webnovel

Bab 27 ( Plan )

Martha berdeham. Awalnya ia ingin bertanya bagaimana ide gila itu bisa muncul dalam benak seluruh anggota keluarga Monica. Tapi karena ia sudah terbiasa dengan sikap tidak biasa yang selalu ditunjukkan oleh keluarga mereka, maka Martha memilih untuk memakluminya.

"Oke. Kita abaikan pemikiran tidak penting itu. Lantas apa yang akan kau lakukan sekarang?" tanyanya, "Kau tahu dengan jelas bahwa kau sekarang ini tidak hanya punya satu atau dua lawan. Tapi enam sekaligus yang dispesifikasikan menjadi tiga. Karena jika kau telah berhasil menumbangkan salah satu diantara mereka, maka itu artinya kau juga berhasil menumbangkan satu pendukungnya. Apa kau sudah punya rencana untuk menghadapinya?"

"Entahlah... hanya dua rencana yang terpikirkan olehku," jawab Monica.

"Apa itu?"

"Yang pertama, aku harus menemui mereka,"

Martha meliriknya dengan tertarik.

"Karena aku sudah bertemu dengan calonku yang pertama, maka aku tinggal bertemu dengan dua calonku yang lain. Aku akan membujuk mereka untuk menolak perjodohan ini. Aku yakin diantara mereka ada yang tidak serius dengan acara perjodohan konyol ini,"

Monica kembali mengingat bagaimana Daddy-nya dengan begitu spontan menawarkan diri untuk menjadi calon ayah mertua pada orang yang bahkan baru dikenalnya. Jelas sekali bahwa ini adalah hanya keputusan sepihak Daddy. Karena itu Monica yakin pria pilihan Daddy pasti tidak akan serius menanggapi tawaran Daddy-nya itu.

"Dan jika itu tidak berhasil?" tanya Martha yang terbiasa memikirkan segala kemungkinan negatif yang mungkin saja akan terjadi.

"Aku akan merencanakan rencana B,"

"Bisa kau katakan apa rencana B-mu itu?" tanya Martha lagi.

"Aku akan mencari calon tunangan yang paling lemah diantara mereka untuk menjadi calon tunanganku sementara," jawab Monica mengemukakan pemikirannya.

Martha semakin tidak sabaran mendengar kelanjutan rencana Monica. Entah mengapa ia merasa situasi ini akan sangat menarik.

"Setelah aku berhasil menyingkirkan dua calon kandidat kuat lain, maka aku pikir akan lebih mudah untukku fokus pada satu calon yang aku anggap paling lemah dan mudah untuk aku singkirkan," lanjut Monica.

"Aku sudah mendapat hak pilih mutlak dari keluargaku untuk memilih salah satu diantara mereka, untuk menjadi tunanganku. Karena itu, aku hanya perlu menyingkirkan dua calon yang aku anggap kuat dan merepotkan untuk menjadi sainganku dengan sekali tunjuk. Mereka tentunya tidak akan bisa berbuat apapun untuk mencegahku."

Martha manggut-manggut. Ia agaknya mulai mengerti dengan maksud, tujuan dan rencana Monica. Tapi.. untuk bisa mewujudkan maksud, tujuan dan keinginannya itu, Monica setidaknya harus melihat atau bertatap muka dengan pesaingnya agar ia bisa memilih mana diantara ketiganya yang memiliki potensi buruk.

"Oke.. aku setuju. Lalu kapan dan bagaimana kau akan bertemu dengan calonmu yang lain?" tanya Martha yang yakin langsung menyuarakan pemikirannya itu.

Dan Monica menjawabnya dengan cepat.

"Nanti siang. Daddy sudah mengatur pertemuanku dengan calonnya siang ini. Karena itu doakan aku agar aku tidak membuat kesalahan yang akan membuatku menyesalinya nanti," jawab Monica datar dan tanpa hasrat apapun di dalamnya.

Tentu saja karena ini ia lakukan dengam terpaksa.

"Secepat itu?"

Martha tidak mengira bahwa progresnya akan secepat ini? Jika diingat kembali, semua berita mengejutkan yang terjadi pada Monica, semua itu terjadi tidak kurang dari kurung waktu seminggu. Ini jelas telah memecahkan rekor.

Mulai dari kisahnya dengan Hendrik yang kini telah kandas. Lalu pengkhianatan yang dilakukan sahabatnya sendiri. Kemudian sekarang masalah pertunangannya. Yang diperburuk dengan jumlah yang tidak lazim.

Martha sungguh tidak tahu apa masih ada hal yang mengejutkan lain yang akan menantinya. Karena itu, ia menatap Monica dengan ragu.

Sebaliknya, Monica justru menatapnya dengan sangat yakin.

"Ya, semakin cepat semakin baik. Dengan begini, aku jadi tidak perlu membuang waktuku lebih lama untuk memikirkan masalah ini dengan gelisah. Kau tentu tahu aku tidak akan mungkin bisa menghindarinya."

Martha setuju dengan apa yang diucapkan Monica. Apapun itu, Monica memang akan tetap menghadapinya nanti.

"Baiklah. Jika begitu.. apa aku boleh tahu kapan tepatnya janji temu kalian? Karena, jika kalian akan bertemu untuk makan siang, maka aku sarankan kau sebaiknya buru-buru untuk pergi mulai dari sekarang. Ini adalah jam sibuk-sibuknya jalanan. Jika kau tidak buru-buru maka aku yakin kau akan datang terlambat. Ah, kau tidak mungkin sengaja untuk datang terlambat 'kan?" tanya Martha dengan ragu. Ia tahu betul bagaimana Monica sangat menghargai ketepatan waktu. Karena itu begitu ia melihat ada sesuatu yang tidak biasa, sudah sepatutnya ia sebagai asisten mengingatkannya.

Mendengar keterbatasan waktu yang dimilikinya sekarang, Monica langsung terperanjat. Ia sungguh tidak menyadari waktu telah berjalan dengan begitu cepat tanpa ia sadari ketika dirinya dan Martha tengah berbicara.

"Oh my god. Sudah jam segini? Mengapa sangat cepat? Bukankah kita baru berbicara sebentar?" seru Monica yang masih tidak percaya.

Ia bangkit berdiri. Lalu membereskan setumpuk dokumennya yang berserakan di atas meja.

"Oke!! Aku harus buru-buru sekarang. Aku titip semua urusanku di sini padamu. Segera kabari aku jika ada masalah," Monica mengambil tasnya lalu mematikan komputer dengan sekali klik.

"Kau ingin aku meminta supir untuk mengantarmu?" tanya Martha menawarkan.

Monica menggeleng, "Tidak perlu. Aku akan naik Busway. Itu adalah cara tercepat agar aku bisa sampai dengan cepat. Karena itu, pinjamkan aku kartu flashmu."

Martha mengambil dompetnya lalu menarik sebuah kartu dan menyerahkannya pada Monica.

***

Setelah berhasil menyita kartu flash milik Martha, Monica melangkahkan kakinya keluar dari kantor dan berjalan menuju ke halte busway terdekat. Beruntung, gedung kantor miliknya sangat berada dekat dengat halte busway, sehingga ia tidak memerlukan waktu dan tenaga yang banyak untuk bisa sampai ke sana.

Begitu sampai di pintu halte, Monica langsung menempelkan kartu flashnya di mesin pendeteksi. Dan begitu tanda lampu hijau di mesin pendeteksi itu menyala, Monica segera melangkahkan kakinya melewati palang pintu masuk dan menunggu diruang tunggu dengan sabar selama beberapa menit sampai akhirnya ia berhasil naik bus yang menjadi tujuannya.

Jujur, Monica memang hampir tidak pernah menaiki kendaraan umum ini, karena ia terbiasa menaiki kendaraan pribadi sejak ia masih sangat kecil. Karena itu, hingga saat ini ia masih belum terbiasa dengan segala macam bentuk kesulitan yang ia alami setiap kali ia menaiki alat transportasi umum ini.

Jika bukan karena ia ingin menghindari kemacetan lalu lintas yang selalu terjadi di jam-jam padat seperti ini, ia tidak akan mungkin begitu berinisiatif untuk menaiki kendaraan umum ini dengan alasan apapun.

Bukan karena ia terlalu tinggi hati atau merendahkan sesuatu, karena pada kenyataannya ia juga selama ini telah beberapa kali memanfaatkan sarana dan prasarana ini dengan alasan dan waktu tertentu, serta situasi tertentu.

***

ตอนถัดไป