Setahun berlalu semenjak Wijaya, seorang penembak runduk dari Nusa Antara, bergabung dengan regu khusus stielkruger bernama Vrka. Mereka kini ditugaskan untuk memerika sebuah daerah di Siberia Tenggara yang rawan dan mendadak kehilangan kontak dengan dunia luar. Kejanggalan informasi yang mereka dapatkan menumbuhkan kecurigaaan anggota regu akan seluruh situasi di sana. Namun, demi mencari tahu kebenaran dan menegakkan cita-cita LUNA, mereka terjun ke area yang menjadi perangkap untuk anjing-anjing kepala Dewan Pimpinan LUNA macam mereka.
"Siberia? Siberia katamu, Pak Tua? Buat apa kita ke sana?"
Lev memprotes. Perempuan mungil berambut pirang sebahu itu menekuk wajah tirusnya kesal sambil terus berjalan di lorong beton bercat perak ini. Mata birunya menatap kesal dan bibir cemberut. Dia mengenakan jaket militer berwarna hijau gelap yang jelas tampak kebesaran untuk tubuhnya.
Berjalan di depannya adalah Boris, seorang laki-laki yang lewat separuh baya dan berambut cokelat pendek yang sudah beruban separuh. Wajahnya bengis dan dingin dengan rahang kotak yang kokoh. Dadanya bidang, tubuhnya tegap, serta kakinya yang mengenakan sepasang sepatu boots hitam melangkah mantap. Tidak sedikitpun tampak pertanda usia menggerogoti tubuhnya.
"Memancing di air keruh," jawab Boris datar.
"Pak, tapi bukannya regu kita memang selalu disuruh memancing di air keruh?" tanya Wijaya. Lelaki berambut hitam pendek, bertubuh jangkung, dan berkulit sawo matang itu sebenarnya ada di sini karena diseret oleh Lev yang mendadak kesal saat melihat Boris.
"Itu artinya tidak ada masalah untuk kita."
"Hoi, Pak Tua, aku punya segudang masalah kalau kita pergi ke Siberia Timur!"
Wijaya mendengus, "Kapan kau tidak punya masalah saat kita akan melakukan misi, Lev?"
Lev menunjuk Wijaya kesal, "Saat kau berhenti ikut campur, pemula. Setidaknya tunjukkan rasa hormat sedikit pada orang dengan pangkat lebih tinggi darimu."
"Lev," Boris berdeham, "berapa kali harus kuingatkan kau bahwa regu kita berada di luar pangkat dan strata militer? Tapi kalau kau mau bersikeras menggunakan itu, Mayor, kau seharusnya lebih sopan pada seorang Kolonel tua."
"Tapi aku tetap mentornya Wijaya, aku lebih senior!" Lev setengah menjerit. "Dan buat apa kalian berdua mengalihkan isu pembicaraan ini? Kalian berdua bersekongkol ya."
Boris menghela napasnya. Dia berhenti dan berbalik menghadap Lev, "Lev, para kepala Dewan Pimpinan LUNA yang memberikan instruksi agar regu Vrka ke sana."
"Lalu siapa yang mengajukan ini ke Dewan Pimpinan?"
Boris tidak langsung menjawab. Dewan Pimpinan yang mereka berdua maksud adalah dewan yang terdiri dari kepala-kepala negara yang menjadi anggota Liga Unifikasi Negara-negara Ayuria, atau LUNA.
Negara-negara yang bernaung di LUNA masih merupakan negara sendiri dan berdaulat. LUNA berfungsi untuk memastikan tidak ada perselisihan dalam dagang, ekonomi, wilayah, dan politik.
Walau tiap negara masih memiliki militer mereka tersendiri, sebagian harus diserahkan pada LUNA dalam kesatuan militer yang dipimpin oleh Dewan Pimpinan. Kepala negara dari lima negara pelopor LUNA adalah yang disebut sebagai kepala Dewan Pimpinan.
Kelima negara itu adalah Uni Republik Petersburg-Siberia, Kekaisaran Nichi, Kekaisaran Konstitusional Qing, Republik Sosialis Rakyat Vedhanic, dan Persekutuan Dagang Republik Perdagangan Nusa Antara.
Regu mereka, Regu Vrka, adalah regu khusus yang dibentuk untuk menjalankan perintah dari Dewan Pimpinan tanpa terikat peraturan dan hierarki militer. Karena itu, menurunkan mereka ke dalam tugas bukanlah hal yang mudah dilakukan karena diperlukannya persetujuan dari setidaknya empat dari lima kepala Dewan Pimpinan.
Boris menggeleng, "Tidak ada yang mengajukan ini ke Dewan Pimpinan. Permintaan diajukan langsung kepada kepala Dewan Pimpinan melalui Presiden Alexei Dragunov."
"Dan kepala Dewan Pimpinan setuju untuk mengirim kita?" tanya Wijaya.
"Karena kita memang seharusnya dikirim ke sana," sela seorang laki-laki jangkung dengan rambut hitam legam yang agak panjang. Wajahnya agak lonjong, dia memakai kacamata bingkai separuh berbentuk kotak, ekspresinya dingin. Dia adalah Kwang dan berasal dari Republik Rakyat Yuan, sebuah negara di pulau lepas pantai Kekaisaran Konstitusional Qing.
"Apa maksudmu, mata-mata?"
Kwang mengangkat bahu sambil berjalan melewati mereka, "Kau akan tahu saat pengarahan besok, Lev."
"Siapa yang mengajukan ini ke Alexei?"
"Dmitriyev," jawab Boris. "Pimpinan divisi kelima Siberia. Andrei Dimitriyev."
"Dmitriyev?" mata Lev membesar. "Berarti kita akan ke Siberia Tenggara? Bukannya bedebah itu selalu agak sinis dengan keberadaan angkatan bersenjata LUNA? Apalagi anjing-anjing pemburu suruhan Dewan Pimpinan macam kita."
Boris menghela napasnya, "Kita bicarakan ini besok." Setelah itu dia melangkah pergi sambil berbincang dengan Kwang.
Lev tidak bergerak dari posisinya dan ia menggigiti kuku jempol kanannya.
"Kau tidak takut kukumu rusak?" tanya Wijaya.
"Tutup mulutmu, Wijaya."
"Kau kenapa, sih?"
"Aku alergi dengan Siberia!"
"Bukannya kau sendiri separuh Siberia?"
Lev berjalan meninggalkan Wijaya sambil menggerutu, "Memangnya kenapa? Kalau separuh DNA ku dari sana bukan berarti aku tidak bisa alergi dengan tempat itu kan?"
Wijaya memandang Lev sebentar sebelum menggeleng dan melangkah ke arah sebaliknya. Melihat tingkah rekan-rekannya, terkadang dia heran bagaimana Regu Vrka bisa selamat mengerjakan misi-misi yang ditugaskan para kepala Dewan Pimpinan LUNA.
Menggabungkan beberapa orang dengan latar belakang dan asal negara yang berbeda memang terdengar absurd. Berbagai kepribadian macam itu akan berbenturan, belum lagi posisi mereka sendiri mungkin diakibatkan manuver-manuver politik di Dewan Pimpinan.
Namun, di luar perselisihan internal mereka, regu ini bisa bekerja dengan efektif selama ego masing-masing masih bisa dikendalikan. Boris tampaknya berhasil melakukan itu dengan cukup baik. Wijaya harus mengakui peran yang disematkan karena spesialisasi masing-masing anggotanya cukup berperan penting dalam keberhasilan mereka. Wijaya sendiri baru setahun dimasukkan menjadi anggota regu ini, itupun karena pencapaiannya sebagai penembak runduk.
Hal itu juga pada awalnya menjadi pertanyaan bagi Wijaya. Karena regu ini bukan regu pasukan khusus personil, tetapi regu khusus stielkruger.
Wijaya mencapai sebuah hangar besar tempat berjejernya robot-robot tempur dengan tinggi setidaknya lima meter, atau yang dikenal sebagai Stielkruger. Tubuh raksasa-raksasa besi dengan berbagai rupa itu di cat hitam. Di dada kiri mereka terdapat lambang serigala melolong ke bulan sabit.
Dia berjalan menghindari para mekanik yang berlalu lalang, lalu berhenti di depan salah satu stielkruger. Tubuh stielkruger itu lebih ramping dibandingkan yang lain di hangar ini. Akan tetapi, bahu dan lengan bawahnya besar. Bentuk kepalanya seperti helm pasukan mongol di zaman dulu dengan tambahan kaca penutup mata yang menutupi delapan kamera multifungsi di baliknya.
Namanya ORL-06 Subutai, diambil dari nama salah satu jendral utama Genghis Khan.
Mengingat soal nama, Wijaya merasa sedikit getir di dalam hati. Stielkruger sendiri tidak memiliki arti. Robot-robot tempur ini diturunkan dari stahlkluger yaitu robot-robot konstruksi yang dikembangkan di Kerajaan Elektif Prusia. Tentu saja tidak perlu waktu lama bagi pihak militer untuk menggunakan teknologi tersebut demi kepentingan persenjataan.
Walau mereka dengan cepat menjadi populer di kalangan militer, tidak sedikit kalangan sipil yang membenci mesin tempur ini. Oleh karena itu nama baru pun terlahir, Stielkruger, sebuah plesetan dan cemoohan karena pergeseran penggunaan teknologi mulia menjadi mesin pembunuh.
Mesin pembunuh tanpa arti, nasib mereka kurang lebih sama dengan Wijaya.
"Subutai akan siap dalam tiga hari," sapa seorang perempuan berkamata, berkulit pucat, dan rambut hitam panjang sepunggung. Rambutnya diikat kuncir kuda dan diselipkan dari celah pada topinya. Saki, perempuan itu, melanjutkan, "kita mendekati musim semi di daerah sana, itu artinya kami harus menambahkan modifikasi untuk lumpur, selain oli tahan dingin."
Wijaya memiringkan kepala, "Jadi kalian tahu lebih dulu daripada kami?"
Saki menggeleng, "Hei, kami perlu bekerja lebih awal. Boris hanya menyatakan tempatnya dingin dengan kondisi tanah dan alamnya. Dari data yang dia berikan, aku lebih kurang bisa menebak areanya ada di Siberia Tenggara."
"Dan dia baru akan memberi tahu kami detailnya besok."
"Mendengar teriakan Lev tadi, aku bisa mengerti mengapa," Saki mengangkat bahunya acuh tak acuh. Dia lalu terdiam, membuat keadaan di antara mereka berdua jadi agak canggung.
Setelah beberapa saat, Saki menghela napas, lalu berkata lirih, "Maaf kalau aku selalu mengatakan ini sebelum kalian memulai misi tapi… bisa tolong kau jaga kakakku?"
Wijaya tersenyum, "Akan kupastikan dia selamat. Kalau ada apa-apa terjadi padanya, Kekaisaran Nichi akan mengamuk pada Dewan Pimpinan."
"Kau juga harus selamat."
"Apa?" Wijaya mengernyit, dia tidak mendengar Saki terlalu jelas.
Saki menghela napas, "Kubilang tadi, kalian semua juga harus selamat, kalian semua aset penting untuk penelitian kami."
"Sepertinya kau tidak berbicara sepanjang itu tadi."
"Kau memotongku," Saki menggeleng. Dia mengambil sebuah pistol berbentuk aneh dengan laras agak panjang dan memberikannya pada Wijaya sambil berkata, "Aku sudah mendapatkan ijin dari Kolonel Boris, kalau kau merasa perlu mendiamkan beberapa orang dalam regu, gunakan benda ini. Dosisnya seharusnya cukup untuk menidurkan orang dewasa."
"Kalian menyerahkan benda berbahaya macam ini padaku?"
Saki melangkah pergi. Dia melambaikan tangan dengan acuh tak acuh, "Kata Kolonel, kau yang paling bisa dipercaya membawa benda macam itu. Kau harus memberikan aku laporan setelah misi kalian selesai nanti."
Wijaya tersenyum kecil. Setidaknya benda yang diberikan Saki ini tidak bisa dipakai menghabisi nyawa orang. Mungkin dia tidak sepenuhnya hanya sebuah mesin pembunuh tanpa arti.