webnovel

Chapie 17 : Si Kembar

Pagi hari tiba, para Agent di asrama organisasi mulai disibukan oleh berbagai kesibukan, dari yang hanya sekedar bekerja di bagian kantor sampai mendapat misi langsung dari kapten pembimbing masing-masing. Salah satu tim yang mendapat misi adalah Tim Golden.

Kini Rick dan kawan-kawan pergi ke kantor Golden yang berada di dalam gedung asrama tersebut. Kantor-kantor para kapten pembimbing memang biasanya berada satu gedung dengan asrama, agar para Agent mudah mendatangi kantor saat mereka mendapat tugas atau ingin menemui sang kapten pembimbing.

Di perjalanan melewati koridor yang masih sepi, hendak menuju elevator, kelimanya sempat mengobrol ringan.

"Itu anak ayam di kepalamu, Xeno?" tanya Kobra penasaran, karena semenjak dari ruang asrama Xeno selalu membawa anak ayam itu bersamanya.

Teman-teman yang lain juga heran dengan kehadiran anak ayam itu. Xeno belum sempat cerita dari mana anak ayam tersebut ia dapatkan.

"Oh, iya." Rick baru menyadarinya. "Dari semalam kau terlihat riang sekali dengan anak ayam itu."

"Ini robot anak ayam, Pyo," kata Xeno sambil menunjuk dengan bangga anak ayam tersebut di kepalanya. "Dia Piyo! Robot anak ayam pemberian Kapten Silver, Pyo."

"Piyo!" ucap semangat Piyo seakan-akan memperkenalkan dirinya pada teman-teman Xeno.

"Wah…! Robot anak ayam pemberian Kapten Silver?" Horu tersenyum senang. "Sungguh perhatian sekali Kapten Silver padamu, Xen."

"Hehe…." Xeno hanya membalas dengan cengiran sambil menggaruk-garuk pipinya.

"Haaah…. Misi lagi." Rick melangkah santai dengan kedua tangan menumpu belakang kepala, mulai mengalihkan pembicaraan ke kegiatan mereka hari ini. "Tapi, setidaknya ini lebih mending daripada bekerja di bagian kantor. Itu benar-benar menguras isi kepala."

Regan terlihat dalam pose berpikir, "Hmm…. Menurutku, lebih mending kerja kantor dari pada misi langsung seperti ini."

Horu mengangguk setuju, "Benar. Menurutku juga begitu. Tidak banyak buang tenaga."

"Tapi, gaji yang didapat cuma sebulan sekali," komentar Kobra yang berjalan di belakang mereka bersama Xeno di sampingnya, "Tidak seperti misi, selalu diserahkan gajinya setelah satu misi diselesaikan."

"Nah! Benar, kan?!" Rick menyetujui komentar Kobra. "Lebih mending ini."

"Mungkin karena misi jauh lebih beresiko dari pada kerja kantor," kata Regan, "Makanya, kita bisa langsung dapat gaji setelah menyelesaikan misi. Dan itu tergantung kita berhasil atau gagal. Kalau berhasil kita dapat gaji penuh, kalau gagal hanya dapat setengahnya."

"Jadi, kita harus semangat menyelesaikan misi! Jangan sampai gagal!" ucap Rick penuh semangat dan mata berbinar-binar.

Bukan binar-binar yang Regan lihat di mata Rick, tapi malah lembaran uang hijau imajiner yang terlihat. "Kau ini…. Kalau soal duit, semangat."

"Apapun pekerjaannya, biar melelahkan asal menyenangkan, Pyo!" kata Xeno yang selalu berpikir positif akan segala hal, disahut dengan ucapan 'Piyo!' dari si anak ayam, Piyo.

Saat mereka hendak mencapai elevator, mereka kebetulan bertemu dengan dua gadis yang salah satunya Rick kenal. Yap, gadis yang sempat mencuri hatinya pada pandangan pertama saat berada di lomba penentuan kelompok. Fokus penglihatannya hanya tertuju pada sang gadis, tak peduli jika teman-temannya tengah memperhatikannya dengan tatapan bingung.

"Hai, Mas Rick. Kita ketemu lagi," sapa gadis itu ramah pada Rick, karena hanya Rick yang ia kenal untuk saat ini.

"Oh? Hai juga, Annelyn," sapa Rick setelah sadar dari lamunannya, "Gimana kabarnya?"

"Baik. Kalau kau?"

"Ah~ Jauh lebih baik setelah lihat kamu."

Regan geleng-geleng kepala menanggapi gombalan receh Rick pada Annelyn. "Hilih~ Belagakmu…." Ia pun bersedekap.

Horu sendiri terkikik geli menanggapinya. Tak menyangka kalau Rick saat ini mencoba pendekatan dengan gadis berambut hitam panjang itu.

Annelyn terkekeh malu, "Hihi…. Bisa aja, Mas. Oh, iya! Pada mau pergi menjalankan misi, ya?" tanya Annelyn saat melihat Rick bersama teman-temannya.

"Iya, Ann. Lagi sama teman-teman, nih." Rick pun mulai mengenalkan rekan-rekan satu timnya. "Ini Regan, Horu, Kobra, dan Xeno."

"Senang mengenalmu, Annelyn," sapa Regan sopan.

Horu melambaikan tangannya sejenak. "Kau nampak cantik hari ini."

Kobra tak menjawab, hanya membungkuk sesaat pada Annelyn.

"Xeno senang bisa bertemu dengan Annelyn, Pyo…!" ucap Xeno seimut mungkin dengan Piyo ikut menyahut di atas kepalanya.

"Senang bisa bertemu dengan kalian semua. Aku Annelyn." Lalu ia memperkenalkan satu gadis yang berpostur agak lebih tinggi darinya. "Dan ini Sherka, teman satu timku."

Saat Rick melihat gadis bernama Sherka itu, mata birunya langsung membelalak syok. Pasalnya, ia ingat siapa gadis itu. Dia adalah gadis berambut biru panjang dengan sebuah Pedang Berseker saat mereka tak sengaja bertemu di perlombaan.

Ketika rekan-rekannya menyapa gadis berwajah judes itu, Rick hanya bisa mematung dengan wajah pucat saking syoknya.

"Ann, ini…." Rick menunjuk-nunjuk kaku Sherka saat ia bertanya pada Annelyn. "Dia… teman satu timmu?"

Sesaat Annelyn memandang Sherka, lalu mengangguk pada Rick. "Iya. Memangnya kenapa, Mas? Kalian sudah saling kenal."

"Itu…."

"Oh? Kau pria menjengkelkan di lomba itu, ya?"

Mendengar perkataan Sherka, sontak yang lainnya menatap Rick penuh tanya.

"Kau bilang aku menjengkelkan?" Kini Rick terlihat mulai emosi. "Kau yang tiba-tiba saja memukulku hingga aku mental di udara!"

"Apa?!"

Spontan Rick menutup mulutnya ketika ia baru sadar telah mengakui hal memalukan di hadapan teman-temannya. Rick tak bisa membayangkan seperti apa mereka bakal meledeknya kalau tahu ia pernah kena bully Sherka.

Sherka menyunggingkan seringai tipis yang bahkan hampir tak terlihat. "Kau hanya mengganggu, sama seperti Agent-Agent lain yang suka banyak omong." Ia pun melangkah lebih dulu menjauh dari mereka. "Ayo, Ketua. Kita harus menyerahkan beberapa laporan ke Kapten."

"Baiklah, Sherk!" Annelyn kembali bicara pada mereka. "Maaf kalau tidak sopan. Sherka memang dingin hampir pada semua orang."

"Ah~ Tidak usah dipikirkan," ucap Rick santai. "Omong-omong, kau juga ketua dalam kelompokmu?"

"Kau juga?" tanya Annelyn membelalak tak percaya.

"Ketua…!"

Percakapan antara Annelyn dan Rick terpaksa dihentikan saat Sherka semakin memanggil gadis itu dari kejauhan.

"Kurasa sudah dulu, ya. Semoga kalian berhasil menjalankan misi."

"Siap!" ucap Rick mengacungkan jempol. "Sampai jumpa."

Annelyn buru-buru berlari kecil menyusul Sherka sambil membalas lambaian tangan Rick dari kejauhan. Kelima pria itupun mulai memasuki elevator setelah penumpang elevator lainnya sudah keluar.

Saat menekan tombol lantai elevator, Regan meledek Rick. "Jadi…, kena pukul perempuan sampai mental?"

Kawan-kawannya berusaha menahan tawa atas ledekan Regan. Rick hanya mendengkus kesal sambil buang muka. Saat ini, ia tidak mood untuk membahas hal memalukan itu.

….

Mereka berlima memasuki ruang kantor Golden setelah salah satu robot yang bertugas menjaga kantornya telah memberi izin. Di sana, mereka melihat Golden sedang menerima telepon dari seseorang. Dia terlihat agak panik saat berbicara di telepon, samar-samar mereka juga mendengar suara wanita dari telepon tersebut tengah mengomeli Golden.

Mereka pikir, mungkin yang menelepon Golden adalah istrinya. Banyak yang bilang kalau istri Golden itu sama gaharnya seperti Amber, apalagi di saat masa-masa hamil.

Menyadari kehadiran para Agent bimbingannya, Golden buru-buru berniat memutuskan panggilan. "Iya, Sayang…. Aku sedang kerja. Nanti kutelepon lagi. Aku mencintaimu. Muach!"

Segera Golden duduk kembali di kursi kebesarannya dengan kaki disilangkan, seusaha mungkin terlihat berwibawa demi menghilangkan rasa paniknya setelah diomeli sang istri.

"Eee…. Kami… mengganggu?" tanya Rick ragu.

Golden menggeleng, "Sama sekali tidak. Kita langsung ke intinya saja."

Kelimanya mendekat ke depan meja Golden. Sang kapten mulai mengaktifkan tab, membaca data-data yang tertera di sana perihal masalah misi yang akan dijalankan timnya.

"Sebenarnya, aku tak yakin untuk menyerahkan misi ini pada kalian. Tapi…, pemerintah Provinsi Bernin yang meminta organisasi untuk mengirimkan tim junior saja, seperti kalian."

"Jelaskan saja apa misinya," kata Rick dengan tatapan bertanya, "Mukamu jadi seserius itu menyampaikannya. Apa tugasnya berat?"

Golden menggeleng lesu, "Tidak juga. Malah terbilang mudah karena kalian hanya perlu menelusuri sebuah kota mati. Hanya saja, sebelumnya sudah ada beberapa tim kepolisian yang dikirimkan ke sana, tapi mereka semua berakhir tanpa kabar. Aku cukup mencemaskan tim ini, mengingat kalian baru direkrut organisasi."

"Cuma menelusuri kota untuk mencari tahu apa?" tanya Horu penasaran.

"Dan bagaimana bisa para kepolisian tidak ada kabar?" tambah Regan pula.

Golden menjawab dengan serius, "Awalnya, pihak kepolisian ditugaskan untuk mencari tahu penyebab hancurnya kota Wiise. Tahu 'kan kabarnya bahwa kota itu hancur dalam satu malam empat hari yang lalu?"

"Oh? Kota itu?" Kobra berusaha mengingat-ngingat. "Yaaa…. Berita itu sempat viral dimana-mana."

"Sudah banyak tim polisi yang dikerahkan pemerintah setempat, tapi mereka kehilangan kontak setelah beberapa jam kemudian. Aku curiga bahwa memang ada hal-hal mencurigakan di balik kota mati Wiise."

"Hantu?!"

Sontak Regan menepuk kepala Rick ketika mendengar Rick berucap tidak masuk akal. "Bodoh, mana ada hantu di zaman maju begini?"

Sempat Rick meringis sambil mengelus kepalanya yang kena tepuk keras. "Yaaa…. Mungkin saja itu semacam zat alam yang menyerupai hantu di seluruh galaksi ini."

"Zat alam apa? Jangan ngaco kau, Rick," omel Regan geram, "Yang ada, kentutmu itu zat alam."

Mereka terkikik geli mendengar omelan Regan, termasuk Golden yang sempat menjelaskan misi mereka dengan serius. Jadi aneh begini suasananya, kan…. Lagipula, bisa juga Regan melawak walau secara tidak langsung.

"Agak heran juga, Kapten…." Kobra mulai berpikir, "Kejadian itu sudah terjadi sekitar empat hari yang lalu? Biasanya, masalah-masalah ini langsung diberikan pada organisasi, bukan? Lalu, kenapa baru sekarang mereka meminta pertolongan organisasi, dan malah menugaskan tim-tim polisi?"

"Anggaran, Kobra…." Golden memijit batang hidung mancungnya. "Pemerintah Provinsi Bernin dikenal pelit. Mereka menghemat pengeluaran uang dengan cara menugaskan tim-tim polisi setempat saja. Sekarang, mereka memang meminta untuk mengirimkan tim Organisasi NEBULA, tapi yang diminta malah tim junior seperti kalian. Seharusnya, tugas begini diberikan pada tim tingkat menengah. Mungkin karena menyewa tim yang tidak begitu berpengalaman lebih murah."

"Jadi, tim junior seperti kami dibayar dengan harga murah?" Rick bersedekap. "Menurutku, kemarin itu kau memberi kami gaji yang cukup banyak."

"Gaji setiap tim berbeda-beda dari tingkat pengalaman mereka. Semakin sering mereka mendapat keberhasilan dalam setiap misi, tim akan naik pangkat, dan gaji mereka akan dinaikan sesuai pangkat mereka," jelas Golden pada Rick.

"Oke!" Dengan begitu semangat, Rick berucap, "Kalau begitu, kita terima saja misi ini. Semakin banyak pengalaman kita, maka semakin cepat kita naik pangkat ke tingkat menengah!"

"Hilih~ Bilang saja pengen gaji lebih banyak," cibir Regan di samping Rick. Dia sudah tahu tabiat Rick bahwa pria pecinta warna merah itu matrenya minta ampun.

"Kalian yakin ingin menjalankan misi ini?" tanya Golden meyakinkan mereka.

Rick langsung mengangguk mantap, "Kami yakin. Serahkan saja pada kami."

Golden hanya mampu menghela nafas menanggapinya. Sejauh ini ia berpikir, misi ini benar-benar mencurigakan dan ia sangat mencemaskan nasib timnya yang masih terlalu pemula. Golden ingin saja menolak permintaan pemerintah Bernin menugaskan timnya dan menyarankan untuk menugaskan tim lain dari tingkat menengah. Tapi, mereka ngotot karena tidak ingin mengeluarkan lebih banyak biaya.

"Ya, sudah. Usahakan misi ini diselesaikan hari ini juga. Aku tidak mau terlalu kepikiran."

~*~*~*~

Siang ini terasa begitu terik saat cahaya mentari semakin meninggi seakan-akan melayang langsung di atas kepala siapa saja. Mobil keemasan milik Tim Golden baru saja berhenti di antara bangunan-bangunan usang setelah mereka memasuki sebuah kota mati, Kota Wiise.

Kota itu terlihat sangat kacau, bangunan-bangunan banyak yang hancur dan habis terbakar, tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Reruntuhan yang mereka lihat telah menandakan bahwa kota ini adalah satu dari sekian banyak kota maju di negara tersebut. Sangat disayangkan kalau sampai hancur lebur dalam waktu semalam.

"Hanya diminta untuk menelusuri kota ini, kan?" tanya Rick ketika ia pertama kali keluar dari mobil.

"Kapten kembali memberi pesan, kalau kita menemukan tim kepolisian, segera bawa mereka kembali juga." Regan ikut keluar dari mobil setelah menutup pintunya, lalu ia menoleh pada sosok pria Emo di belakangnya. "Kau tak apa, Kobra? Atau di misi berikutnya, kita naik motor masing-masing saja?"

Dari perjalanan sampai ke sini, Kobra terus merasa mual karena tak tahan naik mobil. Ia hanya menggeleng pada Regan sambil membungkuk menahan sakit perut dan kepala pusingnya.

"Tak apa, Regan…." Kobra berusaha bicara saat mulutnya masih mual, "Begini lebih mending, kok. Dalam waktu singkat, aku pasti langsung bugar seperti kemarin."

Regan hanya mengangguk mengiyakan. Kadang ia cemas juga kalau ada satu tim yang tidak enak badan untuk menjalankan misi. Ia sendiri heran mengapa setiap kali naik transportasi tertentu, Kobra merasakan mabuk perjalanan.

"Jadi, kita kemana, Pyo?" tanya Xeno setelah keluar bersama Horu yang baru saja mengunci pintu mobil.

"Mencar?"

Regan menggeleng tidak setuju dengan saran Rick. "Untuk awal begini, sebaiknya kita tetap bersama. Kita tidak tahu hal-hal buruk apa yang akan menimpa kita nanti."

Horu menaikan bahunya sesaat. "Terserah. Aku cuma ngikut aja, kok."

Mereka mulai melangkah semakin dalam memasuki kota, menelusuri beberapa seluk-beluk kota dan mencari-cari sesuatu yang mungkin mencurigakan. Rick memperhatikan kerusakan yang diterima beberapa bangunan di sekitar bersama Regan yang setia mencatat analisa mereka dari tab yang ia bawa menggunakan AndroMega, Horu melihat-lihat struktur mesin dari beberapa komputer yang tergeletak di sana, Xeno dan Kobra pun juga mencari-cari benda dan seseorang yang mungkin terjebak di sini atau beberapa polisi yang hilang.

Kota jadi terlihat semakin mencekam saat mereka berada di tengah-tengah perempatan jalan, sangat sepi, gersang, jalanannya rusak, dan tidak ada warna lain memanjakan mata selain abu-abu dan kelabu dari reruntuhan bangunan sekitar.

"Hmm…. Benar-benar tidak ada apa-apa di sini." Rick berkacak pinggang sambil melihat keadaan kota sekitar. "Apa yang bisa kita cari kalau tidak ada apa-apa yang mencurigakan di sini."

"Eh?!"

Sontak mereka terkejut saat melihat helm yang biasa digunakan tim kepolisian setempat terlempar ke depan mereka. Awalnya mereka tak begitu memikirkan tentang helm itu, tapi saat angin sekitar memutar posisi depan helm menghadap mereka, mereka cukup syok menyadari kalau ada kepala membusuk di sana.

"Ke-kepala…?" gumam Kobra heran.

Gigi Rick bergemeretak. Dia geram dengan penemuan kepala yang diduga sebagai kepala salah satu anggota polisi. Rick curiga bahwa ada yang telah melakukan hal kejam di kota ini.

"Baiklah…." Horu bingung harus mengatakan apa lagi ketika melihat kepala busuk tersebut. "Ini misi pertama dimana kita baru saja menemukan kepala polisinya saja."

"Kok horror begini, Pyo…?" Xeno mengelus-elus pergelengan tangannya sendiri yang mulai terasa meriang. Piyo pun juga gemetaran di atas kepala Xeno sambil berusaha menyembunyikan tubuh mungilnya di balik helaian rambut.

"Hihihihihi…!"

Mereka semakin terkejut saat mendengar suara tawa kecil anak-anak. Saat mereka menoleh, ada dua anak kembar laki-laki sekitar 12 tahunan berdiri santai di jalanan. Kedua anak kembar itu memakai paduan pakaian futuristik dengan warna hitam dan putih, warna rambut mereka pun terlihat berbeda satu sama lain, yang satu berambut hitam dan yang satunya berambut putih, dan masing-masing dari mereka memiliki mata heterokrom kelabu-perak, warna yang terbilang mencolok sebagai warna mata heterokrom.

Rick dan teman-temannya sempat heran dengan keberadaan kedua anak kembar itu di sini. Tapi, rasa heran mereka seketika sirna saat menyadari ada guratan-guratan sirkuit elektronik yang menghias di wajah dan beberapa bagian tubuh yang tak tertutup pakaian.

"Kalian… Virtozous…?" gumam Horu sembari menyipitkan kedua mata ungunya.

Anak berambut hitam terkikik girang, "Hihihi…. Tidak membutuhkan waktu lama untuk menyadari bahwa kami adalah Virtozous."

"Senang bisa bertemu dengan kalian," ucap kalem anak berambut putih sambil membungkuk sopan.

"Apa yang kalian lakukan di sini? Dan Virtozous dari mana kalian?" tanya Regan mencurigai kedua anak kembar itu.

Si rambut hitam menjawab dengan pose dibuat seolah-olah tengah berpikir, "Hmm…. Ngapain, ya? Kita ngapain di sini, Negatif?"

Si rambut putih membalas dengan kalem pertanyaan iseng dari saudaranya, "Bukannya Master meminta kita untuk main sepuasnya di sini, Positif?"

"Aaaa~" Positif menjentikan jarinya. "Bermain di sini. Rasanya sangat menyenangkan menghancurkan satu kota hingga tidak ada satu pun yang hidup."

"Ka-kalian…."

Rick sungguh dibuat geram, tak menyangka bahwa mereka berdualah yang telah menghancurkan kota. Anak kecil seperti mereka mampu menghancurkan kota dalam satu malam, tak heran kalau mereka adalah seorang Virtozous seperti Desimal. Yang membuat dia dan teman-temannya sempat heran adalah bagaimana bisa Virtozous berbuat sejahat itu. Setahu mereka, Virtozous adalah proyek asli dari Organisasi NEBULA.

Tanpa sadar, Rick mengepalkan kedua tangannya. "Jadi…, kalian berdua yang telah menghancurkan kota ini?! Dan bagaimana dengan kepala polisi ini?!" Tunjuk Rick pada bangkai kepala di hadapan mereka.

Positif memiringkan kepalanya. "Kepala polisi… itu?" Ia menunjuk-nujuk kepala busuk polisi itu. "Ooo…. Maksudmu orang-orang cemen yang berombongan datang ke sini?" Positif kembali bicara pada Negatif dengan nada riang, "Kemarin-kemarin itu pesta yang menyenangkan ya, Negatif…. Semua orang mati dalam pesta darah."

Negatif mengangguk sambil tersenyum tipis. "Kau benar, Positif. Sayangnya, tidak satu pun dari mereka yang menarik karena mereka terlalu lemah…."

"Lemah…."

Negatif dan Positif benar-benar berhasil membuat mereka berlima semakin geram. Keduanya terlihat sama sekali tidak merasa bersalah saat mengatakannya. Berarti sudah jelas bahwa mereka berdualah yang telah membuat kekacauan, menghancurkan kota, dan membunuh tim-tim polisi yang dikerahkan.

"Ergh…! BEDEBAH!!!"

Tanpa memberi perintah lagi pada gelang AndroMega, tombak Tyrant-X otomatis muncul dari butiran hologram merah di tangannya. Ia segera melesat ke arah Positif dan Negatif untuk menyerang mereka. Sayangnya, serangan tombak Rick mampu digagalkan dengan perisai hologram hitam yang diciptakan Positif. Positif mendorong perisai itu hingga Rick terpental kembali ke arah teman-temannya.

"Kau tidak apa-apa, Rick?" tanya Regan saat melihat Rick mendarat.

"Virtozous…." Rick menyeka tanah yang sempat mengotori wajahnya. "Mereka sulit dilawan oleh orang seperti kita."

"Sekarang, kalian mengakui kekuatan kami, bukan?" tanya Negatif tenang dengan sebelah alis dinaikan, berekspresi meremehkan mereka berlima.

"Ayolah…. Ini masih terlalu awal untuk kalah," remeh Positif dengan perisai persegi hologramnya berputar-putar di samping.

Biarpun kedua Virtozous itu masih anak-anak, tapi mereka akui jika Positif dan Negatif adalah lawan yang kuat. Ini adalah pengalaman pertama mereka menghadapi Virtozous. Jadi, jangan sampai mereka berakhir di tangan keduanya.

~*~*~*~

ตอนถัดไป