kapal sembari menunggu sosok yang diduga akan muncul dari sana.
"Ini adalah pertahanan terakhir kita! Jangan biarkan dia lolos! Jika lolos, Jenderal pasti tidak akan memaafkan kita!" seru Kapten.
Wajah-wajah mereka begitu berkeringat karena dihantui oleh rasa takut. Kaki-kaki mereka pun tak kalah gemetar, sampai-sampai terlintas dipikiran mereka untuk kabur. Mengingat musuh yang akan mereka hadapi adalah itu Tenshi.
"Dia datang. Bersiap!"
Keringat panas dingin yang bercampur dengan derasnya hujan, semakin membanjiri wajah mereka. Apa yang akan mereka hadapi, bukanlah suatu yang gampang seperti hari-hari biasanya. Melainkan suatu yang sangat susah untuk ditenangkan, suatu yang mengerikan, suatu bencana, alat mematikan manusia yang tidak punya hati maupun perasaan.
Jantung mereka berdebar di kala keheningan yang sementara ini mulai berkuasa. Tetes derasnya hujan tak menyulutkan mata mereka untuk tetap memandang searah tepat di depan. Sampai ketika, pintu depan dek itu pun akhirnya terpental dan menimpa beberapa prajurit di depannya.
Dari balik pintu tersebut, muncul sesosok pemuda mengenakan jubah serba hitam bertudung. Rambutnya tak terlihat, tapi mata merah menyalanya jelas terlihat. Pandangan yang begitu dingin itu, membuatnya seakan memendam amarah yang begitu besar dibaliknya.
"Tembak!" teriak Kapten sembari mengangkat tangannya untuk memberi aba-aba.
Aba-aba telah diberikan, seluruh prajurit pun kini melepaskan tembakannya tanpa henti ke arah sosok pemuda bertudung yang disebut Tenshi itu.
Tetapi apalah daya, dengan mudah sosok itu menghindarinya.
Sambil menghindari tembakan, kini sosok itu menciptakan pedang sihir berwarna ungu dibalik kedua tangannya. Lalu dengan cepat, ia mendekati satu persatu prajurit dan membunuhnya.
Hanya rintih keputusasaan saja yang bisa didengar oleh sosok ini saat melakukan tarian kematiannya. Sampai ketika, ia tak mendengar lagi suara tembakan yang dilepaskan oleh mereka.
"Aaaaah! Mati kau! Dasar Monster!"
Sebuah teriakan ketakutan prajurit yang tersisa, kini mulai menggema di telinga Tenshi. Sepertinya ia sudah terlalu teledor dalam membunuh musuhnya sampai dibuat tersisa begini.
Dengan putus asa, prajurit tersebut melepaskan tembakannya ke arah musuhnya ini. Namun tetap saja hal itu percuma, tak ada satu pun peluru yang dilepaskannya menembus Barrier—Pelindung Sihir, milik Tenshi.
"M-mustahil! Seharusnya kena!"
Diiringi tatapan dingin, Tenshi pun mendekat ke arahnya.
"Ja-jangan mendekat!" sembari berteriak, beberapa tembakan kembali ia lepaskan.
Lagi-lagi peluru yang dilepaskan prajurit malang itu, tak ada satu pun yang dapat mengenai Tenshi yang kini semakin dekat dengannya.
Sampai ketika sosok pemuda bertudung ini sudah berada tepat di depannya.
Karena saking takutnya, prajurit itu pun termendak. Senjata yang dipegangnya juga ikut terlepas. Tubuhnya begitu gemetar, karena malaikat kematian yang siap mencabut nyawanya kini berada tepat di hadapannya.
"Ja-jangan bu-bunuh aku! A-ampuni aku!"
Tak ada sedikit pun dari raut wajah Tenshi yang menggambarkan kepedulian terhadap prajurit yang bernasib malang tersebut. Malah aura untuk membunuh sajalah yang kini tergambar jelas di wajahnya.
Sembari mengayunkan pedang sihirnya, Tenshi pun berucap. "Pendosa sepertimu ... tidak layak berada di dunia ini...."
"Ja-jangan b-bunuh aku. Jang—!" sebelum menyelesaikan kata-kata terakhirnya, sosok ini sudah membelahnya menjadi dua bagian.
Diguyur derasnya hujan, darah demi darah tersebut kini mulai membasahi wajah dan pakaiannya. Kedua pedang sihirnya yang juga ikut berlumur darah pun diimbaskan ke dua arah yang berbeda untuk menandakan bahwa ia telah membunuh banyak prajurit di sekitarnya layaknya sebuah mesin pembunuh.
Prok! Prok! Prok!
Suara tepuk tangan, seketika terdengar dari atas loteng kapal. Nampak di sana terdapat seorang pria berambut pirang berpakaian milliter khas Jerman, dengan raut sinisnya menyorot tajam ke arah Tenshi.
"Luar biasa, dengan mudah kau telah membasmi pasukanku," ucapnya.
"Richard...." Tenshi menatap dingin pria yang memiliki nama Richard tersebut.
Dengan dikomando oleh dua orang gadis memakai mantel bajak laut, bala bantuan bersenjata pun seketika mulai berdatangan mengepung Tenshi dari berbagai arah.
"Oi! Oi! ada apa malaikatku? Apakah kau bisa mengalahkan pasukanku kali ini? Dengan Mana-mu yang terbatas oleh segelmu itu?" remeh Richard, "pasti sudah sampai batas, akibat pertarungan tadi kan?"
"Apa kau mau membuatku tertawa? Dengan Mana-ku yang sekarang, aku masih bisa membasmi kalian semua ... termasuk kau ... Richard!"
"Heeeh ... benarkah? Aku sangat menantikan hal itu ... wahai malaikat kematianku."
Dengan mengangkat sebelah tangannya, Richard pun memerintahkan seluruh pasukannya tersebut untuk menyerang Tenshi.
Ribuan peluru kini dilepaskan. Akan tetapi, sama seperti sebelumnya. Karena Barrier milik Tenshi, maka tak ada satu pun peluru yang dapat mengenainya.
Tiba-tiba angin mulai berkumpul di sekitar kaki Tenshi, perlahan ... sampai menuju ke sekelujur tubuhnya.
Semakin lama angin tersebut semakin besar mengelilingi dirinya. Para prajurit yang melihatnya pun mulai dibuat takut serta ragu untuk melanjutkan tembakannya.
Kini sosok pemuda bertudung ini menutup mata merahnya perlahan, sembari menghembuskan napas yang dalam diiringi merapalkan sebuah mantra.
"Storm ... Wind...." ucapnya dengan tenang.
{Badai Angin}
Semua prajurit yang mengepung Tenshi pun seketika terpental oleh angin ke berbagai arah hingga tak jarang di antara mereka tercebur ke laut. Di kala itulah kesempatan bagi sosok ini untuk pergi meninggalkan kapal.
"Eagle! Rhinos!" menanggapi gerak-gerik Tenshi, Richard langsung berseru kepada kedua gadis yang diduga bawahannya itu.
Otomatis mereka berdua pun bergerak dengan cepat, mencegat pelarian sosok bertudung ini ke buritan kapal.
Dengan mengeluarkan pisau besar yang melekat di kedua lengannya, salah satu gadis yang bernama Rhinos itu pun mendekati Tenshi dan menyerangnya secara langsung. Namun dengan sigap, sosok ini tangkis dengan kedua pedangnya.
"Kenapa ... kenapa kau berkhianat T-001?!" Rhinos bertanya, dengan sorot mata yang tajam menatap Tenshi.
Meski begitu, sosok ini tak berupaya untuk menanggapinya.
Gadis pendek bersurai kecoklatan ini pun mengambil celah lain untuk mencoba menyerangnya. Namun dengan sigap Tenshi sadari, dan langsung menangkisnya.
Pertarungan adu dua pedang di antara mereka berdua pun untuk sementara kini tidak bisa dihindari.
Di waktu yang bersamaan rekan Rhinos, gadis bernama Eagle ini kini sedang merapalkan sebuah mantra sihir.
Butiran-butiran cahaya berwarna jingga seketika berkumpul, lalu membentuk lingkaran sihir di sekitar kaki dan kedua telapak tangannya yang di arahkan kepada sosok pemuda bertudung tersebut.
"Luminous Wind!" ucapnya.
{Cahaya Angin}
Tiba-tiba sinar cahaya dengan jumlah besar keluar dari kedua telapak tangan gadis bersurai blonde twinstail ini dan langsung dengan cepat menuju ke arah Tenshi.
Tenshi yang dari tadi bertarung melawan Rhinos sadar ada jumlah Mana yang sangat besar sedang menuju ke arahnya. Dengan segera, sosok pemuda bertudung ini pun melompat menghindari serangan tersebut.
Bhuum!!
Ledakan pun terdengar, sehingga membuat lantai dek kapal ini berbekas.
Setelah berhasil mengindari serangan Eagle tadi, Tenshi langsung mengambil kesempatan ini untuk melarikan diri pergi meninggalkan kapal.
Di kala ia kembali berlari menuju keburitan kapal, lagi-lagi ia disusul oleh Rhinos dan Eagle.
"Biarkan! Jangan susul dia!" teriak Richard kepada kedua Bawahannya.
Sesuai perintah, Rhinos dan Eagle pun berhenti mengejarnya.
Tatkala sampai, Tenshi langsung melompat ke arah pagar penyangga dan berdiri di atasnya. Ia pun membalikkan badannya ke arah Richard dan kedua bawahannya.
Nampak jelas, tatapan Tenshi yang begitu dingin ini, kini menyorot tajam ke arah mereka bertiga. "Aku pasti akan membalaskan dendammu ... itu pasti! Meski harus melawan seisi dunia, aku pasti akan memenuhi tujuanmu!" benaknya.
Meski diterpa badai serta ombak besar, kapal tersebut tetap saja pada akhirnya akan bergoyang meiringi irama laut. Tapi hal itu tidak menggoyahkan Tenshi untuk pergi meninggalkan kapal yang pernah membesarkannya ini.
Sosok pemuda bertudung ini pun perlahan menutup mata merahnya, lalu menjatuhkan dirinya ke laut.
Suasana di kapal itu pun akhirnya kembali tenang setelah kepergiannya.
****
"Tenshi telah menghilang dari radar kita. Apa yang harus kita lakukan sekarang, Jenderal?" tanya salah satu prajurit.
"Biarkan! Jika kita menyerangnya itu pun percuma!" tanggap Richard yang kini tengah berada di ruang kendali utama kapal sembari memandangi lautan yang penuh badai itu dari balik kaca. Ia pun berseru, "Rhinos!"
Rhinos yang dari tadi menunggu perintah, langsung berhadap kepadanya. "Iya, Jenderal!"
"Aku perintahkan kau untuk mencari itu Tenshi dan awasi dia!"
Ia berseru, tapi tidak menatap langsung gadis pendek bersurai kecoklatan ini. Dari tadi, pria ini hanya memfokuskan pandangannya ke arah lautan.
"Dimengerti, Jenderal!"
Rhinos pun perlahan menjauh dari hadapan atasannya ini untuk pergi mencari sosok Tenshi itu di tengah badai yang melanda lautan.
Sementara waktu, suasana di dalam ruang kendali utama itu kini kembali terasa hening.
"Apa tidak apa-apa, jika dibiarkan seperti ini, Jenderal?" karena khawatir, Eagle yang dari tadi berada di sampingnya pun bertanya.
"Tidak apa-apa. Di mana pun Tenshi itu berada ... tetap saja dia tidak akan bisa mengubah jati dirinya sebagai alat pembunuh terbesar umat manusia, itu karena...." nampak senyum licik sekilas terukir di wajahnya, "dia adalah malaikat kematianku yang paling terkuat."
Hujan nan lebat serta ombak yang begitu besar, kini mulai menutupi kapal tersebut dibalik dinginnya malam. Semakin lama sosok dari besi terapung ini semakin tak terlihat oleh pandangan mata. Hingga akhirnya menghilang di telan oleh badai besar yang melanda sekitarnya.
Dan sejak saat itulah, pihak Nevoa pun kehilangan kartu andalannya. Hal ini membuat geger seluruh negara-negara di permukaan laut dunia, terutama Jepang.
Akan tetapi, hal itu tidak membuat kelompok misterius dari kabut ini luluh dari kekuasaannya. Kini mereka telah bersiap untuk sesuatu yang besar, sesuatu yang mengerikan, sesuatu yang berada di luar akal manusia.
Demi satu tujuan. Benar sekali, demi menghancurkan, menghilangkan, memusnahkan peradaban dari umat manusia di masa terakhir ini sebelum hari penyaksian Sang Pencipta terjadi.
Di kala itu terjadi, apakah ada seseorang dapat menghentikannya?
To be Continued....