webnovel

Hanya Teman?

Haoran mengerutkan kening mendengar kata-kata Emma. Ia berusaha mengingat-ingat siapa saja tadi orang yang mereka temui di dalam lift. Ada lelaki gemuk yang sibuk dengan dokumennya, seorang gadis muda berpenampilan kasual, sepasang suami istri separuh baya dengan anak perempuan mereka, lalu seorang wanita berumur 30-an yang anggun.

Ia hanya tahu Goose adalah seorang wanita karena hacker itu pernah mengatakannya kepada Haoran, tetapi ia tidak tahu pasti umurnya dan seperti apa penampilannya. Ia juga sama sekali tidak menyangka bahwa Goose ternyata tinggal atau sedang berada di Eropa. Ini kebetulan yang sangat menyenangkan.

Ia meminta laptopnya dari pangkuan Emma dan menuliskan pesan balasan.

[Terima kasih atas nasihatnya, Goose. Kuharap lain kali kita bisa bertemu dengan baik. Aku ingin sekali mentraktirmu minum.]

Goose tidak membalas lagi.

"Mungkin dia sedang sibuk," kata Haoran kemudian. "Nanti kalau kita sudah pulang ke Singapura, aku akan menanyakan kepadanya apakah ia bersedia memberikan petunjuk kepadamu untuk mempelajari hacking seperti dirnya."

"Terima kasih," kata Emma. "Kau masih sakit kepala? Kenapa tidak beristirahat? Bukankah tadi kau bilang mau tidur?"

Haoran mengangguk. "Kau benar. Aku kadang-kadang kena migrain kalau terlalu banyak pikiran."

"Kau memikirkan apa?" tanya Emma tidak mengerti.

Haoran menatapnya dengan sepasang mata yang tampak keheranan.

Emma memang benar-benar tidak peka, pikirnya.

Bibirnya tersenyum tipis saat ia mengangkat bahu. "Tentu saja memikirkanmu dan bagaimana agar kita bisa menemukan orang tuamu."

Emma tertegun mendengarnya. Ia balas menatap Haoran tanpa berkedip. Mata topaznya seolah berusaha menembus kepala Haoran untuk membaca pikirannya. Sayangnya Emma masih tak dapat melakukannya.

"Kau... memikirkan masalahku sampai kau migrain?" tanya gadis itu dengan nada tidak percaya. "Kenapa?"

Giliran Haoran yang tampak keheranan.

"Karena kau temanku..." jawabnya dengan nada tegas tetapi lembut.

Entah kenapa saat itu Emma seolah mendengar nada suara ayahnya yang selalu bernada sama, tegas namun lembut. Ia sangat merindukan ayahnya... Ia sangat merindukan ibunya. Dan di sini... ia bisa bertahan dan bahkan mulai bisa hidup dengan baik sambil mencari mereka karena adanya pemuda di sampingnya ini.

Tanpa Haoran dalam hidupnya, selama beberapa bulan terakhir ini hidup Emma di sekolah akan tetap sama sepi dan menyedihkan seperti sebelumnya. Ia juga tidak akan mampu membiayai karyawisatanya ke Paris. Emma juga tidak akan berteman dengan Alex dan ketiga temannya.

Ia masih akan berjuang sendiri, menyembunyikan diri agar tidak menarik perhatian dan berupaya dengan susah payah mencari orang tuanya. Ia merasa sangat beruntung bertemu Haoran.

"Hanya teman?" tanya Emma tiba-tiba. Ia menatap Haoran yang duduk di sebelahnya dengan ekspresi ingin tahu. Ia tahu dari Alex bahwa Haoran menyukainya, tetapi Haoran tidak pernah mengatakan apa-apa tentang perasaannya, selain mengajaknya makan malam untuk merayakan ulang tahunnya waktu itu.

Bibir Haoran tampak melengkung ke atas saat mendengar pertanyaan blak-blakan dari Emma. Entah kenapa sakit kepalanya mereda dan wajahnya bersemu kemerahan.

"Aku juga menyukaimu.. Jadi, yah...."

Sebelum pemuda itu selesai berkata-kata, Emma telah menyingkirkan laptop yang ada di pangkuan Haoran ke meja lalu mengalungkan lengannya ke leher pemuda itu.

Matanya secara alami terpejam saat ia mendekatkan wajahnya ke wajah Haoran dan bibirnya menyentuh bibir pemuda itu.

Haoran hanya terkejut untuk sepersekian detik. Sesaat kemudian ia telah menyambut ciuman Emma dan melingkarkan tangannya di pinggang gadis itu. Matanya ikut menutup saat bibirnya membalas ciuman Emma.

--Emma, aku sangat menyukaimu--

Emma tersentak. Ia sadar tak mungkin Haoran berbicara karena mereka sedang berciuman. Tetapi ia jelas mendengar suara Haoran.

Babnya pendek, tapi semoga puas ya... hihihi

Missrealitybitescreators' thoughts
ตอนถัดไป