webnovel

Bab 5

Setelah melihat Ahwan pergi bersama Nada. Sheila memutuskan untuk duduk di kursi tunggu perpustakaan. Ia sibuk merenung tanpa menyadari ada seseorang yang mengamatinya. Orang itu adalah Christian Valdo.

"Sheila, Apa yang kamu lakukan disini?" Ujar Valdo mendekati Sheila. Ia duduk di sebelah gadis itu. Ia mengamati ada yang aneh dengan Sheila. Karena wajah gadis itu nampak sendu dan murung.

"Ah, Valdo. Sheila habis balikkin buku. Lah Valdo sendiri di perpustakaan ngapain? Kamu kan jarang ke perpus." Balas Sheila, gadis itu nampak menutupi kesedihannya. Ia tidak ingin terlihat lemah di hadapan sahabatnya.

"Saya nyari buku buat referensi lomba karya tulis ilmiah." Sheila terkejut mendengar itu. Valdo yang ia kenal benar-benar berubah. Valdo yang tidak suka belajar atau mau repot-repot memperbaiki prestasinya.

"Jangan memandang saya seperti itu Sheila. Saya hanya ingin menjadi lebih baik. Saya sadar hal yang dulu saya lakukan salah, tawuran, ngerokok, nongkrong sana-sini. Semuanya tidak jelas dan tidak bisa menjamin masa Depan saya. Apalagi sejak Oma meninggal." Sheila menatap Valdo lekat-lekat. Nyatanya pria itu bisa berubah. Apa begitu sedihnya dia kehilangan Oma? Keluarga satu-satunya yang dimiliki Valdo.

"Kamu tidak tertarik ikut lomba?" Tanya Valdo mencoba mengalihkan perhatian Sheila. Ia belum siap menceritakan semua keterpurukannya akhir-akhir ini.

"Sheila nggak bisa nulis." Jawab Sheila dengan sedih. Jujur ia juga ingin ikut seperti itu. Ia merasa waktu luangnya terbuang sia-sia sedang ia tidak memiliki pengalaman apapun yang bisa ia banggakan.

"Saya juga tidak bisa nulis Sheila. Jadi kamu tidak perlu takut. Kamu hanya perlu belajar." Valdo seakan mengingatkan Sheila jika ia juga bukan orang yang ahli. Baginya menulis itu adalah hal yang dapat dipelajari jadi tidak perlu bakat hanya perlu ketekunan saja untuk melakoninya.

"Jadi Sheila bisa ikut lomba?" Sheila menatap Valdo penuh harap. Entah kenapa rasa sedihnya tergantikan sebentar dengan rasa penasarannya. Ia kadang terpukau dengan teman-temannya yang punya prestasi, ia juga ingin seperti itu. Ia tidak ingin jadi mahasiswa biasa saja.

"Tim saya kurang satu orang. Kamu mau tidak bergabung bersama tim saya." Tawar Valdo. Sebenarnya ini juga termasuk akal-akalannya saja. Biar ia bisa bertemu Sheila dengan alasan yang jelas. Agar suami Sheila tidak terlalu membatasi ruang gerak Sheila dalam bergaul. Bagaimanapun Valdo tidak ingin Sheila tertekan? Ia bisa melihat dari cara Ahwan memperlakukan Sheila seperti seorang tawanan yang ruang geraknya di batasi.

"Beneran boleh?" Sheila lagi-lagi meyakinkan Valdo. Ia takut jika tidak akan diterima.

"Boleh dong. Masa tidak boleh."

"Nanti kalau tulisan kita lolos. Kita bisa presentasi ke Makassar."

"Apa?" Sheila tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Valdo.

"Jadi Sheila kita bukan cuma nulis, tapi kita juga akan mempresentasikan apa yang kita tulis dan berjuang untuk meraih gelar juara." Valdo menjelaskan keuntungan-keuntungan mengikut lomba karya tulis ilmiah yang selama ini ia rasakan.

"Jadi kita jalan-jalan ke Makassar."

"Iya lomba sekalian jalan-jalan nanti dibayarin kampus. Nanti kita juga bisa ketemu mahasiswa berprestasi dari seluruh Indonesia disana." Valdo tersenyum, ia begitu suka melihat wajah berpikir Sheila dari pada wajah sendunya tadi. Gadis itu nampak cantik di matanya. Andai ia tidak terlambat, pasti dialah yang memiliki gadis itu bukan pria asing itu.

"Sheila mauuuu..." Rasanya senang sekali mendengar apa yang diucapkan Valdo. Ia tidak sabar menantikan hal itu. Ia harus memanfaatkan waktunya semasa kuliah untuk hal ini. Soal mas Ahwan nanti dia akan cari tahu. Dan untuk hal ini ia rasa ia tidak perlu ijin dengan Ahwan. Pria itu tidak mungkinkan melarangnya untuk menuntut ilmu dan berprestasi.

"Ayo ikut saya. Saya kenalkan sama anggota kelompok kita satu lagi." Mereka berdua berdiri berjalan beriringan menuju tempat dimana Valdo janjian dengan Winda salah satu anggota kelompok mereka.

*****

"Mas udah pulang?" Tanya Sheila ketika melihat Ahwan tiba di rumah. Pria itu tumben sekali pulang saat waktu hampir memasuki Maghrib biasnya Ahwan akan pulang malam seperti malam kemarin.

"Iya kerjaan saya dikit tadi. Jadi tidak perlu lembur." Jawab Ahwan dengan menatap lembut Sheila. Kemudian pria itu merentangkan tangannya dan mengkonde Sheila untuk memeluknya.

"Kamu tidak mau memeluk saya?" Ujar Ahwan dengan nada sedih. Karena tidak seperti biasanya Sheila tidak menyambutnya. Biasnya Sheila akan dengan ceria memeluknya dan menceritakan kisah di kampusnya. Gadis itu nampak diam, pasti ada yang disembunyikan gadisnya.

Sheila bergerak ragu, jujur ia masih sakit melihat Ahwan berdua tadi dengan Nada. Bahkan pria itu bersikap seakan-akan tidak melakukan kesalahan apapun di depannya. Pria itu tidak menceritakan apapun padanya tentang apa yang ia lakukan bersama nada.

"Sheila," panggil Ahwan sekali lagi, karena tidak ada pergerakan dari istrinya. Ahwan lelah dengan hidupnya, ia pulang berharap bisa mendapat pelukan istrinya untuk menenangkan hatinya.

Dengan terpaksa Sheila melangkah cepat. Ia langsung memeluk pria itu, Ahwan tersenyum senang. Ia melingkarkan tangannya erat di pinggang gadis mungil yang telah mencuri hatinya itu. Rasanya nyaman sekali memiliki malaikat cantik yang menungguinya di rumah. Beban yang ia tanggung berasa hilang.

"Kamu kenapa diam saja?"

"Kamu tidak suka memeluk saya."

"Bukan itu mas, Sheila hanya lelah banyak tugas dari dosen."

"Begitu, mas dulu juga ngerasain kok. Pas jadi mahasiswa."

Walau dihatinya merasa bersalah karena akhir-akhir ini membohongi malaikat kecilnya. Bukan Ahwan tidak ingin jujur, namun Ahwan berusaha mencari waktu yang tepat. Ia tidak ingin Sheila tersakiti. Ia sedang berusaha keluar dari situasi ini. Bagaimanapun ia tidak bisa melepas Nada begitu saja, sebelum ada orang yang benar-benar bisa menggantikan posisinya di Nada. Ahwan tidak sanggup untuk menyakiti keduanya. Ia hanya perlu waktu yang tepat untuk hal ini. Ahwan menghembuskan napas berharap hal berat ini segera berakhir. Ia ingin menikmati masa-masa pernikahannya dengan orang yang ia cintai tanpa ada bayang-bayang siapapun.

Ahwan semakin menenggelamkan pelukannya. Sheila bisa merasakan kehangatan mereka seperti matahari yang memeluk bumi begitu hangat. Dan juga debaran jantung Ahwan seakan menandakan jika perasaan pria itu masih sama untuknya. Apakah jantung itu juga berdebar untuk Nada? Batin Sheila berguman tanpa sadar Sheila mengeratkan pelukannya pada Ahwan. Ia takut kehilangan pria yang ia cintai ini. Ia tidak ingin membaginya dengan siapapun itu.

Suara adzan terdengar, Sheila reflek melepas pelukan mereka. Ia tersipu malu karena begitu erat memeluk Ahwan suaminya. Walau Ahwan sendiri nampak tidak keberatan dengan apa yang dilakukan oleh Sheila. Pria itu nampak senang.

"Mas kita persiapan untuk sholat dulu." Ujar Sheila mengingatkan Ahwan. Pria itu tersenyum kemudian mengangguk menuntun Sheila untuk sholat berjamaah bersamanya di masjid dekat rumah.

****

Follow Instagram @wgulla_

Next chapter