webnovel

Banjir Darah di Tambun Tulang 07

Suasana di pasar itu pun hebohlah! Golok di tangan

Mayang berkiblat kian kemari dengan suara menderu.

Dalam tempo yang singkat kelihatanlah bagaimana

Gempar Bumi terbungkus sambaran golok yang

menyerangnya ke seluruh bagian tubuhl Gempar Bumi

sendiri tiada menyangka kalau si gadis memiliki

kehebatan begitu rupa. Tapi dia tidak jerih. Dengan senyum

mengejek Gempar Bumi menghadapi si gadis dengan

tangan kosong dan buka jurus pertahanan. Senjata lawan

lewat di depan pinggangnya. Jurus pertahanan diganti kini

dengan jurus serangan. Tangan kanan dengan cepat

menyelusup ke dada mayang, siap untuk menjamah buah

dadanya yang padat montok!

"Wuuut!"

Tersirap darah Gempar Bumi sewaktu golok di tangan

sang dara membatik laksana kilat! Kalau saja dia tidak

cepat-cepat menarik pulang tangannya, pastilah akan

terbabat putus!

Mayang sendiri dengan gigih terus menyerbu. Sambaran-

sambaran goloknya laksana hujan mencurah! Gempar

Alam tidak mau main-main lagi. Hatinya heran dari mana si

gadis memiliki ilmu kepandaian begini rupa! Jika ditinjau

jelas sekali ilmu silatnya lebih tinggi satu dua tingkat dari

ayahnya sendiri! Tentu dia telah berguru pada seorang jago

silat, pikir Gempar Bumi.

Dalam waktu singkat sepuluh jurus telah berlalu dan

Gempar Bumi masih berada di bawah angin. Laki-laki ini

mengomel dalam hati. Dia membentak keras dan sekejap

saja berubahlah jurus-jurus ilmu silatnya. Tubuhnya ber-

kelebat kian ke mari membuat bayang-bayang hitam.

Satu jurus kemudian terdengar pekik Mayang.

Lengan kanannya kena dipukul oleh lawan. Golok

terlepas mental dan di saat itu pula, dara ini merasakan

tubuhnya kaku tegang tak kuasa digerakkan. Ternyata

sewaktu memukul lengan kanan lawan, sekaligus Gempar

Bumi menotok dada Mayang dengan jari-jari tangan

kirinya!

"Manusia haram jadah! Beranimu hanya sama

perempuan!" bentak Pagar Alam yang tergeletak duduk di

tanah bersandar ke peti.

Gempar Bumi tertawa mengekeh!

"Anakmu hebat juga, Pagar Alam! Walau kau menolak

lamaranku tempo hari, tapi saat ini terpaksa kau harus

menyerahkan Mayang bulat-bulat ke tanganku!"

Laki-laki berpakaian hitam ini tertawa lagi

"Keparat! Kau mau bikin apa?!" hardik Pagar Alam

seraya hendak berdiri. Tapi tubuhnya terduduk kembali.

Sepasang kakinya yang terebus matang tak kuasa untuk

ditegakkan! Darah laki-laki ini bergejolak marah. Pelipisnya

mengembung!

"Bikin apa lagi kalau bukan mau membawanya

ketempatku!" jawab. Gempar Bumi seraya melangkah ke

arah Mayang.

"Anjing baju hitami Kalau kau berani menjamah

tubuhnya kupecahkan kepalamu!"

Gempar Bumi menyeringai!

"Berdiripun kau tak mampu! Bagaimana mau mem-

bunuh aku?!" Dan dia melangkah lagi mendekati

Mayang.

Tapi begitu tangannya diulurkan untuk meraih pinggang

sang dara tiba-tiba "buuk!" Punggungnya dihantam orang

dari belakang yang kerasnya cukup membuat Gempar

Bumi mengerenyitkan kulit kening kesakitan! Dia berpaling

dengan cepat dan berkeretekanlah geraham-gerahamnya!

Ternyata yang meninju punggungnya tadi bukan lain anak

laki-laki kecil adik Mayang!

"Buyung! Berlalulah dari hadapanku kalau tak ingin

kena tempelak!" bentak Gempar Bumi.

"Orang jahat! Kalau kau berani membawa lari kakakku,

aku akan...."

"Akan apa?!" tanya Gempar Bumi seraya bertolak

pinggang.

Si anak menjawab dengan menyerang marah. Tinjunya

yang kecil tapi cukup keras dihantamkan ke perut Gempar

Bumi. Tapi tentu saja Gempar Bumi bukan tandingan si

buyung kecil ini. Ditangkapnya lengan anak itu lalu

dipuntirnya ke belakang hingga si anak menjerit-jerit

kesakitan dan coba menendang paha Gempar Bumi dengan

tumitnya! Gempar Bumi mendorongnya ke muka hingga

hampir saja dia jatuh menyungkur tanah!

Tiba-tiba si anak melihat golok yang dipakai kakaknya

untuk menyerang Gempar Bumi.

Dengan cepat dia

membungkuk dan mengambil senjata itu lalu membalik

menyerang Gempar Bumi kembali!

"Tikus cilik tak tahu diunlung!" maki Gempar Bumi dan

sebelum senjata itu sampai ke dekat tubuhnya, tangan

kanannya sudah bergerak.

"Plaak!1

Si anak terpekik.

Bibirnya pecah dan berdarah. Dua buah giginya

mencelat mental Tubuhnya terpelanting satu tombak

dan menggelusur di tanah tanpa sadarkan diri!

"Bangsat rendah! Terima ini!" teriak Pagar Alam

dengan amarah mendidih. Dijangkaunya keris yang ter-

letak di atas peti lalu dilemparkannya ke arah Gempar

Bumi. Senjata itu melesat mencari sasaran di batang

leher Gempar Bumi!

Yang diserang ganda tertawa. Setengah jengkal lagi

ujung keris akan menembus tenggorokannya, laki-laki

ini gerakkan tangan kanannya! Dan sesaat kemudian

kelihatanlah bagaimana dengan mudahnya senjata itu

dijepit di antara jari tengah dan jari telunjuk! Itulah ilmu

menjepit senjata yang lihay! Semua orang yang menyak-

sikan hal ini sama leletkan lidah kagum, tapi bila mereka

ingat siapa Gempar Bumi adanya, maka kekaguman itu

mendadak sontak berubah menjadi kebencian!

Gempar Bumi timang-timang beberapa kali keris itu.

Tiba-tiba tangannya itu digerakkan dan "cup!" Senjata

itu menancap di peti di mana Pagar Alam duduk bersandar,

hanya setengah senti dari telinga kirinya!

Gempar Bumi tertawa gelak-gelak!

"Jika tidak mengingat kau bapaknya Mayang pasti

sudah kutembus keningmu dengan senjata itu!" katanya.

Lalu dia menambahkan: "Tapi dilain hari jika kau masih

tidak tahu tingginya Gunung Merapi dan dalamnya Ngarai

Sianok, aku tak akan ampuni jiwamu!"

Habis berkala demikian Gempar Bumi melompat ke-

hadapan Mayang. Dan kini tak satu orangpun yang bisa

atau berani menolong gadis yang hendak dilarikan itu!

Tangan kanan bergerak meraih pinggang Mayang

dengan ketat! Tapi mendadak raihan itu terlepas kembali.

Dari balik gerombol orang banyak di tepi jalan melesat

sebuah benda kecil menghantam sambungan siku

Gempar Bumi. Kulit di lengan siku itu lecet. Sekujur lengan

kanan Gempar Bumi tergetar dan rasa sakit membuat dia

melepaskan raihannya! Tak seorangpun agaknya yang

mengetahui kejadian itu selain Gempar Bumi sendiri!

Laki laki ini memandang berkeliling dengan geram, mencari-cari

siapakah manusia yang telah melemparkan benda itu! Tapi

siapa yang hendak diduga diantara orang sebanyak itu?!

Dan ketika ditelitinya ternyata benda kecil yang dipakai

untuk menghantam tangannya itu adalah hanya sebutir

kerikil yang besarnya tak sampai seujung jari kelingking!

Nyatalah ada seorang pandai yang telah turun tangan.

Sementara itu semua orang, termasuk Pagar Alam

dan Mayang sendiri merasa heran kenapa Gempar Bumi

tak jadi meneruskan niatnya melarikan dara itu! Gempar

bumi berdiri bimbang seketika. Tiba-tiba laksana kilat

tubuh Mayang sudah disambarnya dan dengan cepat

membawa gadis itu ke atas kuda! Dengan tangan kiri

Gempar Bumi menepuk pinggul binatang itu. Rasanya

sekali tepuk saja kuda itu akan segera melompat dan lari!

Tapi kali ini kuda itu jangankan melompat dan lari,

bergerakpun tidak!

Gempar Bumi menepuk sekali lagi lebih keras.

"Ayo! Larilah!"

Tapi binatang itu tetap berdiri di tempatnya. Keempat

kakinya tak bergeser sedikitpun! Hanya kepala dan lehernya

saja yang digerak-gerakkan. Kemudian binatang ini

meringkik beberapa kali!

"Ayo lari!" bentak Gempar Bumi.

Tetap saja kuda itu tegak di tempatnya! Di samping

rasa heran dan penasaran kekejutan juga timbul di hati

Gempar Bumi Ketika diperiksanya dengan cepat ternya-

ta keempat kaki kudanya telah ditotok! Dan empat butir

kerikil kelihatan tak jauh dari kaki-kaki binatang Ini! Tan-

pa tunggu lebih lama Gempar Bumi melompat dari pung-

gung kuda terus lari. Namun sekali inipun dia tak mampu

lari jauh karena sebutir kerikil lagi menyelusup menem-

bus kaki pakaiannya terus menghantam belakang lutut

kaki kanannya! Dengan serta meria kaki kanan itu ke-

semutan dan lemas sukar digerakkan!

Gempar Bumi yang tahu gelagat bahwa dia benar-

benar berhadapan dengan seorang lihay yang tersem-

bunyi di antara manusia banyak di tengah pasar itu per-

lahan-lahan turunkan tubuh Mayang. Orang ramai masih

tak tahu apa yang telah terjadi. Sementara itu sepasang

mata Mayang memandang ke tanah. Dilihatnya sebutir

kerikil dekat kaki kanan Gempar Bumi. Gadis bermata

tajam dan memiliki ilmu yang cukup tinggi ini untuk per-

tama kalinya mengetahui apa yang sebenarnya telah ter-

jadi. Dan bila dia memandang paras laki-laki itu sangat

berubah!

Gempar Bumi menyadari kalau diteruskannya niat

untuk melarikan Mayang, pasti orang pandai yang ter-

sembunyi diantara manusia banyak dipasar itu akan

turun tangan dan lebih mencelakainya lagi! Lemparan-

lemparan batu kerikil tadi bukan lain merupakan per-

ingatan keras terhadapnya!

Perlahan-lahan Gempar Bumi berpaling pada Pagar

Alam dan berkata dengan suara lantang: "Pagar Alam,

biarlah hari ini aku berlaku baik hati padamu! Anakmu

kubebaskan! Tapi ingat, aku akan datang kembali untuk

mengambilnya!"

Gempar Bumi lepaskan totokan pada keempat kaki

kudanya lalu naik ke punggung binatang itu. Sebelum

berlalu dilepaskannya totokan di dada Mayang kemudian

cepat-cepat menghilang dari tempat itu.

Di jalan yang buruk penuh dengan lobang-lobang

demikian rupa bendi itu tak dapat berjalan cepat. Apalagi

barang-barang. Ketiga penumpang itu bukan lain daripada

Pagar Alam, Mayang dan adik gadis ini. Mereka dalam

perjalanan pulang. Karena nasib buruk yang menimpa

Pagar Alam, orang-orang di pasar telah bermurah hati

memberi, sumbangan uang lebih banyak kepadanya

hingga pendapatannya hari itu tiga kali lipat lebih besar

dari biasanya! Namun uang yang sedemikian banyak tidak

menggembirakan hati Pagar Alam. Pikirannya risau bila dia

ingat si Gempar Bumi keparat itu. Cepat atau lambat pasti

dia akan datang kembali untuk mengambil Mayang dengan

paksa lalu melarikannya! Dimakluminya bahwa Gempar

Bumi bukan tandingannya, juga bukan lawan anaknya.

Sekalipun mereka mengeroyok laki-kaki itu tetap saja

mereka tak akan mampu mengalahkannya! Ini hal pertama

yang merisaukan hati Pagar Alam. Hal kedua ialah keadaan

kakinya itu. Meski sudah diobati oleh anak gadisnya tapi

dalam seminggu dua minggu pasti tak akan sembuh!

Sementara itu bendi yang mereka tumpangi berjalan juga

menempuh jalan buruk dan sunyi Kedua tepi jalan

ditumbuhi semak belukar lebat dan di belakang semak

belukar itu berderetan pohon-pohon besar tinggi.

Bendi bergerak terus dan mereka bicara-bicara

juga. Kusir bendi sudah sejak lama tak mencampuri lagi

pembicaraan kedua beranak itu. Tali kekang kuda dipe-

gangnya dengan terkantuk-kantuk. Hembusan angin

yang sejuk ditengah hari itu memang menimbulkan rasa

kantuk. Tiba-tiba Pagar Alam dan Mayang hentikan pem

bicaraan mereka.

Di kejauhan terdengar derap kaki kuda, makin lama

makin keras. Dari balik tikungan dihadapan mereka muncul

seorang penunggang kuda berpakaian serba hitam. Pada

bagian dada bajunya terpampang lukisan kepala harimau

berwarna kuning. Ketika penunggang kuda itu tambah

dekat, berubahlah paras seisi bendi itu! Pagar Alam

meraba hulu keris yang tersisip di pinggangnya.

Mayang mengeluarkan golok dari dalam peti sedang

kusir bendi bersiap-siap dengan sebatang besi yang ter-

geletak di lantai bendi dekat kakinya! Si penunggang

kuda bukan lain dari Gempar Bumi adanya!

Gempar Bumi hentikan kudanya. Kusir bendi pun

telah pula menghentikan kendaraannya.

"Sekarang kuharap kau tak usah banyak rewel

Pagar Alam!" kata Gempar Bumi dengan nada keren.

"Anakmu akan kuambil!"

"Kau manusia yang paling tidak bermalu di dunia ini.

Gempar Bumi! Pinanganmu ditolak! Aku kau celakai dan

kini kembali kau memaksa untuk melarikan anakku!"

Gempar Bumi tertawa sinis. "Mulutmu masih tetap

besar! Aku hargai nyalimu! Tapi agar tidak lebih celaka

kuharap kau serahkan anakmu secara baik-baik! Kalau

tidak terpaksa aku memberi hajaran yang lebih keras

padamu!"

"Kau boleh bawa anakku, Gempar Bumi," desis Pagar

Alam. "Tapi... langkahi dulu mayatku!" Dan Pagar Alam

menghunus kerisnya!

Gempar Bumi tertawa bergelak dan menyentakkan tali

kekang kudanya. Sesaat kemudian kuda dan bendipun

telah bersisi-sisian.

"Turun dari bendi itu Mayang!" perintah Gempar Bumi.

Pagar Alam beringsut ke samping kereta sebelah

kanan. Dalam jarak yang cukup dekat itu tanpa banyak

bicara lagi keris di tangan kanannya dihunjamkan cepat-

cepat ke muka Gempar Bumi!

"Manusia tolol!" maki Gempar Bumi. Sekali dia gerakkan

tangan kanan memukul lengan Pagar Alam, mentallah keris

laki-laki itu sedang lengan yang kena dipukul kelihatan

bengkak matang biru! Pagar Alam merintih kesakitan.

Dalam pada itu dari samping menderu satu sambaran

golok ke arah batok kepala Gempar Bumi. Ternyata Mayang

telah melancarkan serangan yang pertama sambil

melompat dari bendi. Adiknya juga tak tinggal diam.

Dengan sebatang kayu anak laki-laki ini mengemplang ke

arah bahu kanan Gempar Bumi sementara Pagar Alam

mengambil sebuah lembing dari dalam peti.

Si Malin kusir bendi meski tak ada sangkut paut dalam

urusan itu, tapi memang sudah sejak lama membenci ter-

hadap Gempar Bumi tak ayal lagi segera mengambil

batang besi dari lantai bendi dan menyerang Gempar

Bumi dari belakang!

Diserang begitu rupa Gempar Bumi marah bukan main!

Dia berteriak: "Jangan menyesal kalau kalian kuhajar babak

belur!" Lalu dia melompat dengan cepat dan gerakkan

kedua tangannya.

Dua orang terpekik! Yang pertama anak laki-laki Pagar

Alam. Kayu di tangan anak itu mental. Tangannya yang kecil

laksana tanggal dan persendiannya. Tubuhnya mencelat

dan terguling di tanah, kepalanya terbentur roda kereta

terus pingsan!

Orang kedua yang terpekik ialah Malin si kusir bendi.

Gempar Bumi yang merasakan sambaran angin di

belakangnya sudah maklum kalau dia mendapat serangan

dari arah itu. Karenanya begitu melompat dari punggung

kuda Gempar Bumi laksana kilat hantamkan sikut

kanannya ke belakang!

"Kraak!"

Suara "Kraak" itu hampir tak kedengaran karena pekik

setinggi langit yang ke luar dari tenggorokan Malin!

Tulang iganya sebetah kanan patah dua buah. Tubuhnya

mental sampai satu tombak. Begitu jatuh dia sudah tak

sadarkan diri lagi! Pertempuran kini berjalan jauh dari

kereta. Meskipun Pagar Alam memegang sebuah lem-

bing namun dia tak bisa berbuat suatu apa karena dia

tak bisa berdiri apalagi berjalan dan turun dari kereta.

Otomatis pertempuran itu kini hanya berjalan satu lawan

satu yaitu Gempar Bumi menghadapi Mayang. Tingkat

kepandaian Mayang jauh lebih rendah dari lawannya.

Maka dalam setengah jurus saja gadis berparas jelita

yang telah membuat Gempar Bumi tergila-gila itu ter-

desak hebat.

"Gadis cantik!" kata Gempar Bumi dengan senyum

mengejek. "Kalau saja kau serahkan dirimu secara baik-

baik, pastilah...."

"Wuuut!"

Gempar Bumi tak bisa melanjutkan ucapannya. Se-

buah benda panjang berdesing ke arahnya. Ternyata

lembing yang dilemparkan dengan sebat oleh Pagar

Alam dari atas bendi! Gempar Bumi rundukkan kepala.

Lembing itu lewat di alas kepalanya. Pada saat yang

sama kaki kanan Mayang menderu ke arah dadanya.

"Mayang! Terpaksa kuakhiri segala kehebatannya

ini!'' kata Gempar Bumi. Ditangkapnya kaki kanan dara

itu. Dengan kalap Mayting membacok ke bawah. Gempar

Bumi angkat kaki sang dara. Akibatnya Mayang terpaksa

tarik pulang bacokan goloknya karena kalau diteruskan

pasti akan membabat kaki kanannya sendiri! Begitu se-

rangan ditarik, begitu Gempar Bumi gerakkan tangan

kiri. Maka terampaslah golok di tangan Mayang. Gempar

Bumi lepaskan kaki kanan lawan. Dengan tangan itu dia

segera hendak menotok tubuh Mayang. Tapi secepat kilat si

gadis jatuhkan diri di tanah lalu berguling. Ketika bangun

lagi di tangannya sudah tergenggam lembing

yang tadi dilemparkan ayahnya!

"Batang lehermu dulu kutambus baru aku larikan diri!"

jawab Mayang lalu kirimkan satu tusukan kilat ke leher

lawannya!

Gempar Bumi bergerak untuk merampas senjata itu

tapi tusukan lembing kini berubah menjadi satu kem-

plangan yang ganas ke arah batok kepalanya! Penasaran

Gempar Bumi sambut hantaman lembing dengan pukulan

lengan kiri. Lembing patah dua! Bagian yang runcing mental

ke udara sedang yang lainnya masih tergenggam di tangan

Mayang dan dengan patahan lembing itu si gadis bertahan

mati-matian. Tapi sampai beberapa lamakah dia dapat

mempertahankan diri?!

Next chapter