Alva Marteen, pria 21 tahun yang tidak pernah serius untuk berhubungan. Pria itu hanya menganggap gadis gadis sebagai mainannya. Pria itu terkenal dengan kekasarannya. Pria itu terkenal baik di dalam universitas maupun di luar universitas. Di dalam, ia terkenal sebagai si hot berotak cerdas, dia juga di kenal sebagai the son of hottest lecturer in the world. Ketika di luar, orang akan memanggilnya 'The Dark Roughy Alva Marteen'.
"Babe, wake up." Alva mengerjapkan matanya ketika mendengar suara manis di telinganya, dilanjutkan dengan jilatan dan gigitan kecil yang membuat Alva mengerang. Pria itu membuka matanya, dan langsung menerjang bibir gadis yang ada di sebelahnya.
Gadis itu tersenyum, mengalungkan lengannya di leher Alva. Berusaha untuk bangkit dan duduk di perut sixpack Alva, membuat selimut yang menjadi pelindungnya tersingkap,memperlihatkan tubuh putihnya yang polos tanpa penutup apapun. Alva terus mencium dan menggigit kecil leher gadis itu, membuat sang gadis mengerang. Dia merasakan tonjolan yang menggesek bokongnya,"Already hard,huh?"
Gadis itu tersenyum kecil, semakin menggesekkan bokongnya, membuat Alva menggeram nikmat.
"Olivia, shit, Olivia"
"What?!" Gadis itu menghentikan gesekannya ketika mendengar nama seorang gadis keluar dari mulut Alva. Membuat pria ituakhirnya membuka matanya dan terkejut mendapati gadis blonde itu berada di atas tubuhnya.
"What the hell are you doing there Chloe?!" bentak Alva seraya mendorong gadis itu.
"What the hell am I doing? Guess what?!" Chloe balas membentak dan segera memakai bajunya.
"Bagaimana bisa kau menyebut nama gadis itu ketika bersamaku?!" Chloe kembali membentak,membuat Alva memijat keningnya. Pasti dia terlalu banyak minum semalam.
Well, Alva memang tidak ke rumah Kath seperti yang pria itu katakan pada Jonathan. Dan jelas, Jonathan mengerti maksud Alva. Alva pergi ke arra balap ketika lebih dari 10 orang mengiriminya pesan singkat yang mengatakan bahwa Alva adalah seorang pengecut. Dan bagi Alva, tidak ada yang boleh mengatakannya pengecut, kecuali ingin dipermalukan.
Alva memamg memenangkan pertandingan, dan hadiahnya adalah berpesta semalaman di sebuah club malam. Selain itu, Alva dapat bonus, bersenang senang dengan Chloe Rosabell. Si gadis blonde bertubuh seksi bak model Victoria's Secret yang pernah menjadi kekasih Alva.
Tapi, serius. Alva tidak berniat untuk menemui Chloe. Ia memang tidak tahu apakah dirimya benar benar terjatuh dalam pesona Olivia, namun, bercinta dengan mantan pacarmu di malam jadianmu dengan gadis lain bukanlah ide bagus. Tapi lihat ini. Bagaimana bisa Alva mendapati sosok Chloe di saat ia bangun?
"And who the hell is giving you any permission to be fucking here?!" Alva membentak kesal, membuat gadis itu memutar bola matanya dan tersenyum menggoda," Kau menyukainya, Alva"
Alva menatap gadis itu datar,"Talk shit, huh?"
"Kau bahkan memasuki begitu keras, dan dalam. Seolah kau benar benar merindukan untuk berada di dalamku," Chloe memasukkan tangannya ke selimut, kemudian menggenggam sesuatu yang memang sudah mengeras di bawah sana. Alva mengerang, membuat pria itu menerjang tubuh Chloe. Alva menciumi gadis itu dengan kasar. Tangannya tak berhenti untuk memasuki lubang Chloe, dalam, sangat dalam, dan kasae. membuat gadis itu berteriak dan mendesah nikmat secara bersamaan.
"Wanna back with me? Ah, harder, Alva! Oh, nice, deeper!"
Alva menekan rahang Chloe dan tersenyum sinis,"Aku tidak tahu, pernah berpacarandengan seorang jalang sepertimu. And .... wanna back with you? Of course, no."
Pria itu menghentikan aksinya dan beralih untuk memakai celana dan kaosnya, membuat Chloe berteriak frustasi karena belum mencapai klimaks. Gadis itu menatap tajam punggung Alva dan berteriak," Karena kau sudah punya jalang baru yang akan kau rusak perlahan?! That Oliv-bitch?"
Alvamengerang tidak tahan. Pria itu berbalik untuk menampar pipi Chloe, dan lagi lagi menekan rahang gadis itu," Dengar, bitch," ucap Alva, tatapannya sanggup membuat Chloe sedikit ketakutan,"Jangan pernah menyamakan gadisku dengan dirimu dan gadis lainnya. Derajatmu begitu rendagan!"
Chloe terhina. Gadis itu merasakan sesuatu yang mencabik dadanya ketika Alva mengatakan hal itu tepat di depannya. Alva memang kasar, tapi untuk berkata demikian hanya untuk membela seorang gadis, Chloe tahu itu sama sekali bukan Alva yang ia kenal.
"Bajingan!" bentak Chloe,"Aku akan membuat perhitungan dengan gadis itu! Aku akan membuat kalian berdua menyesal!!"
Alva tertawa sinis,"Lakukan, dan kau akan mati."
Setelah mengatakannya, Alva bergegas meninggalkan kamar hotel tersebut. Dia akan menghampiri Richard dan membuat perhitungan dengan pria bajingan itu. Ya. Pasti sahabat bodohnya itulah yang mengatur malam tak terduga dengan Chloe.
❤❤❤❤❤
"Come on,dude!!" Richard menatap sosok pria di hadapannya dengan pandangan tak percaya. Tentu saja. Bagaimana bisa pria itu berkata bahwa dia sudah menjadikan gadis beasiswa bernama Olivia sebagai kekasihnya kemarin sore.
"Bagaimana bisa kau buru buru seperti itu? Kau benar benar berfikir sempit,argh!!" dengus Richard. Dia tau betapa bajingannya dirinya, tapi, melihat sahabatnya akan merusak mahasiswa dari negara lain yang sedang belajar di negara mereka seperti,,,, 'Man!! That's not my style!!'
"Aku sudah mengatakannya berkali kali" Alva menghela nafas panjang,"Aku benar benar menganggap jika dia berbeda, man!! Maksudku, dia selalu berhasil membuatku tersenyum dan ingin selalu di dekatnya. Aku tidak bisa menahan perasaan itu!b Aku bisa gila jika dia didekati pria lain!!"
Richard memutar bola matanya,"Sounds like a bull. Like, the fuck, Alva. Aku mengenalmu lebih dari 10 tahun. Dan kau bahkan berkata hal yang sama tentang Chloe!! Kau hanya main main dan kau sedang main main dengan orang yang salah!"
Alva menghela nafasnya panjang. Dia tidak tahu lagi harus berkata apa. Richard benar, pria itumemgenal Alva lebih dari Alva mengenal dirinya sendiri. Bahkan jika Richard adalah perempuan, Alva bersumpah akan menikahinya. Melihat reaksi teman temannya yang tidak suka jika Alva berdekatan dengan 'si gadis beasiswa', Alva berniat untuk menyembunyikan hubungan mereka. Tapi kejadian hari ini membuatnya benar benar membuka tentang hubungannya dengan Olivia.
"Apapun itu. Aku tidak suka gagasanmu untuk membiarkan Chloe berada di satu ruangan bersamaku" ucap Alva, membuat Richard menghela nafas. Tujuan Richard menyuruh Chloe untuk menguasai Alva semalam adalah untuk mengingatkan Alva bahwa gadis yang sesuai dengan mereka adalah gadis seperti Chloe, bukan Olivia. Tapi siapa sangka jika Alva justru berkata bahwa mereka sudah berpacaran?
"Dan Richard." Alva menatap pria itu seraya menghela nafas,"Lelaki brengsek pun ingin gadis baik baik untuk menjadi kekasihnya"
Richard tersenyum sinis,"Tapi gadis baik baik tidak berhak mendapat lelaki brengsek. Bukankah begitu?"
❤❤❤❤❤
"Olivia!!" nama itulah yang Alva sebut ketika kakinya menginjak lantai depan rumah. Pria itu bergegas untuk menuju ke dalam, menemui gadis Asia yang selalu bisa membuat moodnya membaik.
"Olivia!" panggil Alva lagi. Dia benar benar ingin melihat wajah gadis itu. Dia ingin merasakan pelukannya, dan mencium bibir merah mudanya.
Alva bimbang. Dia bimbang tentang perasaannya sendiri. Di satu sisi, dia mendapatkan kenyamanan yang tidak pernah dia rasakan bersama gadis lain. Dia bisa melakukan sesuatu tanpa takut menerima predikat pengecut bersama Olivia. Dia melakukan banyak hal baik di ddpan Olivia. Dan yang jelas, Alva tidak mau melihat gadis itu menangis.
"Alva!" Pria itu menoleh, melihat Patricia yang tampak menghampirinya.
"Patricia, kemana daddy?" tanya Alva.
"Mr.Marteen sedang keluar bersama Olivia," ucap Patricia membuat alis Alva terangkat,"Mereka keluar bersama?"
Patricia mengangguk,"Katanya mau membeli barang barang Olivia."
Alva membanting tubuhnya ke sofa ruang keluarga, entah apa yang membuat pria itu tertawa. Tetapi, tentu saja is tertawa. Bahkan, ayahnya menyukai Olivia. Alva tidak pernah melihat ayahnya begitu peduli dengan gadis yang sedang dekat dengan Alva. Tetapi Olivia?? Lihat bagaimana Jonathan mengancam Alva. Lihat bagaimana Jonathan memperlakukan gadis itu begitu baik.
"That makes me difficult." desah Alva seraya memijit kepalanya. Sikap Jonathan kepada Olivia justru membuat Alva takut. Takut, jika pada akhirnya, pria itu memang benar benar akan menyakiti Olivia dan mengecewakan ayahnya karena tidak berhasil menjaga gadis beasiswa yang belajar di New York demi cita citanya.
"Alva, aku pulang dulu. Makanan sudah siap." ucap Patricia yang dibalas deheman singkat oleh Alva. Proa itu memilih untuk mandi dan berganti pakaian. Setelah selesai, Alva kembali ke ruang keluarga. Pria itu menyalakan TV, bermaksud untuk menghilangkan pikirannya yang sebenarnya, doesn't make any sense. Namun, entahlah. Alva tidak bisa konsentrasi terhadap acara yang ia lihat. Yang ada di pikirannya hanyalah Olivia, dan bagaimana pria itu ingin merasakan tubuh mungil Olivia di dekapannya.
Suara tawa yang begitu alva kenal terdengar, membuat pria itu terlonjak, dan berjalan menuju pintu utama rumahnya. Dilihatnya sang ayah yang sedang merangkul leher Olivia. Olivia yang tampak cantik memakai dress milik ibu Alva. Olivia yang tampak cantik karena sedang tertawa bahagia.
"Olivia!" panggil Alva. Sang gadis berhenti tertawa, melongo melihat Alva dengan rambutnya yang masih basah tampak menatapnya begitu dalam. Sedetik kemudian, Alva berjalan ke arahnya, menarik tubuhnya hingga terlepas sepenuhnya dari rangkulan Jonathan. Alva segera memeluk tubuh Oliv erat erat. Mencium aroma tubuh Oliv dalam dalam. Membuat Oliv akhirnya membalas pelukan Alva, dengan sedikit melirik ke arah Jonathan. Pria itu seolah tak peduli dan bergegas meninggalkan mereka berdua.
Apakah Jonathan marah??
Demi Tuhan, Oliv. Kenapa kau justru bertanya tanya tentang perasaan Jonathan?!
"What's wrong, Alva?" tanya Oliv, membuat Alva semakin mengeratkan pelukannya,"Aku sangat merindukanmu."
Oliv mengernyit dan terkekeh,"What? Kita baru tidak bertemu 1 hari!"
Alva melepas pelukannya dan merangkul bahu Oliv,"Itu tandanya kau harus berada di sebelahku selama 24 jam dalam sehari. Because you are so missable."
Lihat. Lihat betapa Alva bisa tersenyum lebar hanya dengan menatap wajah Olivia.
"Kau ini benar benar raja gombal!" cibir Okiv, membuat Alva menghela nafas dan tersenyum. Pria itu mendorong halus Oliv hingga terduduk di atas sofa keluarga. Selanjutnya, Alva duduk di sebelah Oliv, memandang wajah gadis itu intens.
"Kenapa? Kau aneh sekali, sih!" Ucap Oliv. Gadis itu mengalihkan pandangannya, namun Alva kembali menarik wajahnya agar menatap mata coklat itu.
Alva mendekatkan wajahnya, menemoelkan bibirnya di atas bibir oliv, melumat bibir oliv halus. Membuat Oliv yanh awalnya tersentak mulai merilekskan perasaannya. Oliv membalas ciuman Alva dengan melumatnya. Terbawa suasana, Alva bergerak dengan memainkan lidahnya, membuat mata Oliv membulat tak percaya, namun tak kuasa untuk menolak lidah Alva yang bermain di dalam mulutnya. Oliv mengerang, membuat Alva semakin bergairah. Alva menidurkan Oliv dan memposisikan tubuhnya di atas Okiv.
"Kau sungguh cantik, Olivia!" bisik Alva. Pria itu tersenyum seraya memainkan anak rambut Oliv, membuat Oliv balas tersenyum. Gadis itu memperhatikan bibir Alva yang begitu manis.
'Bibir Alva sungguh manis. Aku bertanya tanya bagaimana dengan bibir Jonathan?'
Oliv mengerjapkan matanya ketika pemikiran itu memasuki otaknya. 'What the fuck,Olivia! Bisa bisanya kau memikirkan Nonathan di saat seperti ini?!'
Alva kembali melumat bibir Olivia. Dan Demi Tuhan, Alva merasakan perasaan bahagia yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Melumat bibir gadis gadis adalah hal lumrah yang Alva biasa lakukan. Namun, Alva tidak tahu bagaimana bisa, melumat bibir Olivia adalah hal paling baik yang pernah ia lakukan.
Alva tersenyum ketika tangan Oliv melingkari lehernya. Pria itu membuka matanya, menatap wajah cantik Olivia yang memerah. Gadis itu menutup matanya, membuat Alva bisa menikmati setiap jengkal wajahnya sedikit lebih lama. Deraan nafas Oliv yang tenang begitu indah menerpa wajah Alva. Membuat Alva seolah menjadi pria paling bahagia di muka bumi.
'Olivia, am I in love with you?'
Alva terus bertanya dalam hati. Dia tidak tahu, apa arti cinta yang sesungguhnya. Yang ia lakukan hanya bersenang senang dengan gadis cantik, dan selama gadis cantik utu tidak memalukan untuk diperkenalkan kepada banyak orang, maka hal itu sudah cukup untuk Alva.
'Or am I in love with the feeling?'
Perasaan nyaman. Perasaan bahagia. Perasaan dimana kau hanya ingin melihat gadismu tersenyum. Perasaan dimana kau hanya ingin melakukan hal baik di depannya. Apakah Alva mencintai Olivia, atau hanya mencintai perasaan yang selalu ia rasakan ketika bersama Olivia? Entahlah. Alva tidak tahu apa jawabannya. Ia hanya tahu, bahwa ia bisa mendapatkan perasaan itu hanya bersama Olivia.
"Ehem!" Deheman keras membuat mereka tersentak. Baik Alva maupun Olivia, mereka berdua terlonjak kaget. Terlebih ketika menyadari siapa pria yang sengaja berdehem untuk menghentikan aktivitas mereka.
"Daddy!" panggil Alva. Membuat pria itu menatap wajah Alva kaku, sedangkan Oliv masih tersentak tak percaya dengan kehadiran Jonathan.
"Maaf untuk mengganggu acara kalian" ucap Jonathan sarkartis. Kini tatapannya justru menajam ke arah Oliv, membuat gadis itu harus susah payah menelan ludahnya.
"Tapi ini sudah waktunya makan malam. Dan kau .... " Jonathan menunjuk wajah Oliv. Sialan. Dia merasa kesal sekali dengan gadia yang ada di hadapannya.
"Aku mengebut bukan untuk melihatmu berciuman! Tapi karena kau yang merengek minta makan!" Oliv membuka mulutnya tak percaya dengan perkataan Jonathan. Well, memang benar. Jonathan benar benar mengebut, hingga menerobos lampu merah. Tapi pria itu hanya berkata jika dia ingin menonton opera sabun favoritnya, well, walaupun itu terdengar konyol karena mana mungkin seorang Jonathan Marteen melihat opera sabun??
"Babe, kau lapar?" Alva menatap wajah Oliv yang kaku, kemudian tertawa seraya mengacak acak rambut gadis itu.
Akhirnya, mereka berjalan menuju meja makan. Dan seperti biasanya, Oliv duduk di depan Jonathan yang sedang menatapnya dengan tatapan membunuh. Membuat Oliv lagi lagi berpikir apakah Jonathan sedang marah??
"Kalian berdua cepat akrab, ya! Aku jadi bahagia!" ucap Alva seraya tersenyum. Pria itu mengambil piring dan mengisinya dengan makanan, kemudian menyerahkan kepada Oliv, setelah itu menyiapkan makanan untuk dirinya sendiri.
"Ya, saking akrabnya, kekasihmu itu sampai mengakui ... "
Oliv mendelik ke arah Jonathan, membuat pria itu menggantung ucapannya. Tatapan matanya masih setajam pisau.
"Kau bicara apa, dad?" tanya Alva seraya memakan makanannya.
"Tidak!" Jonathan beranjak dari tempat duduknya.
"Dad, kau tidak makan?" tanya Alva bingung,membuat Jonathan mendengus kesal,"Aku sudah kenyang melihat opera sabun kesayanganku."
"Sejak kapan kau menonton opera sabun, dad, seriously? Dan kenapa kau kenyang hanya karena menontonnya?" Alva tertawa.
"Aku sudah kenyang menonton adegan ciuman panas mereka." dengus Jonathan. Pria itu berjalan meninggalkan ruangan makan, meninggalkan Oliv yang terasa tertohok dengan ucapan Jonathan.
"Dia marah?" Oliv bertanya pada dirinya sendiri, yang justru dijawab enteng oleh Alva,"Mungkin wanita club incarannya berciuman dengan lelaki yang lebih muda darinya."
Alva tertawa melihat tingkah kekanak kanakan Jonathan. Namun berbeda dengan Oliv yang menatap horror ke arah Alva, akibat ucapan aneh pria itu yang entah mengapa begitu cocok dengan keadaan mereka.