webnovel

Much Love

"Chloe! Keluar!" Alva membentak, membuka pintu ruangan tempat mereka biasa berkumpul dengan sepenuh tenaga. Bukannya mendaoati Chloe, Alva justru melihat Richard yang tampak bercanda dengan teman temannya. Nafas Alva memburu, pria itu menarik kerah Richard dengan tatapan tajam, "Dimana wanita sialan itu?!"

"Whoah, santai, dude. Ada apa denganmu?!"

"Jangan bilang kau ikut merencanakan semua ini!!" bentak Alva.

"What the fuck? Aku bahkan tidak takhu apa masalahmu!" balas Richard tidak terima. Alva segera melepas cengkramannya dari leher Richard dan mendudukkan tubuhnya. Alva menjambak rambutnya sendiri.

"Come on, dude. Apa yang terjadi?" tanya Richard, mencoba menenangkan sahabatnya.

Alva tidak menjawab, hingga pintu ruangan tersebut terbuka, menampilkan Chloe yang sedang marah marah pada gerombolan orang yang begitu Alva kenal. Ya. Gerombolan orang yang hampir saja mengguyur air dan telur ke tubuh Oliv.

"Bitch!" emosi Alva meningkat. Pria itu menerjang Chloe, memojokkan gadis itu di dinding dan menekan lehernya keras keras. Alva memandangnya dengan tatapan membunuh, "What the fuck did you just do bitch!"

"Alva! Kau bisa membunuhnya!" Richard membentak, berusaha melepaskan cekikan Alva pada leher Chloe. Karena Alva yang sudah terlalu emosi. Richard bahkan harus menyuruh 5 orang lainnya untuk menahan tubuh Alva.

"Kau hampir membunuhku demi gadia itu,Alva?!" Chloe terbatuk, memegangi lehernya yang memerah akan cekikan Alva.

"Aku bisa membunuhmu demi gadisku,ingat itu!" bentak Alva seraya melangkah untuk kembali menerjang Chloe, membuat Richard meninju pipi kiri Alva hingga membiru, "Come on, dude! Tenangkan dirimu!"

"What the hell is going on here?! Can somebody just explain?!" Richard membentak, namun tidak ada yang berani menjawab. Mereka semua hanya diam.

"Tidak ada yang bicara, iya?!" bentak Richard, "Apa aku harus membiarkan Alva meninju wajah kalian?! Aku sama sekali tidak keberaran jika Alva meninju perempuan!"

Mendengar kemurkaan Richard, salah seorang gadis maju dengan takut takut, "Chloe menyuruh kami untuk memberi pelajaran gadis beasiswa itu,"

"What the fuck," Chloe hampir menampar gadis itu ketika Richard menatapnya tajam.

"Lanjutkan."

"Aku melempar kepalanya dengan bola basket." seorang pria menyahut, membuat mata Alva semakin menggelap. Alva hampir saja menerjang pria itu ketika lagi lagi lengannya di tahan.

"Kami akan menyiramnya dengan air," me4ka menghela nafas, "Namun Mr.Marteen menghalanginya."

Richard menggeram,"Lanjutkan."

"Chloe juga menyuruh kami untuk melemparinya dengan telur," Hening sejenak, "Dan Alva menghalanginya,"

Richard bertepuk tangan seraya menggelengkan kepalanya, "You are all stupid!"

"Kau sudah dewasa dan masih saja bertingkah seperti anak kecil? What was that? Membully seorang mahasiswa yang mendapatkan beasiswa, yang sedang jauh dari keluarga untuk masa depannya, dengan hal hal murahan seperti itu?!"

Richard menatap ke arah Chloe dengan sinis, "Tak ku sangka, predikat Alva terhadapmu memang benar. Bitch. Ah, should I call you, stupid bitch?"

"Bahkan sebrengsek brengseknya orang brengsek, kalian semua lebih brengsek!" bentak Richard. Tidak habis pikir dengan apa yang teman temannya lakukan. Demi Tuhan. Mereka membully gadis beasiswa.

"Sorry but, I can't help you. Alva berhak marah akan hal ini." ucap Richard seraya memberikan isyarat untuk tidak lagi menahan Alva. Richard memilih untuk tidak ikut campur dengan urusan mereka.

Alva menatap satu per satu mantan teman temannya dengan tajam. Tatapannya berakhir pada Chloe. Wajah gadis itu benar benar memerah.

"Kalian semua, yang terlibat hari ini,aku pastikan kalian akan dapat balasannya." ucap Alva tegas. Pria itu mengeluarkan ponselnya, mencari nomor Jonathan, menekan tombol hijau serta loudspeaker, mematikan bahwa semua orang dapat mendengar pembicaraan mereka.

"Ya, Alva" suara Jonathan terdengar, begitu dingin, membuat mereka semua tampak .

"Selamat sore, Mr.Marteen. Aku sudah dapat daftar nama siapa saja yang membuat jasmu basah kuyup. Dan membuat anakmu berlumur telur," Alva tersenyum sinis.

"Pastikan nama nama itu ada di mejaku malam ini juga" balas Jonathan tegas, "Dan pastikan untuk mengucapkan ini kepada mereka," suasana benar benar tegang. "Congratulations! Kalian akan bertemu Mr.Marteen lagi, tahun depan"

Dan seketika terdengar suara gerutuan, desahan kecewa, dan ucapan yang menunjukkan betapa tidak profesionalnya Mr.Marteen.

"Bagaimana jika ada yang berkata jika anda terlalu mencampurkan masalah pribadi dengan masalah kuliah,Mr.Marteen?"

"Well," Jonathan terdiam sejenak, "Suruh mereka menemuiku jika ada yang tidak terima dengan keputusanku."

Alva tersenyum puas. pria itu mengucapkan salam sebelum mengakhiri panggilannya. Membuat mereka semua tampak memohon kepada Alva, meminta Alva untuk mempertimbangkan tentang hukuman dari Jonathan. Namun sekali lagi, Alva tidak peduli. Dan, ya. Sejahat inilah seorang Alva Marteen.

❤❤❤❤❤

Jonathan meletakkan ponselnya di atas meja seraya melepaskan dasi yang masih terikat di kerah baju putih panjangnya. Membuat Oliv yang saat itu tertidur di atas kasur Jonathan.menyahut, "Kau tidak perlu sejahat itu,"

Jonathan menoleh sejenak, namun tidak berniat untuk membalas ucapan Oliv. Pria itu melepas satu persatu kancing bajunya, dan berhenti pada kancing ke empat ketika suara Oliv kembali terdengar.

"Apakah kau sedang menggunakan jabatanmu untuk masalah pribadi?"

Jonathan.menatap Oliv dalam, "Jika aku punya jabatan yang bisa ku gunakan untuk itu, kenapa tidak?"

Oliv membuka mulutnya tak percaya, "Aku tidak tahu kau sepertiitu!"

"Atau kau memang berusaha melupakan seperti apa aku!" sergah Jonathan, membuat Oliv terdiam. Gadis itu memilih untuk membalikkan badannya untuk membelakangi Jonathan.

"Ini bukan karena kau ataupun Alva." ucap Jonathan. Pria itu kini sudah sempurna membuka baju putihdan celana panjang hitamnya, menyisakan singlet hitam yang memperlihatkan seluruh tato di lengan kekarJonathan, serta celana hitam selututnya.

"Ini tentang bagaimana seorang mahasiswa menghargai mahasiswa lainnya."

Oliv masih tidak mau menoleh.

"Yang utama bagiku bukan kepintaran. Bukan kerajinan. Bukan juga tentang absensi." Jonathan menatap punggung Oliv yang terlapisi oleh selimut, "But, attitude."

Oliv tersenyum, dari pertama kenal hingga sekarang, prinsip Jonathan hanya satu. Dan itu mengenai perilaku. Hal itulah yang membuat Jonathan terlihat berbeda dari disen dosen lainnya, well, selain karena dia yang paling seksi,tentu saja.

"That's my daddy"

"What??"

Oliv tersentak ketika menyadari panggilan utu keluar dari mulutnya. Sialan. Okiv menutup matanya ketika menyadari betapa panasnya wajah Oliv saat ini.

"Did you just call me .... daddy?" Jonathan menyeringai, membuat Oliv mengerjapkan matanya dan berbalik arah, "Are you kidding me?!"

Shit. Wajah Oliv semakin memerah ketika melihat Jonathan saat ini. Jika Jonathan dalam balutan jas adalah seksi, maka Jonathan dalam singlet dan celana pendek adalah jauh lebih seksi.

"Kenapa wajahmu gampang sekali memerah, sih?" Jonathan tertawa. Membuat Oliv menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.

"Come on" Jonathan menarik selimut Oliv seraya mengambil piring berisi makanan yang sudah disiapkan oleh Patricia.

"Makan, kemudian tidur"

Oliv tersenyum, "Feed me."

Jonathan menyeringai, "Only if you say feed me, daddy? first."

Wajah Oliv kembali memerah, "Apakah kau akan terus menggodaku?"

Jonathan tertawa. Pria itu memasukkan suapan pertama ke mulut Oliv, "Bagus. Makan yang banyak, uh, anak pintar"

Oliv memutar bola matanya, "Lihat? Kau benar benar seperti berkepribadian ganda. Kau mengerikan di kampus, tapi menggemaskan di sini"

Jonathan tertawa,"Benarkah? Apa aku mengerikan?"

Oliv mencubit kedua pipi Jonathan gemas, "Kau menggemaskan, daddy, kau menggemaskan, daddy. Bagaimana? Puas?"

Jonathan tertawa mendengar sarkasme Oliv. Pria itu kembali menyuapi gadis itu dengan sabar, "Bagaimana dengan kepalamu?"

Oliv tersenyum, "Sudah baikan. Tenang saja. Eh, kau tidak ada jadwal sore ini?"

"Kelasmu adalah kelas terakhirku di hari Senin."

Oliv menepuk dahinya, membuat Jonathan mengernyit bingung.

"Bukannya kau memberikan tugas mengerikan yang harus dikumpulkan besok siang?!" teriak Oliv seraya menyibakkan selimutnya. Gadis itu hendak berlari ketika tangan Jonathan menahan lengannya, "Kau mau kemana?"

"Tentu saja ke warnet. Laptopku kan hilang."

Jonathan memutar bola matanya dan menyerahkan piring makanan itu ke Oliv, "Kau masih sakit, tidak boleh kemana mana! Aku tidak mau tahu, piring ini harus kosong saat aku kembali ke sini."

"What? Tapi, aku ..."

"Tidak ada protes. Piring ini benar benar harus kosonh. Ini bujan perintah, ini ancaman!" Jonathan menyeringai seraya meninggalkan kamarnya, membuat Oliv tampak menatap punggung iti dengan bingung. Namun kemudian, Oliv segera memakan sisa makanan di piringnya.

Selang beberapa menit, Jonathan kembali datang dengan sebuah laptop di tangannya. Pria itu memberikan laptopnya ke Olivia dan berkata,"Pakai punyaku dulu."

Olivia memgangguk. Gadis itu mulai menyandarkan tubuhnya di sandaran tempat tidur dan mulai memainkan tangannya di atas keyboard laptop. Melihatnya, Jonathan tersenyum lebar dan merangkak untuk duduk bersandar tepat di sebelah Oliv.

"Eh, what are you doing?" tanya Oliv ketika melihat Jonathan yang sudah berada di sebelahnya.

"You mean, what am I doing in my room?" balas Jonathan membuat Oliv mengerjapkan matanya sejenak, "Kau ingin istirahat? Baiklah, aku akan kembali ke kamarku."

Oliv hendak beranjak ketika lagi lagi tangan Jonathan menahan lengan Oliv. Pria itu memerintahkan Oliv untuk segera mengerjakan makalahnya tanpa harus berpindah tempat. Oliv menurutinya. Gadis itu kembali memainkan jari jatinya di atas keyboard laptop. Matanya berubah fokus, membuat Jonathan tersenyum lebar memperhatikannya.

Selang beberapa detik, Jonathan tertidur dengan posisi yang sama. Semalam, dia hanya tidur selama 90 menit karena harus menyiapkan bahan ajar dan presentasi singkat untuk hari ini. Well, bukankah pria itu benar benar memggunakan minggunya dengan baik kemarin?

Oliv berhenti mengetik ketika suara ponsel Jonathan berdering, membuat Oliv menoleh, "Jonathan"

Oliv menghentikan mulutnya untuk berbicara lebih ketika melihat Jonathan yang tampak tertidur pulas dengan tangan yang bersedekap. Wajah Jonathan terlihat begitu damai ketika ia tidur. Dada bidangnya naik turun seiring dengan nafasnya yang teratur. Rambut coklatnya membuat Oliv tidak tahan untuk tidak menyentuhnya.

Suara ponsel Jonathan kembali berdering, membuat Oliv melongok untuk melihat siapa yang meneleponnya. Ketika nama Alva untuk tertera di layar ponselnya, Oliv segera mengangkatnya.

"Dad!" suara Alva membuat Oliv tersenyum, "Whats up Alva?"

"Oliv?" suara Alva melunak, "Kau sudah baikan?"

Oliv tertawa, "Memangnya bola basket seberat apa sih?"

"Kau ini masih saja bercanda," Alva mendengus namun kemudian suaranya kembali melunak, "Maafkan aku, ya?"

Dahi Oliv mengernyit, "Maaf? Aku justru ingin berterima kasih."

Alva menghela nafas lagi, "Kalau bukan karenaku, kau tidak akan mendapatkan pengalaman burul di hari pertama masuk kuliah. Kau datang kesini untuk hidup uang lebih baik dan aku mengacaukannya, karena aku menginginkanmu."

Oliv tersenyum. Gadis itu kembali menatap Jonathan yang sedang tertidur pulas dan berkata, "Aku rela diperlakukan seperti itu jika aku punya dua malaikat pelindung sebaik kalian."

Oliv tertawa, "Dengan kalian, Aku merasa hidup. Aku tidak hanya memilikimu sebagai kekasih, tapi juga sebagai kakak. Aku tidak hanya melihat Jonathan sebagai ayah dari kekasihku, tapi juga sebagai ayahku."

'Dan sebagai seseorang yang dengan bodohnya membuatku berfantasi liar hanya dengan melihat wajahnya, membuatku tak bisa mengontrol jantungku hanya dengan berada di dekatnya.'

Oliv mengerjapkan matanya dan memilih untuk mengalihkan pandangannya dari Jonathan, karena demi Tuhan, Oliv tidak sanggup lagi.

"Aku akan melakukan apapun untuk membuatmu tersenyum," ucap Alva yang sanggup membuat senyuman di wajah Oliv terbentuk.

"By the way, daddy mana? Kenapa kau yang mengangkat telponnya?"

Oliv kembali menoleh ke arah Jonathan sekilas, "Dia tertidur"

"What? Aku kan memyuruhnya untuk menjagamu?!" Alva berteriak histeris, membuat Oliv memutar matanya, "Come on. Jika kau lihat betapa kelelahan dan marahnya dia, kau akan mengerti kenapa ia tertidur."

Alva tertawa, "Tentu saja. Dosen paling killer di NYU atau bahkan di dunia baru saja disiram air oleh mahasiswanya.Ah, dia pasti merasa sangat terhina."

Oliv tersenyum. Bagi seorang Jonathan Marteen, hal itu memang hinaan. Dan entahlah, Oliv juga tidak tahu apa yang ada di pikiran Jonathan ketika pria itu berlari untuk berada di depannya.

"Oh iya, tolong izinkan pada daddy. Aku ada tugas proyek akhir, deadline menanti. Jadi aku tidak bisa pulang malam ini."

Oliv mengernyit, "Tidak bisa pulang? Lagi?"

"Maafkan aku Oliv. Aku menyesal. Tapi jika ini tidak selesai, aku tidak bisa lulus mata kuliahnya. Kau besok ke kampus dengan daddy, ya."

Oliv mengangguk, "Baiklah. Aku mengerti. Aku akan menyampaikannya kepada Jonathan."

"Tetapi aku janji, besok malam kita akan berkencan." Mendengarnya, mata Oliv berbinar, "Aye, sir! Aku menunggunya!"

"Good girl. Kau sedang apa, by the way?" tanya Alva membuat Oliv mencibir, "Mengerjakan makalah dari dosen killer sedunia ini."

Alva tertawa, "Well, baiklah. Lanjutkan pekerjaanmu. Kalau tidak selesai, si dosen bisa mengamuk. Rawr!!"

Oliv balas tertawa, "Baiklah. Take care and aee you tomorrow."

Oliv mengakhiri sambungan telepon dan meletakkan di sebelah Jonathan yang masih saja tertidur pulas. Gadis itu melanjutkan kembali pekerjaannya yang sempat tertunda

Tak terasa, sudah tiga jam Oliv berkutat di deoan laptopnya, dan selama tiga jam, Jonathan masih saja tertidur. Oliv membelai halus dahi Jonathan dan kembali berkutat pada laptopnya untuk mentransfer pekerjaannya ke flasdisk. Namun, pandangan Oliv terhenti pada sebuah folder yang membuatnya penasaran karena namanya.

❤ My Kind Of Sugar Pies ❤

Membuat Oliv tertawa. Apakah Jonathan mengumpulkan tutorial membuat pie atau itu adalah panggilan Jonathan kepada wanita wanita yang dekat dengannya? dan ada apa dengan emot love itu? Benar benar bukan Jonathan Marteen. Oliv melirik sejenak ke arah Jonathan yang masih tertidur, kemudian meng-klik folder tersebut. Senyum Oliv melebar ketika melihat isi dari foldermya adalah foto foto Alva, sejak Alva masih kecil hingga foto terbarunya. Ada juga foto satu keluarga, ada Jonathan muda yang benar benar terlihat tampan, lalu ada Alva yang masih kecil, dan ada seorang gadia yang Oliv yakini sebagai Andreas.Ya, Andreas dengan rambut hitam panjang dan tubuh mungilnya. Andreas memiliki wajah khas wanita Asia, dengan mata hitam yang besar. Andreas sangat cantik.

Oliv baru akan menutup forder itu ketika ada satu folder lagi di bagian paling bawah. Nama folder itu lagi lagi membuat Oliv penasaran.

❤ I Am Crazy of Her ❤

"Dasar om om tua sok muda. Udah kaya gue aja kalo ngasih nama folder!" cibir Oliv seketika membuka folder itu. Membuat senyuman di wajah Oliv perlahan menghilang., terganti dengan tatapan tak percaya dengan apa yang tertampil di layar laptop itu. Ada banyak sekali video yang membuat Oliv tidak sabar untuk menekannya.

💻💻💻

Malam ini adalah malam menegangkan bagi Oliv dan Jonathan karena adanya pertandingan fenomenal Real Madrid VS Barcelona. Olivia sebagai fans dari Real Madrid, dan Jonathan sebagai fans Barcelona.

"Seriously, Oliv?" Jonathan tertawa melihat Oliv yang sudah dengan menggunakan jersey Real Madrid sedangkan Jonathan masih setia dengan kaos abu abunya.

"Daddy! Kenapa masih pakai itu, sih?! Kita kan sudah berjanji akan pakai jersey tim favorid masing masing!" Oliv mengerucutkan bibirnya, membuat Jonathan tampak tertawa. Well, pria itu bukan tipe orang yang akanmengoleksi outfit tim sepakbola favoritnya. Hanya saja, melihat betapa Oliv begitu mengagumi Real Madrid, rasanya pasti akan menyenangkan melihat gadis itu dalam balutan jersey sepakbola.

"Sudah jangan banyak bicara. Lebih baik kau duduk dan lihat pertandingannya." ucap Jonathan seraya memfokuskan pandangannya ke TV.

Beberapa detik kemudian, mereka tampak fokus untuk melihat pertandingan. Bersorak dan berteriak menyemangati seolah mereka adalah tim pemandu sorak di pinggir lapangan.

"Yoooo! Ronaldo cepat! Ambil bolanya dari Messi! Ayoo!" Oliv berteriak histeris seraya menghentak-hentakkan kakinya. Hal itu membuat Jonathan tidak lagi fokus pada pertandingan karena pandangannya sudah sepenuhnya milik Oliv. Gadis itu terus bersorak semangat, dan jika tendangan dari tim Real Madrid meleset, Oliv akan berteriak histeris seraya menjambak rambutnya.

Membuat Jonathan merasakan kehangatan dalam dadanya.

Jonathan tidak lagi perduli jika tim favoritnya kalah. Karena kini, yang ia pedulikan adalah melihat ekspresi senang, kesal, dan sedih selama Olivia selama menonton pertandingan.

Next chapter