webnovel

14. Rahasia [Secuil Kenangan]

Partner in crime, sebuah hubungan yang mereka jalani. Hanya sebatas sahabat tapi terkadang melebihi kekasih. Chakra adalah moodboster Lova, selalu jadi tempat bercerita saat dia senang, sandaran saat dia bersedih. Chakra selalu mengusahakan bahwa apapun keadaannya, dia harus bisa berada di samping Lova saat gadis itu membutuhkannya. Pria itu selalu menyediakan bahu untuk tempat bersandar, jari untuk menghapus airmatanya, dan tangan yang senantiasa menggenggamnya kemanapun mereka pergi.

Bagi Chakra, Lova memiliki tempat tersendiri di hatinya. Bukan sebatas sahabat namun juga bukan sebagai kekasih. Meskipun banyak orang yang bilang hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan itu tidak lepas dari yang namanya love and lust….

***********

Winta dan juga Lova hanya menatap Sana dalam diam. Sejak mereka pindah cafe sampai akhirnya duduk bertiga di meja yang berada dekat dengan pintu masuk di kafe kedua. Kondisi kafe yang cukup sepi membuat suasana menjadi akward dan sedikit menegangkan.

Seorang pelayan datang membawakan mereka makanan yang tadi sudah di pesan. Ketiganya menikmati makanan dalam diam. Lova memainkan sendoknya sambil sesekali melirik ke arah Sana. Begitu juga dengan Winta yang memainkan sedotannya sembari mencuri pandang ke arah Sana.

Lova dan juga Winta saling berpandangan, saling memberikan kode. Lova mengangkat bahunya tak acuh, ia juga bingung harus mengatakan apa melihat Sana yang sepertinya sedang tidak mood sejak meninggalkan restoran yang pertama tadi.

"Berhenti ngelihat gue kayak gitu, guys. Gue bukan objek di museum yang harus di lihatin kayak gitu! Kalian fikir gue itu patung purbakala!" sungut Sana karena jengah di tatap terus sama dua orang sahabatnya. Gadis itu hanya memainkan sumpit di tanganya, tak bernat memakan sushi di hadapannya.

"Lo ngehindar dari seseorang, 'kan? Kenapa?" tanya Winta menatap Sana serius. Perasaannya mengatakan jika Sana memang sedang menghindari seseorang. Dan pertanyaannya kenapa Sana harus menghindari orang itu?

"Nah, itu juga yanga da difikiran gue saat Lo tiba tiba pengen pindah tempat!" seru Lova yang juga merasakan apa yang dirasakan oleh Winta.

"Enggak kok!" sahut Sana cepat. Gadis itu menggigit bibirnya karena salah tingkah. Sikapnya barusan justru membuat Winta dan juga Lova semakin memicingkan matanya penuh curiga. "M-maksud gue... gue beneran nggak pengen makan ramen lagi." Sana terlihat salah tingkah saat menjelaskan. "Gue baru ingat kalau kemarin lusa, gue baru aja makan ramen sama Nyokap. Sekarang gue lagi pengen makan sushi." Sana tersenyum kikuk, ia lalu mengambil sepotong sushi dan memasukannya ke dalam mulut.

"Masa' sih?" tanya LOva tak percaya begitu saja.

"Iwhya." Dengan mulut penuh Sana mengangguk. "Uhhuk.... uhhuk..." Sana tersedak karena makan terlalu terburu buru. Ia langsung mengambil minuman yang disodorkan oleh Winta lantas meminumnya hingga separuh.

Lova menunggu sampai Sana tenang. "Lo lagi deket sama cowok ya? Belum mau ngenalin ke kita-kita, makanya lo ngajak kita kabur," oceh Lova menatap Sana curiga. Ia tidak ingin melewatkan kejadian tadi begitu saja.

"Bukan itu," sahut Sana lirih.

"Lha, terus kenapa?" Winta terus mendesak karena menyadari jika Sana sedang menutupi sesuatu. Padahal mereka sudah berteman cukup lama, setidaknya mereka harus saling terbuka 'kan. "Di sana tadi ada mantan lo ya?" tanyanya kemudian.

"Enggak! Bukan!" seru Sana cepat.

"Ck, ya terus apa?" tanya Lova dan Winta nyaris bersamaan.

Sana hanya diam saja. Ia merasa bingung harus menceritakannya atau tidak. Dia merasajika ini bukan waktu yang tepat.

Pada akhirnya Lova hanya menghelas nafas pelan. "Lo nggak mau cerita sekarang ya? Ya udah, kita nggak akan maksa kalau lo emang belum mau cerita. Tapi lain kali Lo harus cerita sama kita kita. Pokoknya Lo hutang cerita sama kita berdua," ujarnya kemudian.

Winta juga menyerah. "Iya, San. Lo janji harus cerita sama kita berdua. Ck, kalian suka banget sih main rahasia sama sahabat sendiri," dengkusnya mencibir namun tak urung tersenyum.

Lova tersenyum kecil karena ia juga punya satu rahasia. "Ya udah, makan gih. Laper gue," celotehnya kemudian setelah tadi hanya menahan diri untuk makan.

Mereka akhirnya melupakan kejadian tadi dan fokus pada makanan masing-masing. Getar ponsel di atas meja membuat sang pemilik menoleh pada benda persegi tersebut. Dengan cepat ia mengambil ponsel itu dan membaca pesan yang muncul di layar ponselnya. Pesan dari seseorang yang seharusnya hanya menjadi kenangan di masa lalunya.

Naka

│ Kita perlu ketemu. Di taman yang biasa. Aku tunggu jam 7 nanti.

│ Pastikan kamu datang.

│ Tolong jangan menghindar lagi.

Pemilik ponsel itu hanya diam membaca pesan tersebut. Sampai akhirnya Lova membuyarkan lamunannya dan gadis itu hanya menggeleng pelan.

Satu hal yang selalu membekas di ingatan adalah kenangan.

Buruk atau pun baik.

Senang atau pun sedih.

Manusia akan terus mengingatnya dan memutar ulang di kala waktu tertentu.

Memilih menghindar juga percuma karena yang namanya ingatan tak pernah memberitahu kapan akan datang dan pamit saat akan pulang. Egois sekali bukan? Ingatan yang muncul hanya akan meninggalkan bekas.

Senyum, saat ingatan itu menyenangkan.

Sendu, saat ingatan itu menyakitkan.

Sakit, saat ingatan itu hanya memberi luka.

*****

Naka terlihat gelisah di kursi taman. Pemuda itu tengah menunggu seseorang. Berulang kali ia melirik jam di tangannya lalu ke sekeliling taman, berharap kalau orang yang ia tunggu terlambat datang. Mereka janjian pukul 7 dan ini sudah pukul 8 malam, ia akan tetap menunggu sampai orang yang ia tunggu datang.

Retina mata milik Naka membesar saat melihat orang yang ia tunggu datang dari kejauhan. Jantungnya berdetak kencang saat orang itu semakin mendekat. Desir angin yang tadi menemaninya seakan menghilang.

"Detak jantung gue masih segila ini saat di dekat lo, cih," gumam Naka pelan. Mentertawakan perasaannya yang kian lama kian menggila dan bukannya surut. Perasaan yang hanya meninggalkan bekas luka yang semakin lebar, tapi tetap ia simpan begitu dalam.

"Ada apa? Kenapa meminta bertemu di sini?" Sebuah suara menyapa gendang telinga Naka. Suara yang dulu selalu menggaungkan kata kata manja dan sangat di sukai Naka. Sekarang nada suara gadis itu terdengar datar an juga dingin, sama sekali tidak terselip nada bersabahat.

Pertanyaan dari orang yang ia tunggu membuyarkan lamunan Naka. Pemuda itu menatap lekar-lekat retina mata milik gadis itu. Matanya sibuk memandang makhluk cantik di hadapannya, seseorang yang pernah menjadi atau bahkan menurutnya akan selalu menjadi pujaan hatinya. Walau saat ini status mereka sudah berubah menjadi mantan, tapi perasaan Naka tidak pernah berubah. Belum.

"Mengingat masa lalu," jawab Naka lirih.

Gadis itu hanya diam mendengar jawaban dari Naka barusan. Bukan hal baru jika pemuda di hadapannya selalu membahas tentang masa lalu. Sejak mereka putus hubungan, hubungan mereka tak bisa kembali seperti saat mereka belum pacaran. Ada yang berubah pada hubungan mereka.

"Aku sudah berusaha untuk melupakannya. Nyatanya aku tidak bisa," ujar Naka nelangsa.

"Bukan tidak bisa, Ka, tapi usahamu yang tak cukup keras." Gadis itu menutupi kesedihannya dengan ucapan sinisnya. "Berusahalah untuk melupakanku, melupakan kenangan kita berdua. Hidup tidak hanya berdiam di tempat yang sama, kamu harus melangkah maju dengan skenario yang baru." Kali ini nada suaranya terdengar getir.

Naka hanya diam saja. "Aku..."

"Bisakah kita kembali lagi seperti dulu?" tanya gadis itu memotong ucapan Naka. "Kembali ke waktu, jauh sebelum ada ikatan di antara kita berdua." Suara yang terdengar dari bibir merah ranum milik mantan kekasihnya terdengar memohon di telinga Naka.

"Bukannya hubungan kita nggak ada yang berubah," balas Naka tenang.

"Ka, maksud aku 'hubungan antara pesahabatan' kita, bukan 'hubungan antara mantan kekasih'. Aku ingin kita memulai semuannya dari awal. Aku nggak mau kita menjadi musuh," jelas gadis itu menatap Naka dengan tatapan mengiba.

"Siapa yang menganggap kamu musuh?" tanya Naka menatap gadis di hadapannya sendu. "Kamu saja yang berfikir kita musuhan. Aku sama sekali tidak merubah hubungan di antara kita, sekalipun setelah kamu mengakhiri hubungan ini dengan keputusan sepihak," imbuhnya dengan nada tenang yang sama.

Gadis itu menghela nafasnya pelan. "Baiklah. Aku mengaku salah. Aku salah karena terus menghindar dan tidak menyelesaikan masalah di antara kita. Mulai sekarang aku akan bersikap seperti dulu dan tidak menghindar lagi." Gadis itu diam sejenak. "Jadi kita kembali lagi seperti dulu 'kan?" tanya gadis itu tersenyum cerah.

Awalnya Naka hanya diam, lalu mengangguk mengiyakan. Untuk saat ini, ia memilih untuk menerima uluran pertemanan yang di tawarkan mantan kekasihnya.

"Kalau begitu sebagai awal pertemanan kita, gimana kalau saat acara reuni SD nanti kita pergi bersama," tawar gadis itu mencoba tersenyum tulus di depan Naka.

"Hehm." Naka mengangguk dan tersenyum tipis. "2 Minggu lagi," gumamnya pelan.

Jauh didalam lubuk hatinya, gadis itu tau kalau pemuda yang ada di hadapannya ini masih belum menyerah dengan perasaannya. Dan itu semua membuat perasaan bersalah gadis itu semakin bertambah lantaran membuat pemuda itu menjadi sangat rapuh.

"Ayo pulang. Aku antar," ajak Naka langsung menggandeng tangan gadis itu dan mengajaknya berjalan menuju mobil yang terparkir di pinggir taman.

*****

Jangan lupa guys! Komen dan juga kasih review yaa..

Jangan lupa mampir ke cerita saya yang lainnya.

1. Not a CLassic Wedding

2. Jodoh [Aku yang Memilihmu], Partner In Crime [Sequel Jodoh [Aku yang Memilihmu]]

3. Black Tears

4. Selingkuhan

5. Merakit Perasaan

6. Cinderella Scandal's : I'am CEO, Bitch!

Dukung terus anak anak saya yaa....

Saya juga mengucapkan terimakasih kepada semuanya yang sudah mengikuti cerita ini sampai sejauh ini. Nunggu upnya luama banget, jangan lupa tab love terus komen ya guys. Biar anak saya rankingnya semakin naik. Saya jadi tambah semangat buat nulis kalau rangkingnya naik. wkwkwkwk

PYE! PYE!

Note : Saya akan lebih sering up lagi lho, stay tune....

Next chapter