webnovel

Hari Perayaan

"Sirana! Sirana! Sirana! Sirana!" sorak mereka yang sebagian besar oleh kaum perempuan.

Raja Eldur lalu berpidato lagi sebagai penutup. Dia berkata hari ini adalah hari besar perayaan seluruh warga planet Efora. Bagi pendatang, mereka juga bisa merayakannya. Semuanya bersorak gembira. Hampir di seluruh daratan planet Efora bersuka cita. Bahkan seorang nelayan di tengah laut yang hanya bisa mendengar lewat siaran suara, ikut bersorak.

Semuanya riuh. Di siaran langsung, kamera langsung menyoroti bagian atas istana. Tiba-tiba, terjadi sebuah letupan yang rupanya dari bunga yang sama seperti bunga yang dipetik oleh seorang anak yang Darma lihat ketika di dalam bus. Letupan terjadi seperti kembang api. Tapi cahayanya beda. Tidak sama seperti yang ada di Bumi. Letupan ini bercahaya tapi tidak menghasilkan asap. Seperti bola lampu yang tadinya menyala dan tiba-tiba mati. Letupan ini juga menyisakan serbuk-serbuk halus yang di mana itu adalah serbuk bunganya. Warna cahaya letupan tergantung dari warna bunganya itu sendiri. Dalam hati Darma jika bunga ini meletup di malam hari, terlihat lebih indah dibandingkan siang hari.

Ketika siaran langsung sudah ditutup dan diganti dengan siaran lokal, suasana kemeriahan masih tetap terasa. Anak-anak di taman ini begitu bahagia. Guldi mengajak Darma mencoba sebuah jajanan. Yaitu makanan khas Efora, daging rayam gulung. Rayam adalah binatang yang rupanya hampir mirip dengan burung. Hanya saja ini sebesar angsa, bulunya putih, memiliki paruh yang mungil, mata kecil, sayap besar tapi tidak bisa terbang dan larinya lumayan kencang. Mereka terlihat berkelompok terutama di habitatnya, yaitu gurun Sarsar. Sebuah gurun pasir terluas yang ada di Efora.

Jika berpikir pasirnya warna putih, itu pemikiran yang salah. Pasir di Efora berwarna kemerahan. Istana Kerajaan Efora berwarna kemerahan? Itu karena bahan dasarnya dari pasir tersebut. Dan juga warnanya sama seperti warna rambut raja.

"Aku harus berhemat. Lagi pula baru satu minggu aku kerja dan belum mendapat gaji," kata Darma malu-malu.

"Tak perlu khawatir. Aku yang traktir," Guldi tersenyum dan tanpa pikir panjang menepuk pundak Darma dan memaksanya untuk mencoba daging rayam gulung.

Mereka mampir ke sebuah pedagang yang membuka dagangannya di sisi luar taman dengan sebuah tenda kecil. Guldi memesan dua. Ketika hendak membayar, si pedagang yang memakai celemek berkata harganya kali ini setengah harga. Karena hari ini adalah hari perayaan jadi dia ikut merayakan. Guldi tersenyum. Setelah membayar, mereka mencari tempat duduk lalu mulai menikmati daging rayam gulung. Ketika Darma menggigit, lembutnya daging dan harumnya bumbu menyatu di lidah. Ini adalah daging terenak yang dia makan setelah daging skrax.

"Ini daging terenak setelah daging skrax yang dipadukan dengan bumbu dari buah tun," ucap Darma ketika mulutnya terus mengunyah.

"Aku jadi penasaran bagaimana daging skrax," balas Guldi.

"Hewan itu hanya ada di planet Sabarki. Aku punya seorang kawan di sana."

"Orang asli?"

Darma mengangguk.

Setelah selesai menikmati daging rayam gulung, mereka menikmati minuman dingin yang sangat menyegarkan tak jauh dari tempat mereka duduk. Pedagang minuman dingin dengan berbagai rasa dan warna ini juga memasang setengah harga.

"Segar sekali," Darma tertegun dengan kesegaran minuman berwarna kekuningan yang dituangkan di sebuah gelas kaca bening.

"Terbuat dari buah barbun terbaik," ucap si pedagang.

"Manisnya juga pas. Ketika diminum tidak membuat tenggorokan sakit," kata Guldi.

"Pemanisnya juga terbuat dari pohon sargun terbaik. Sehingga menghasilkan gula terbaik pula," si pedagang itu berbicara lagi seolah seperti sedang memberi edukasi kepada Darma dan Guldi.

Karena kesegaran minuman ini, Darma membeli satu gelas lagi tetapi dengan warna dan rasa yang berbeda. Si pedagang itu tertawa kemudian dia menuangkan semua rasa minumannya ke dalam gelas kecil.

"Cobalah semua rasa. Mungkin kalian akan menemukan rasa yang paling kalian sukai," kata si pedagang.

Darma dan Guldi saling berpandangan.

"Kami boleh mencoba ini dan gratis?" tanya Guldi.

"Tentu," si pedagang mengangguk.

"Terima kasih," kata Darma.

Si pedagang mengangguk sekali lagi.

Setelah mencoba, rupanya Darma lebih suka minuman berwarna biru cerah dengan rasa mirip beri-berian namun agak terasa hangat di tenggorokan.

"Itu dari buah sbarnan. Rasa hangat itu bukan alkohol. Tapi buah itu memang memiliki sedikit rasa mint," si pedagang menjelaskan.

Guldi lebih menyukai minuman berwarna ungu muda dengan rasa manis dan sedikit agak masam.

"Kalau itu, dari buah taharnan. Memang agak masam. Tapi kalau diracik dengan gula dan sedikit bumbu rahasia, rasanya akan lebih nikmat," jelas si pedagang lagi.

Darna dan Guldi pun membeli satu gelas minuman lagi tapi dengan rasa kesukaan mereka masing-masing.

***

Malam yang dingin dan pengap di sebuah bangunan bawah tanah, hanya diterangi oleh lampu minyak. Dindingnya pun dingin berwarna hitam kecokelatan dan lembap. Jika kita usapkan telapak tangan, maka telapak tangan kita akan basah. Bangunan bawah tanah ini memang tidak bersahabat. Jika ada yang masuk ke sini dan memiliki penyakit permasalahan pernapasan, dua jam di sini dia akan sekarat.

Saking tipisnya udara di sini. Lampu minyak yang cahayanya remang-remang, tak sanggup menerangi satu kamar sel. Ketika semua penghuni sel terlelap tidur, seorang petugas berpakaian serba hitam membuka pintu lalu dia mematikan cahaya lampu di seragamnya. Dia berjalan perlahan yang suara langkah kakinya terdengar hingga penjuru seluruh sel di sini. Kemudian dia berhenti di suatu sel. Dia menunduk lalu tersenyum.

"Yora, kau belum tidur kan?" tanya dia dengan berbisik dan suaranya yang sepertinya dia laki-laki.

Yora sebenarnya tidak tidur. Dia hanya memejamkan mata dan pura-pura tidur.

"Tentu saja aku masih terjaga, bodoh," Yora lalu bangkit dan tersenyum menyeringai.

"Baguslah. Sebentar."

Tiba-tiba, dari dalam tubuh petugas itu keluar asap berwarna keunguan dan keluarnya makhluk yang seluruh badannya ditutupi oleh tudung dan jubah yang berwarna ungu. Wajahnya tidak terlihat. Hanya tangan yang jari-jarinya terbuat dari besi terlihat. Tangan kanannya dia buka lebar-lebar lalu dia arahkan ke arah sel di mana Yora dipenjara. Secara ajaib sel tersebut gemboknya terbuka sendiri.

Yora lalu keluar sel.

"Hey Ramna, bagaimana besok jika petugas tahu aku kabur?"

"Tenang, aku akan mengubah petugas ini menjadi dirimu yang sedang tidur di dalam sel."

Ramna lalu mengubah petugas yang tadi dia rasuki menjadi Yora dan tidur pulas di dalam sel.

"Ini hal yang sia-sia. Tetap saja kau akan ketahuan," tambah Ramna.

"Halah masa bodo. Lalu, bagai mana kita keluar?"

"Aku akan buat semacam lubang di sudut ruangan ini."

"Di luar sana aman?"

"Aku akan berusaha membuat lubang hingga ke pesawat kita.

"Bagus."

Mereka lalu pergi ke sudut dengan hati-hati. Ketika sampai, Ramna meletakkan tangannya di lantai yang lembap ini dan tiba-tiba sebuah lubang persegi terbuka. Mereka melompat dan lubang kembali tertutup seperti semula tanpa ada bekas sedikit pun dan berjalan melewati lubang yang dibuat oleh Ramna dengan penerangan sebuah senter.

"Aku semakin benci dengan makhluk Bumi," gerutu Yora.

"Sudahlah, Yora. Lebih baik tahan dulu emosimu. Di sini oksigennya sangat tipis. Lebih tipis daripada penjara bawah tanah tadi. Kalau kau emosi, kau akan membutuhkan udara banyak. Kalau udara di sini habis, kita bisa pingsan," balas Ramna.

Yora berusaha menahan emosinya dan mereka berdua mencoba melanjutkan perjalanan.

Bersambung...

Next chapter