"Apa kamu akan berpihak padaku jika akhirnya kamu juga menjadi boneka seperti yang lainnya?" -William Alexander.
.....
"Sepertinya hubunganmu dengan ayahmu sedikit buruk." Ucap Rose yang datang menghampiri William yang sejak tadi memandangi pohon bonsai yang terletak di pusat kamarnya.
Rose memang mengobrol sebentar dengan Jane sebelum akhirnya memutuskan untuk menghampiri William yang sejak selesai makan ia langsung mengurung diri dikamarnya.
William hanya melirik tapi tidak menjawab lalu kemudian memilih menyiram pohon dan mengabaikan Rose.
Rose tidak tahu mengapa William malah mengabaikannya tapi justru itu malah membuatnya semakin penasaran dan terus membuntuti langkah William.
"Apa kalian selalu seperti itu?" Tanya Rose sekali lagi.
"Apa kamu mengira seseorang yang berbicara sambil tersenyum sama dengan memiliki masalah yang tersembunyi?" Tanya William menahan sabar ketika kekesalannya mulai mencuat karena Rose membahas hubungannya dengan Jackson.
"Aku melihat amarah dimatamu saat berbicara dengan ayahmu." Jawab Rose tanpa sungkan, ia selalu senang memancing kekesalan William walaupun ia tahu jika William akan segera berubah menjadi menakutkan.
William menghela nafas dalam sebelum akhirnya menatap Rose dengan dingin.
"Kamu berbicara seolah kamu mengenalku dengan sangat baik. Mengapa kamu sibuk mengurusi hubunganku dengan ayahku jika kamu berniat untuk membuatku jatuh cinta padamu? Aku sarankan sebaiknya kamu tidak pernah membahas hal seperti ini lagi." Ucap William memperingatkan, ia tidak main-main dengan ucapannya, sorot matanya yang tajam menjelaskan segalanya.
Tapi seolah tidak perduli, Rose malah melangkah semakin mendekat dan berkata "Apa lukamu berasal darinya?" Tebak Rose.
William mengeratkan giginya, Rose sungguh menguji kesabarannya.
"Perlukah aku berpihak pada ayahmu?" Lanjutnya menantang tapi kali ini William tidak dapat menahan kekesalannya, tanpa peringatan William mencengkram kedua lengan Rose dengan kuat sehingga Rose meringis kesakitan.
"Aku peringatkan, jangan membuatku hilang kesabaran!" Tegur William dengan suara tertahan, sorot matanya menggelap, Rose dapat melihat dari dua bola mata William yang memancing tajam jika ia sangat marah.
"Aku senang membuatmu menjadi marah jadi aku tidak perlu repot-repot membuatmu jatuh cinta padaku, kamu bisa segera..."
"... Menceraikan mu?" Potong William.
William menyeringai dan melepaskan cengkraman tangannya yang menyisakan bekas memerah dikedua lengan Rose tapi sedetik kemudian William langsung menarik tubuh Rose merapat padanya.
"Tidak akan pernah, aku akan membuangmu jika aku sudah bosan tapi jangan mengira aku akan menceraikan mu karena aku muak padamu. Sebanyak aku muak padamu aku yakin kamu jauh lebih muak padaku bukan? Maka jangan pernah berharap bisa melepaskan diri dariku dengan cara memancing amarahku seperti ini!" Ucap William, ucapan peringatan yang membuat seluruh tubuh Rose menjadi lemas, Rose tidak sempat menjawab karena William telah lebih dulu mendorong tubuhnya hingga ia terhempas kelantai.
Apa yang dilakukan William membuat Rose semakin membencinya, harga dirinya terluka, tapi Rose bukanlah seseorang yang akan menerima kemalangan dan meratapi nasibnya, tidak perlu menunggu lama untuk Rose bangkit dan segera menyusul langkah William, menghalangi langkah William yang hendak keluar dari kamar dengan wajah kesalnya.
"Dasar pria kasar!" Ucap Rose yang geram dan langsung mendorong tubuh William sekuat tenaga tapi William sama sekali tidak kehilangan keseimbangannya.
"Berat sekali." Gumam Rose sambil terus berusaha mendorong tubuh William.
Apa yang dilakukan Rose tanpa sadar membuat William melupakan amarah hatinya, dan tidak kuasa menahan tawanya.
"Apa yang kamu lakukan?" Tanyanya William yang masih terkekeh pelan.
"Apalagi? Tentu saja membalasmu!" Jawab Rose yang masih tidak gentar dan berusaha untuk mendorong tubuh William.
Jawaban polos Rose semakin membuat William tertawa sambil berkata "Berusahalah lebih kuat lagi!"
"Aku sedang berusaha bodoh!"
"Oh astaga aku merasa tubuhku akan jatuh." Goda William mengejek padahal tubuhnya tidak bergeming sama sekali.
"Lihat saja! Aku akan membuatmu jatuh seperti kamu mendorongku tadi!" Ucap Rose gigih yang percaya William nyaris terjatuh. "Apakah kamu makan batu?" Tambahnya.
William akhirnya tersadar, ia termakan amarahnya sehingga berbuat kasar kepada Rose dan kini ia menyesali perbuatannya.
Merasa bersalah, akhirnya William sengaja menjatuhkan dirinya tapi malah membuat Rose ikut terjatuh bersamanya tepat menindih tubuhnya.
"Sakit bukan?!" Tanya Rose galak tapi hatinya merasa puas karena telah berhasil merobohkan tubuh besar William. Ia kemudian berusaha untuk beranjak bangun dari atas tubuh William tapi William menahannya dengan memeluknya erat.
"Lepaskan aku!" Ronta Rose tapi William tetap menahan tubuhnya.
"Maafkan aku." Ucap William menyesal yang seketika membuat Rose terdiam.
"Aku tidak seharusnya bersikap kasar padamu walaupun aku sedang marah." Lanjut William semakin mengeratkan pelukannya.
Sialnya, kekesalan Rose seketika menghilang hanya karena William sekali meminta maaf dengan sangat mudah dan dengan posisi yang memaksa.
"Aku sungguh menyesal."
"Sudahlah tidak perlu dibahas, aku sudah sering mendapatkan perlakuan kasar sejak lama." Ucap Rose lemah, entah kenapa tiba-tiba saja Rose kembali mengingat masa kecilnya yang selalu di-bully oleh beberapa sepupunya kecuali Ghani.
Kini William dua kali lebih menyesali perbuatannya, ia membuat Rose mengingat kembali luka masa lalunya.
"Sayang, aku berjanji ini yang pertama dan terakhir. Aku tidak akan pernah mengulanginya."
"Sudahlah Will, lebih baik kamu lepaskan aku sekarang! Apa kamu merasa tidak berat karena aku menindih tubuh mu terus seperti ini?" Ucap Rose yang memilih mengalihkan pembicaraan.
William tidak bisa lagi mendesak Rose, ia tidak ingin ada perdebatan lagi yang akan memperburuk suasana jadi ia melepaskan tubuh Rose dan membiarkannya beranjak menjauh.
"Bagaimana caranya untuk menebus kesalahanku? Aku akan melakukan segalanya apapun yang kamu inginkan." Tanya William mendekat.
"Apapun?"
"Apapun!"
"Janji?"
William menelisik makna dibalik sorot mata Rose yang berbinar dengan penuh curiga sebelum akhirnya menyambut tautan kelingking yang Rose ajukan.
"Janji!"
Inikah yang dinamakan 'hikmah'? Rose tidak dapat lagi menyembunyikan senyuman kemenangannya karena tiba-tiba mendapat ide cemerlang untuk mengusik ketenangan William.
"Baiklah, aku akan memaafkan mu, asalkan kamu mau mengembalikan ponselku dan..."
"Dan apa?"
"Aku akan memikirkannya nanti tapi sebelum itu kembalikan dulu ponselku!" Sahut Rose, William memang mengabaikan setiap pertanyaannya tentang keberadaan ponselnya tapi karena William sudah berjanji maka kali ini ia pasti akan mendapatkan ponselnya kembali dan dapat melihat kabar berita melalu akun media sosialnya.
"Aku akan memberikan ponsel yang baru." Jawab William gugup.
"Aku tidak mau yang baru, aku hanya mau ponselku!"
Kini kegugupan William semakin terlihat, dengan ragu-ragu ia kembali berkata "Aku sudah membuangnya kelaut." Cicitnya pelan.
"APA?!" Rose memekik melengking setelah mendengar jawaban William.
"Mengapa kamu membuangnya kelaut?"
"Karena aku tidak suka."
"Tapi itu ponselku bukan ponselmu, kamu tidak perlu membuangnya jika tidak suka karena aku sangat menyukai ponselnku!"
"Nanti aku belikan yang baru, yang lebih bagus dari ponselmu ada banyak mengapa kamu harus mengomel padaku!"
Rose menarik nafas dalam, baru saja ia ingin melupakan kekesalannya dan kini ia sudah kembali kesal mendengar jawaban William yang tidak merasa bersalah sama sekali.
"Karena itu adalah ponselku, kamu tidak boleh seenaknya saja membuang ponselku tidak perduli banyaknya uang yang kamu miliki, itu sungguh kelewatan!"
"Aku hanya tidak ingin kamu mengingat mantan kekasihmu karena ia rela jauh-jauh datang dengan alasan membawakan ponselmu! Aku tidak ingin dan aku tidak suka jika istriku memikirkan pria lain walaupun sedetik." Sahut William geram, ia sangat kesal sehingga tidak sadar dengan apa yang baru saja diucapkannya.
"Kamu cemburu?" Sergah Rose menatap curiga.