webnovel

23

Minato mengatur napas, mengambil duduk pada bangku panjang di pinggir lapangan. "Aku sudah tidak muda lagi, aku menyerah!" katanya, sedikit mengerang, ketika teman-temannya masih terlihat bugar untuk bermain basket bersama di sebuah lapangan pribadi di Adachi. "Biarkan aku duduk dan melihat ponselku, mungkin ada pesan dari istriku."

Pesan yang masuk itu rata-rata dari klien yang tahu nomor pribadinya, rekan kerjanya, redaksi, dan terakhir dari Sakumo. "Malam ini saya berada di Shibamata, mengantar Tuan Muda," Minato terdiam sejenak, kemudian membuka lokasi yang dibagikan dengannya setelah dia tahu apa yang harusnya dilakukan olehnya.

"Ada urusan mendadak, boleh aku pergi duluan?" dengan berat hati dia harus mengumumkan hal seperti itu kepada teman-temannya. Ia tahu kalau mereka semua kecewa, mengingat Minato sendiri tidak pernah ada waktu bersama teman-temannya, banyak yang harus dilakukannya sebagai seorang Minato, juga sebagai seorang Matthew dari kerajaan Inggris. "Maaf ya, aku benar-benar ada urusan mendesak."

"Kuharap kita bisa bermain basket lagi, dan lain kali mungkin aku yang akan menang."

"Kita bisa taruhan untuk makan malam," balas Minato kepada teman-temannya. "Aku pergi dulu, terima kasih undangannya."

Asistennya membawa tas olahraganya, kemudian berbisik, "Antar aku ke Shibamata, ini hal yang penting, aku harap sedikit mengebut, apa kau bisa?" saat sang asisten menyanggupi, Minato keluar dari lapangan basket pribadi indoor itu menuju ke mobil yang sudah disiapkan oleh sang asisten di depan bagian pintu lobi.

Dalam perjalanan itu, Minato tidak bisa berhenti untuk menebak-nebak sesuatu, dan lebih penting tempat apa itu di Shibamata. Sejak kejadian yang membuatnya terus kepikiran. Minato tidak pernah absen untuk terus mengawasi anak itu, bahkan cukup telaten baginya terus meneliti setiap rekaman-rekaman perjalanan putranya. Shibamata, satu-satunya daerah ujung timur yang cukup langganan didatangi, dengan bangunan-bangunan yang masih kental sejak zaman Showa.

Sampai di tempatnya dalam waktu setengah jam, di pintu masuk menuju kota tua itu, Minato menemukan mobil sedan yang dapat dikenali olehnya langsung. "Itu mobil Sakumo, 'kan?"

"Saya rasa memang benar, tapi sepertinya tidak ada orang di dalam sana," mobilnya berhenti di belakang mobil Sakumo, Minato buru-buru keluar dari mobilnya tanpa menunggu sang asisten membukakan untuknya. "Saya akan membangunkannya."

"Tidak perlu," ujar Minato, mencegah saat melihat posisi tidur Sakumo yang sangat aneh. Benarkah Sakumo tertidur dengan duduk? Padahal laki-laki itu tidak pernah ketiduran dengan posisi seperti itu karena tidak nyaman, meski mengantuk Sakumo akan tetap tersadar. "Aku akan pergi ke suatu tempat."

"Anda akan pergi ke mana? Anda tidak bisa pergi sendirian, ini sangat berbahaya."

"Kau bisa melihat kalau daerah sini masih ramai? Mungkin ada festival, banyak orang mengenakan kimono dan hakama," Minato melirik suasana ramai di ujung matanya sana, tapi sang asisten merasa heran. "Kau tidak apa-apa?"

"Ya, saya tidak apa-apa, saya akan menunggu Anda di sini," kata pria setengah baya itu. Dan sejujurnya, dia hanya bisa melihat beberapa orang saja yang berseliweran, sedang bersepeda dan membawa beberapa kantong belanjaan—tidak ada busana festival seperti yang disebutkan oleh sang majikan, atau memang ini karena lelah sampai dia tidak menyadari di ujung sana ada pesta, oh sial, seharusnya dia pergi ke optik untuk memeriksakan mata.

Minato pergi sendiri menuju ke tempat ramai-ramai, sampai seorang wanita berambut panjang menghampirinya, tersenyum ramah dengan mata hijau terang. "Maaf mengganggu, Anda terlihat lelah, maukah mampir ke kedai kopi saya?" pria itu berhenti dan melihat brosur sesaat. "Saya akan berikan diskon untuk Anda, saya juga menjual kopi pilihan, Anda bisa menyeduhnya di rumah," tiba-tiba, kakinya tidak bisa bergerak, padahal dia ingin melangkah kembali membelah beberapa orang yang semakin berdatangan untuk mengikuti acara festival. "Silakan, di sini tempatnya."

"Ini ada acara apa?" tanya Minato penasaran, sembari dia terus memandangi pasar malam yang terasa sangat aneh. Seperti bukan di tempat terakhir kali dia berpijak, ia seakan terlempar ke masa lalu, rambut-rambut mereka yang disanggul rapi, anak-anak gadis yang manis dan terlihat apa adanya. Minato menelitinya. Ia menyukai Jepang dan mencintai negeri ini melebihi apa pun, tentu saja dia tahu apa yang tidak beres di sini. "Kurasa ini bukan tempatku," Minato berhenti melangkah. "Apa kau bukan manusia? Apa semua yang ada di sini bukan manusia?"

Wanita bermata hijau itu berhenti melangkah, lalu membalikkan badannya, menghadap Minato. "Apakah putraku ke sini karena tempat ini?" Minato mengatur napasnya, tiba-tiba kaget karena kabut muncul di kota. "Apakah kau mengenal putraku? Di mana dia sekarang?"

"Sedang menikmati kopi," jawab wanita itu, dan sama-sekali tidak menunjukkan rasa terkejut, seolah-olah tahu bahwa Minato memiliki tujuan ke sini, sebaliknya wanita itu ingin mengantarkan ke tempat tujuan yang diinginkan oleh Minato sendiri—bertemu putranya yang misterius. "Maka dari itu saya mengajak Anda ke kedai. Anda bisa minum kopi bersama dengan putra Anda, membicarakan apa yang terjadi padanya."

Perasaan Minato berdetak kuat, dia sekali lagi memandangi brosur kedai kopi itu sembari tersenyum. "Apakah dia akan membenciku nanti kalau aku tahu apa yang sedang terjadi padanya?"

"Kita tidak akan pernah tahu, bila kita tidak mencobanya."

Zaman Shōwa (昭和) atau Periode Shōwa (25 Desember 1926–7 Januari 1989) adalah salah satu nama zaman di Jepang pada abad ke-20. Zaman Shōwa berlangsung pada masa pemerintahan Kaisar Shōwa (Hirohito), sejak Kaisar Hirohito naik tahta pada 25 Desember 1926 hingga wafat pada 7 Januari 1989. Tahun Shōwa berlangsung hingga tahun 64 Shōwa, dan merupakan masa pemerintahan terpanjang dari seorang kaisar di Jepang (62 tahun 2 minggu), walaupun tahun terakhir zaman Shōwa (tahun 64 Shōwa) hanya berlangsung selama 7 hari.

BukiNyancreators' thoughts
ตอนถัดไป