webnovel

Pulang

Ali mulai menjalankan mobilnya keluar dari kompleks perumahan dan memasuki Jalan utama. Kedua cowok itu asyik ngobrol tanpa menghiraukan keberadanku di sini. Aku merasa gugup setiap kali mataku bertemu dengan mata Ali melalui kaca spion, tatapannya terasa begitu hangat.

Aku segera mengalihkan pandanganku ke ponsel yang kupegang. Aku segera mencari kontak Harsya dan menulis pesan singkat, "Otw", dan langsung terlihat dua centang hitam di layar ponselku dibawah huruf-huruf yang aku ketik. Aku memang tak mengharapkan Harsya segera membalas pesanku karena itu hanya sebuah pemberitahuan saja. Aku yakin Harsya sedang berada di ruang operasi sekarang.

"Pulang ke rumah atau kos kamu, Zie?" tanya Ali mengejutkanku, aku segera mengalihkan tatapanku dari layar ponsel dan segera bertemu kembali dengan mata hangat Ali lewat kaca spion.

"Ru... rumah,"

Ali dan Arif terkekeh.

"Kita antar Zie ke rumahnya saja, Al. Sekalian ketemu calon mertua." canda Arif tanpa memperhatikan mukaku yang memerah, aku segera menunduk pura-pura melihat ponselku.

"Hush, dia sudah punya kak Harsya, Rif," suara Ali terdengar sedikit bergetar.

"Hahaha," Arif tertawa."Kapan kamu akan menikah dengan Kak Harsya, Zie?"

"Beberapa bulan setelah aku wisuda, tergantung ortu nanti," jawabku.

Mataku kemudian jatuh pada cincin yang ada di jari manis kiriku. Aku menjadi berdebar, ingatanku segera melayang ke malam itu. Tanpa sadar aku menatap Ali, cowok itu terlihat cuek ia mengarahkan pandangannya ke jalan di depannya.

"Beruntung sekali kak Harsya ya, Al,"

"Hahaha," cuma itu jawaban Ali.

"Aku gak nyangka kamu akan menikah secepat itu, Zie," Arif membalikkan tubuhnya dan menatapku.

"Aku juga tak menyangka," aku tertawa menanggapi pernyataan Arif.

"Sepertinya bukan hanya aku yang akan sakit hati saat kamu menikah,"

Aku tertawa dan tawaku langsung terhenti saat tanpa sadar aku menatap wajah tak perduli Ali.

"Yang penting jangan lupa undang kami,"

"Beres,"

Arif kemudian mengalihkan pembicaraan dengan mengajak bicara Ali, keduanya kemudian mulai membicarakan tentang gadis-gadis di kampus kami. Mereka tampak antusias saat membicarakan para gadis. Pembicaraan kedua cowok itu sama sekali tak menarik bagiku dan membuatku mengantuk hingga akhirnya aku tertidur pulas.

Entah berapa lama aku tertidur, aku terbangun saat merasakan sebuah tangan menguncang lenganku, aku membuka mata dan melihat Arif sedang menatapku sambil tersenyum.

"Bangun, Zie," suara Arif memasuki gendang telingaku.

"Kita sudah sampai?" tanyaku linglung. Aku menatap Ali yang tengah memarkir mobilnya.

"Kita sholat maghrib dulu," lanjut Arif.

"Tumben kamu ngajak sholat, biasanya entar-entar," aku tertawa sambil mengambil mukena dari tas kemudian turun dari mobil.

"Hmmm," balas Arif sambil melirik kepada Ali.

Aku tersenyum, Arif pasti mau sholat karena ada Ali, cowok itu memang selalu tepat waktu saat sholat dan selalu meluangkan waktu untuk sholat berjamaah. Hmm, dia benar-benar calon suami idaman. Huft.. aku segera mengibaskan pemikiran konyol itu dari otakku.

Ali yang kutahu selama ini adalah adalah seorang cowok yang arogan tapi juga jahil. Aku sangat membencinya demikian juga sebaliknya. Hampir setiap waktu aku dan Ali ribut dan selalu ada hal yang membuat kami ribut, bahkan sebuah hal kecil saja bisa membuat kami bertengkar hebat. Yang jelas di antara kami tak pernah ada yang mau mengalah karena masing-masing kami merasa benar.

Masjid yang kami tuju tidak terlalu besar tapi sangat cantik dan bersih. Di atas pintu masuk terdapat running text yang berisi tulisan selamat datang dan himbauan lainnya. Suara adzan maghrib bergema saat kami sampai di terasnya. Aku segera menuju tempat wudhu wanita sedang Ali dan Arif menuju tempat wudhu pria, setelah itu kami bergabung dalam jamaah untuk melakukan sholat maghrib.

Selesai sholat dan berdoa aku melipat mukena dan memasukannya ke dalam tas setelah itu aku celingukan mencari keberadaan Ali dan Arif. Kedua orang itu sudah tidak terlihat di masjid, karenanya aku memutuskan menuju mobil barangkali mereka sudah menungguku di sana..

"Zie!" terdengar suara Arif saat aku melintas di depan warung soto yang ada di halaman masjid.

Aku segera memalingkan mukaku ke dalam warung tadi dan menemukan Ali dan Arif sudah duduk di sana. Keduanya tersenyum kearahku, Arif melambaikan tangannya menyuruhku masuk ke dalam warung.

Aku segera memasuki warung dan duduk di kursi kosong di sebelah Arif. Ali segera menawariku untuk memesan makanan dan minuman karena dia dan Arif sudah memesan. Sebenarnya aku tidak ingin memesan apapun tapi bau soto yang lezat membuatku lapar, dengan malu-malu aku memesan semangkuk soto dan segelas teh manis.

Kami segera menyantap soto yang sudah kami pesan. Rasa lapar ini membuat makanan yang kami makan terasa nikmat. Ali dan Arif tampak menikamati makanannya dengan nikmat. Arif bahkan sampai nambah.

Selesai makan, aku menyesap teh manisku sembari memegang gelas dengan kedua tanganku sembari merasakan hangatnya gelas yang kupegang. Aku tersedak saat mataku bertemu dengan mata Ali, cowok itu hanya tersenyum menatapku sementara Arif langsung ngomel-ngomel menyuruhku untuk berhati-hati.

Selesai makan, kami melanjutkan perjalanan, sepanjang jalan aku lebih banyak diam dan tak memperhatikan apa yang mereka bicarakan

***

Next chapter