Elena dan Brian sama-sama diam dengan memejamkan mata. Elena membuka matanya yang lelah dan mengantuk. Dia ingin segera tidur, tapi sikap Brian yang memeluknya erat membuat gadis itu risih. Sangat risih karena Brian belum menarik tubuhnya dari dalam Elena.
"Brian," panggil Elena pelan.
"Tidurlah." Brian semakin rapat mendekap dan mencari posisi nyaman untuk tidur.
"Tapi Brian, itu...." Elena tak mampu melanjutkan kata-katanya. Dia ingin mengatakan bahwa Brian belum mencabut miliknya dari dalam tubuh Elena. Tapi itu terlalu memalukan untuk dikatakan.
"Tidur, Elena," tegas Brian dengan merapatkan kedua kakinya di belakang kaki Elena. Membuat Elena sedikit risih dan bergerak tak nyaman. "Brian, itu. Kau belum ...."
"Tidurlah Elena. Aku tau kau lelah dan mengantuk. Jadi, jangan bergerak-gerak atau kau akan membangunkannya lagi."
Elena langsung bungkam dan tubuhnya langsung kaku. Dia tak ingin bergerak walau hanya sesenti saja. Karena dia tau apa yang dimaksud Brian dengan 'membangunkannya' itu. Tapi ... Apa Brian tak ingin mencabutnya? Apa pria itu ingin berada di dalam tubuhnya hingga besok pagi? Oh my God.
Elena tak bisa berkata-kata. Elena tau ini malam terakhir Brian menyentuhnya. Karena sesuai kesepakatan Brian hanya menyentuh Elena saat masa subur saja. Mungkinkah karena hal itu, Brian tak menariknya keluar? Entahlah, Elena malas berpikir, dia sudah sangat mengantuk dan lelah. Elena memejamkan matanya erat.
Brian diam di belakang tubuh Elena. Dia tersenyum kecil menyadari napas Elena yang teratur. Wanita itu sudah terlelap. Brian memandang Elena. Menatap figure samping Elena. Brian ingin tertawa keras menertawakan aksi brutal dan gilanya malam ini. Dia bahkan ingin mengejek kelakuan absurdnya yang masih membenamkan juniornya di dalam Elena. Seperti maniak sex yang baru saja lepas kendali. Atau mungkin itu semua di bawah alam sadar dan keinginan terdalamnya, karena setelah malam ini dia tak bisa menyentuh Elena. Dia baru bisa menyentuh Elena sebulan lagi, saat masa subur Elena tiba. Atau bahkan tak akan pernah bisa lagi jika benih yang ditanam Brian sudah berkembang dalam rahim Elena.
Mengingat hal itu Brian mengusap perut rata Elena. Walau Elena bukanlah istri ataupun wanita yang dicintainya, tapi Brian berharap benihnya bisa tumbuh dan menjadi janin. Karena tak bisa dipungkiri bahwa Brian menginginkan seorang anak.
Brian mengecup pundak telanjang Elena sebelum memejamkan matanya rapat. Ikut tidur sebelum subuh menjelang dan mengharuskannya kembali ke mansion sebelum Elise terbangun. Hal itu memang melelahkan tapi Brian tak ingin melihat gurat kesedihan ataupun airmata di wajah istrinya.
....
Sudah sebulan berlalu sejak hari terakhir Brian menyentuh Elena. Hari ini saatnya pemeriksaan. Elena sudah telat satu Minggu dari tanggal perkiraan menstruasi-nya. Apakah benih Brian sudah tumbuh berkembang atau belum?
Elena sengaja meminta libur bekerja untuk pemeriksaan ini. Kini Elena dan Brian tengah duduk di ruangan Diana.
"Kau bisa ke kamar mandi di depan dan menampung air seni-mu ke dalam wadah ini." Diana memberikan sebuah wadah berbentuk mangkuk kecil yang sedikit pipih ke arah Elena.
Wanita itu mengangguk, berjalan keluar ruangan dan masuk ke kamar mandi yang tak jauh dari sana. Tak berapa lama Elena sudah kembali dengan membawa sample urine-nya di dalan cawan itu. Dia meletakkannya di atas meja. Dan Diana melakukan tugasnya. Dia mengambil salah satu alat tes kehamilan. Brian menatap setiap gerak gerik Diana.
"Kita harus menunggu sebentar. Akan muncul garis merah disini. Jika muncul dua garis merah itu berarti dia tengah hamil dan kau berhasil."
Mata Brian menatap lekat alat tes kehamilan itu. Satu garis sudah muncul. Perlahan tapi pasti muncul satu garis merah baru. Itu berarti ada dua garis merah di sana. Brian dengan cepat mendongak menatap Diana. Dan wanita itu juga melihatnya. Mata Brian memandang lekat Diana, seakan meminta kepastian wanita itu akan apa yang kini tengah Brian pikirkan. Diana tersenyum dan mengangguk. Brian membesarkan matanya. Bertanya dengan nada auntusiasme yang tinggi, "Dia hamil? Dia sedang hamil?"
"Ya, Brian. Kau sebentar lagi akan menjadi ayah." Diana tersenyum menatap sahabatnya itu.
"Hamil anakku?" Brian masih tak percaya. Diana mengangguk sekali lagi.
"Astaga, ya Tuhan. Aku tak percaya ini. Akhirnya aku akan mempunyai anak."
Senyum lebar muncul di wajah Brian. Bibirnya tertarik membentuk senyuman yang sangat lebar menunjukkan betapa bahagianya saat ini. Dia akan memiliki keturunan. Seorang anak yang akan mirip dengannya. Brian junior. Astaga, luapan kebahagiaan tak bisa Brian sembunyikan. Dia bahkan dengan cepat memeluk Elena erat. Lalu beralih memeluk Diana.
"Aku tak sabar membayangkan akan ada Brian junior. Jagoan kecil atau tuan putri. Diana bisakah kita mengetahui jenis kelaminnya saat ini?" Diana hanya menggeleng pasrah.
"Tentu saja tidak. Usia kandungannya baru hitungan minggu. Jadi kita tak bisa mengetahuinya."
"Aku harus menghubungi Elise untuk memberi tahunya kabar bahagia ini. Tolong periksa ulang dengan seksama dan periksa apa kandungan baik atau tidak." Setelah mengatakan itu Brian keluar ruangan dengan ponsel yang menempel di telinganya, menggubungi Elise sesegera mungkin.
Elena masih diam di tempat duduknya. Bibirnya mengukir senyuman melihat antusiasme dan kebahagiaan Brian saat mendengar kabar kehamilannya. Elena juga senang dengan kabar itu. Akan ada mahluk kecil yang tumbuh dan bergantung hidup dalam tubuhnya selama sembilan bulan. Tangan Elena mengelus pelan perut ratanya. Anaknya tengah tumbuh dalam rahimnya. Tapi ... bayi itu bukan miliknya. Entah mengapa rasa bahagia Elena tak sebesar milik Brian. Mungkin, jika dia berada dalam keadaan yang berbeda saat ini, Elena juga akan berteriak senang. Seandainya ini adalah anak Diego. Seandainya dia hamil dalam ikatan pernikahan. Dan seandainya Elena tak terikat kesepakatan gila itu. Mungkin saat ini Elena menjadi wanita yang paling bahagia.
"Kau baik-baik saja?" Elena mendongak saat mendengar pertanyaan dokter Diana. Elena mengangguk dan tersenyum padanya.
"Aku tak tau apa yang sebenarnya terjadi, Brian hanya mengatakan jika dia akan menyentuhmu dan anak itu akan menjadi miliknya dan Elise."
"Apa kau yakin akan memberikan anakmu kepada mereka?" Dokter Diana menatap Elena lekat.
"Tak akan ada ibu yang ingin berpisah dengan anaknya. Tapi ... Aku yakin mereka pasti bisa merawat anakku. Lagipula, aku sudah mendapat bayaranku. Tak sepantasnya aku menginginkan bayi ini."
Dokter Diana diam tak bisa berkata apapun lagi. Dia bangkit dan mengajak Elena berbaring di brankar untuk pemeriksaan lebih lanjut.
....
Elise datang tak lama kemudian. Brian yang menunggu di depan ruangan dokter Diana menyambutnya dengan pelukan erat. Berulang kali bergumam jika dia akan menjadi ayah sebentar lagi. Dan Elise akan menjadi ibu. Euforia kebahagiaan Brian menular kepada Elise. Dia juga senang. Walau bukan dia yang hamil anak Brian tapi pada akhirnya anak itu akan menjadi milikya. Anaknya dengan Brian.
Brian mengajak Elise untuk masuk ke dalam ruangan itu. Diana baru saja selesai memeriksa Elena. Dan wanita itu tengah duduk di atas brankar saat mereka masuk. Elise langsung memeluk Elena erat.
"Terimakasih Elena. Aku sangat bahagia. Aku bahagia mendengar kehamilanmu." Elena membalas pelukan Elise sama eratnya. Dia tersenyum melihat wajah cerah adiknya.
"Calon anakku," bisik Elise di telinga Elena. Dua kata itu menyentak hati Elena.