webnovel

Alfano Gibadesta

Kissela berjalan dengan terburu-buru di lorong rumah sakit, ia merasa sangat bodoh dengan berpura-pura tidak tahu apapun seperti itu. Jelas ia tahu apa yang menjadi kelemahan nya adalah berbohong. Sedikit memukul kepalanya pelan.

"Ahhh bodohnya aku" ujarnya.

"Dokter Kissela, tunggu sebentar" seorang dokter muda memanggil nya.

"Dokter Danu, ada yang bisa saya bantu?" Ujar kissela saat melihat dokter muda itu menghampirinya.

"Aku mencarimu kemana-mana dan ternyata kau di sini, ayo kita makan siang" dengan wajah yang sangat teduh dokter berkebangsaan Indonesia ini mengajak Kissela.

"Maaf, baru saja aku selesai mengurus pasien VVIP itu" balas Kissela sambil memutar matanya jengah.

Dokter Danu tertawa, ia cukup mengenal Kissela yang sangat penyabar dalam menghadapi berbagai macam pasien. Namun dilihat dari raut wajahnya kali ini ia cukup kewalahan.

"Bersabarlah dia kan anak bos kita, jelas kau tidak mau dipecat bukan" ujar Danu dengan sedikit membelai puncak kepala dokter cantik itu.

"Haiss kau membuat rambutku berantakan, sini biar kubalas" seru Kissela.

Dengan gesit dokter Danu mengelak dan mengapit leher Kissela layaknya seorang teman dan membawanya menuju kantin khusu staff rumah sakit.

Dari kejauhan terlihat Ganesa memperhatikan keduanya dengan tatapan tajam penuh dengan selidik.

Sedikit mendengus lalu ia berbalik pergi.

Bruk!!!

"Aihhsss! Siapa yang menaruh air kotor ini di sini!" Serunya mengejutkan beberapa perawat yang berada tidak jauh dari nya.

Lalu datanglah seorang gadis berpakaian ofice girl dengan tergopoh-gopoh membawa kain pel ditangannya.

Mata gadis itu membulat begitu melihat air kotor berceceran di lantai yang sudah ia pel parah nya air itu mengenai seorang pria yang sedang menatapnya tajam.

Dengan cepat ia menarik tempat air itu dan menunduk meminta maaf, berkali-kali ia meminta maaf namun orang di depannya masih belum mengeluarkan suara barang sedikit.

Dengan sedikit keberanian, gadis itu melirik dengan takut kearah Ganesa yang masih menatapnya.

"Aku minta maaf, tuan" gumamnya.

Ganesa terdengar mendengus lalu pergi begitu saja. Gadis itu menghembuskan nafas melihat Ganesa yang pergi begitu saja.

"Cath, kau tidak apa?" Tanya seorang ofice boy yang merupakan kepala bagian kebersihan.

"Iya aku tidak apa-apa, semua baik-baik saja" serunya nyaring. Dia memegang gadis yang periang.

^^^^^°

Kissela dengan enggan membawa wadah makanan kedalam kamar vvip yang di tempati oleh Fano. Padahal ia sudah berhasil mencari alasan untuk tidak bertemu lelaki itu sejak tadi, namun mau bagai manapun makan malam pasti akan datang dan ia harus bertemu lagi dengan Fano.

"Selamat malam, tuan. Waktunya makan malam" ujarnya saat membuka pintu.

Seketika ia terdiam saat tidak menemukan siapapun di dalam ruangan itu. Dahinya berkerut matanya menjelajah ruangan ia berjalan kearah meja di ruang tunggu dan menaruh wadah makanan yang ia bawa dia atas nya.

"Kau mencariku?" Sebuah suara mengejutkan nya.

Dengan cepat ia berbalik dan mendapati lelaki itu sedang bersandar di pintu masuk ruangan itu. Dengan gugup Kissela mendekat kearah Fano, ia meraih lengan lelaki tampan itu dengan lembut.

"Kenapa anda melepaskan infus ini" ujarnya selayaknya seorang dokter.

Membuat Fano sedikit terbuai, namun dengan sekali sentakan Kissela kini sudah berada didalam dekapannya. Wajah keduanya sangat dekat, bahkan Fano dapat merasakan hembusan napas memburu dari Kissela.

"Kau mau tau apa alasanku saat ini berada di sini?" Tanya Fano.

Kissela masih diam tanpa bisa melakukan apapun. Dengan perlahan Fano mendekatkan wajahnya pada telinga dokter cantik itu.

"Aku terus bergairah setelah malam itu, dan aku menggunakan tangan ku secara berkali-kali" lanjut Fano tepat di depan telinga Kissela lalu menjilat nya.

Kissela berusaha agar tidak terjebak dalam keinginan hatinya untuk membalas apa yang dilakukan Fano. Perlahan ia mengurai dekapan hangat Fano.

"Bagaimana jika kita lupakan semua yang pernah terjadi, aku rasa itu hanya hal biasa untuk orang dewasa seperti kita, bukan begitu?" Ujarnya bertanya pada Fano yang mengalihkan tatapannya.

"Apa itu yang pertama untukmu? Kurasa tidak melihat seberapa hebat permainanmu" lanjut Kissela saat tidak menemukan jawaban dari Fano.

Fano berjalan menuju sebuah sofa di ruang itu.

"Tentu. aku hanya masih penasaran denganmu, itu saja"

Mendengar itu Kissela merasakan sebagian dari hatinya berdenyut nyeri. Jelas ia tidak mau Fano menganggap bahwa malam itu hanya karena penasaran.

"Baiklah, sekarang sudah masuk jam makan malam anda, silahkan" ujar Kissela memberikan wadah makanan kepada Fano.

"Kau bisa pergi" ujar Fano singkat.

Kissela mengangguk lalu pergi meninggalkan Fino yang menahan emosi nya. Rahangnya mengeras dan wadah makanan yang berada didepan nya ia lempar untuk mengurangi rasa kesalnya.

"Brengsek! Kau akan ku buat bertekuk lutut di hadapanku, kelinci kecil".

Di lain sisi Kissela berjalan menahan genangan air mata yang sudah mendesak. Entah kenapa tiba-tiba dia sangat emosional dalam menghadapi perkataan pasien nya satu ini. Ia terus berjalan cepat kearah taman rumah sakit.

"Hei, Kissela" ujar seseorang yang menahan lengannya.

Kissela tidak menoleh ia menyembunyikan wajah nya dari orang tersebut.

"Kissela, ada apa? Lihat aku" seru dokter Danu.

Kissela hanya menggelengkan kepalanya, ia juga merasa bingung dengan dirinya.

"Kau menangis? Astaga ada apa sebenarnya? Kau bisa bicara denganku" ujar dokter Danu membawa Kissela kedalam dekapannya.

Dari jendela ruangan rumah sakit yang mengarah kearah taman terlihat seorang pria menatap kearah keduanya. Tangannya mengepal kuat, ia merasakan rasa tidak rela jika dokter cantik itu disentuh oleh lelaki selain dirinya.

"Kau melihat apa?" Tanya Al yang baru saja tiba.

Tak mendapatkan jawaban, ia ikut melihat kearah pandang Fano.

"Wahh lihat itu, romansa para dokter muda" seru Al dengan nyaring.

"Sangat menggelikan," seru Fano, " ada apa kau kesini!?" tanyanya pada Al.

"Tidak ada, aku hanya bosan di rumah" ujarnya seraya merebahkan diri di atas tempat tidur pasien.

Fano mendengus, "bosan? atau hanya kabur dari perjodohan orang tua mu?" tuturnya dengan nada mengejek.

Al tertawa dengan nada sarkas, menatap tv yang menayangkan nilai saham.

"Setidaknya aku tidak sepertimu yang merana menahan gairah seorang dokter cantik".

"Brengsek kau!" Serunya menyerang Al dengan melempar bantal sofa.

Mereka bertingkah seperti anak kecil pada malam itu dan berakhir dengan tertidur.

Fano di sofa panjang dan Al di atas tempat tidur pasien milik Fano.

^^^^^^^

Pagi itu Kissela sudah siap diruang kerjanya lengkap dengan jas putih dokter miliknya. Matanya menatap ke lembaran kertas hasil test pasien nya.

"Dokter, bagaimana keadaan tuan Fano? Kudengar kemarin terjadi keributan antara dia dan anda" ujar perawat yang harusnya merawat Fano.

Kissela menghela nafas sesaat. Ia masih terfokus pada lembaran kertas di tangannya.

"Ini laporan mu, masalah tuan Fano. Dia baik-baik saja" jelas Kissela setelah memberikan hasil test pasien kepada si perawat.

"Baik dokter, aku permisi" pamit perawat itu yang di balas anggukan kecil oleh Kissela.

Dengan sedikit terpaksa Kissela keluar dari ruang kerjanya untuk memeriksa keadaan Fano. Ia memasuki sebuah kamar dengan nomor 976.

"Selamat pagi tuan Fano," perkataan Kissela terhenti saat ia tidak mendapati pasien nya dan malah lelaki lain yang berbaring di atas tempat tidur pasien.

Kissela mendekat kearah lelaki yang masih terlelap dalam tidurnya. Dengan berani ia menyentuk lengan lelaki itu.

"Maaf tuan." Seru Kissela mengguncang lengan kekar itu berulang kali.

Al yang merasa terganggu dengan cepat menarik sesuatu yang mengganggunya kedalam dekapannya.

"Hai! Lepaskan aku brengsek!" Seru Kissela kencang.

Fano yang baru saja bangun merasa terkejut dengan keadaan dimana Kissela sedang berpelukan dengan sahabat nya Al. Dengan cepat ia berdiri dan menarik keras lengan Kissela hingga dokter itu terjatuh dan membentur sebuah nakas di ruangan itu.

"Ahkk" Kissela meringis.

Al yang merasa terkejut lantas terbangun. Di lain sisi juga Leo dan Ganesa baru saja masuk ke dalam ruangan itu dan melihat apa yang dilakukan sahabat nya itu.

"Ada apa ini?" Seru Ganesa yang dengan sigap membantu Kissela yang masih terduduk dilantai.

"Jangan bantu pelacur itu, dia berusaha merayu Al setelah tidur dengan ku!" Seru Fano dengan menggebu.

Kissela sangat terkejut mendengar penuturan Fano. Dengan berani Kissela menepis lengan Ganesa yang masih memeganginya, dokter itu berjalan dengan memegangi dahinya yang berdarah, matanya menatap tajam dengan genangan air mata.

"Apa maksudmu!? Kita memang tidur bersama malam itu, kenapa? Apa mau mu?! Dan apa alasan mu menuduhku merayu temanmu itu? Apa kau tau apa yang sebenarnya terjadi? Kau bilang aku pelacur?" Setelah mengucapkan itu semua Kissela tertawa sumbang air matanya sudah mengalir di sela tawanya.

"Terimakasih tuan, jujur malam itu aku hanya terbawa suasana dan barusan, sahabat mu itu menarik ku mungkin dia tidak sadar, aku minta maaf" ujarnya pelan dan berlalu pergi meninggalkan keempat pria yang masih terdiam.

"Ada apa denganmu? Kau sangat aneh beberapa hari ini, kita biasa dalam berbagi wanita" ujar Leo membuat Fano menatapnya tajam.

"Apa kau menyukainya, sejak kau menidurinya?" Ujar Ganesa dengan senyum khasnya membuat Fano terdiam melangkah kearah jendela di ruangan itu.

"Dia berpura-pura tuli?" Tanya Al.

Ganesa bergegas keluar ruangan menyusul Kissela, Fano yang melihat itu merasa tidak nyaman dengan hatinya.

"Ini sangat jarang, seorang Ganesa mengejar seorang wanita" seru Al.

Fano berusaha acuh dengan perasaan nya, ia memilih mengambil handphone nya dan menelpon sekertaris nya untuk menjemputnya pulang.

Leo dan Al sudah menebak keadaan saat ini, mereka sangat jarang seperti ini bahkan tidak pernah.

"Kau pulang hari ini? Apa dokter.."

"Aku tidak butuh ijin dokter tidak becus itu" seru Fano memotong ucapan Leo.

"Kau sangat sensitif setelah bermalam dengan dokter Kissela, apa kau ketagihan" ujar Al terkekeh.

Leo mendengar itu hanya menahan tawanya.

Penciptaan itu sulit, dukung aku ~ Voting untuk aku!

Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi!

HRYcreators' thoughts
Next chapter