webnovel

Rencana balas dendam [5]

"Aku hanya alergi musiman. Tidak terlalu parah," jawab Earl dan langsung menerima tatapan mengerti dari sekretaris di depannya yang ikut memungut dokumennya yang juga terjatuh di lantai lift. Ia membuka tas kecil miliknya dan memasukkan dompet beserta ponselnya tanpa sempat menutup tasnya. Earl melirik penuh minat pada kejadian super langka itu.

"Apa kau baru pulang bekerja? Ini cukup larut untuk pegawai lembur kerja," tanya Earl basa-basi. Sekretaris itu menghela nafas lelah. Ia menatap Earl dengan tatapan tersiksa sebelum ia bercerita singkat pada Earl.

"Aku hanya seorang sekretaris Presdir diktator. Kau tau? Aku telah lembur selama dua bulan terakhir tanpa cuti saat ini. Walaupun aku akui sallary yang ku terima lumayan, tapi tekanan setiap aku bekerja membuatku setres sekali," Earl pun memasang wajah prihatin.

Di bukanya kembali kantung plastik obatnya dan mengeluarkan satu botol vitamin dari sana. Jujur Earl prihatin pada wanita itu. Syukurlah sebelumnya ia pergi ke apotek dan meminta rekomendasi obat alergi dan beberapa vitamin yang bagus pada petugas di apotek. Hanya untuk properti aktingnya, Earl bahkan merencanakan dengan matang. Siapa yang ingin repot dengan obat yang hanya akan jadi properti? Tentunya orang lain akan mengambil obat dengan acak. Toh, setelahnya tidak akan digunakan lagi.

"Ini. Ambilah... satu botol vitamin C cukup untuk menjaga tubuhmu agar tidak mudah sakit. Minumlah saat perutmu telah terisi makanan. Karena rasa asamnya bisa membuat lambungmu perih jika kau belum makan," sekretaris itu menatap botol vitamin itu sebentar dan kemudian menerimanya dengan canggung. Wanita ini terlalu baik dan prihatin padanya, padahal mereka tidak saling kenal. Atau bahkan bertukar nama.

Ting

Pintu lift terbuka.

"Terima kasih. Untuk vitaminnya juga,"

"Sama-sama," kata Earl kemudian dan tersenyum kecil melihat sekretaris itu keluar dari lift. Ketika sekretaris itu berbalik, dengan cepat Earl menyisipkan alat perekam suara yang sudah ia aktifkan ke dalam tas kecil sekretaris itu. Sungguh, Earl akan berterima kasih padanya nanti setelah acara balas dendam ini selesai.

Earl berdiam di dalam lift tampak puas dengan sebuah keycard milik kamar pesanan milik Adney di tangannya. Earl hanya tidak habis pikir. Bisa-bisanya Adney tidak mengenali dirinya yang duduk bermaik laptop di lobby tadi. Padahal Earl sudah siap untuk menyambut keterkejutannya. Suasana hati Earl pun tentunya semakin membaik saat setiap rencananya hampir mencapai klimaks saat ini. Jari lentiknya memencet tombol lift pada lantai satu dan kemudian menuju area parkir untuk menemui dokter Fei.

"Earl? Aku punya kabar bagus untukmu,"

Earl melihat dokter Fei begitu antusias ketika melihatnya dari jauh. Ia buru-buru keluar dari mobil dengan membawa map putih dan membawa Earl dengan semangat pada kap mobil depannya.

"Siang tadi aku berbicara pada suster pendampingku. Aku sedikit bertanya mengenai alur resep obat padanya. Dan betapa mengejutkannya, ternyata resep obat asli tulisan tanganku langsung masuk dalam arsip data pribadi pasien. Bagian Farmasi hanya menerima data base dari pasien dan resep obat yang dibutuhkan setelah pengimputan nama-nama obat dalam serep,"

Earl menaikkan alisnya. Benar-benar mengejutkan. Earl pun membuka map putih itu dan membaca dengan teliti. Disana data dirinya lengkap dengan pangkat militernya, bahkan riwayat penyakit sebelumnya. Earl berpikir jika akan sulit menuntaskan perkara dokter Fei dengan Aland. Nyatanya, memang tuhan berbaik hati padanya saat ini. Dengan hati puas Earl menutup dokumen itu dan memberikannya kembali pada dokter Fei.

"Senjata yang hebat," puji Earl yang tentu saja membuat dokter Fei sumringah.

"Kejahatan tidak selalu menang, Earl," Earl pun tertawa.

"Baiklah, saatnya pertunjukkan," Earl membawa dokter Fei masuk ke dalam dan menemui para mata-mata itu. Memberinya sedikit kode mata, mereka berdua pun mengikuti Earl tanpa canggung dan terlihat sangat natural. Mungkin petugas di meja resepsionis tidak akan tahu bahwa di hadapannya ada sebuah akting drama serial yang akan laku keras jika difilmkan. Oh Earl tentu menjadi pemeran utama tentunya.

-Di sisi lain-

"Presdir Adney, direktur Choi sudah tiba," kata sekretarisnya sopan.

Adney segera mengelap mulutnya dengan serbet putih dan meminum air putihnya dengan tenang. Ia kemudian menatap sekretarisnya dengan ekspresi datar dan kemudian berdiri dari kursinya.

"..."

tanpa banyak bicara Adney segera menemui orang pentingnya di lobby dan membawanya ikut bersama menuju kamarnya untuk mendiskusikan beberapa hal penting menyangkut kontrak kerjasama perusahannya dengan perusahaan korea direktur Choi.

Adney dengan santai mengikuti kemana arah langkah kaki sekretarisnya. Mereka segera menuju lantai enam. Sekretaris itu menatap keycardnya untuk memastikan nomor kamarnya agar tidak salah. Sebenarnya ia tidak begitu memperhatikan nomor kamar yang resepsionis itu ucapkan. Hanya pada kalimat ujungnya saja bahwa jelas disana ia dengar Suite Room.

Sekretaris itu menghitung nomor selanjutnya pada pintu hotel sembari mendengarkan dengan seksama percakapan bosnya selama perjalanan menuju kamar. Setidaknya, ia tidak akan dicap sebagai sekretaris yang sedikit tahu karena Presdirnya Adney sering memarahinya jika ia tidak mendengarkan apa yang dikatakannya. Mata sekretaris itu menatap pintu sebelahnya dan berhenti tepat di pintu itu. 652.

Ia menggesekkan keycard itu dan mempersilahkan Presdir dan tamunya masuk terlebih dahulu. Dan betapa terkejutnya Adney. Matanya melotot hampir terasa keluar seketika saat memasuki kamar itu. Bahkan sekretarisnya yang masuk paling akhir dan menutup pintu langsung membeku di tempat ketika mendengar desahan yang begitu nyaring dari dalam kamar. Sedangkan Presdirnya dan tamu pentingnya terdiam, membatu tanpa bisa berkata-kata.

"Ah ah Aland oh! Kau sungguh hebat ah! Ahh!"

"MICHELE!" Adney dengan raut wajah yang merah padam langsung berlari menjambak rambut Michele hingga wanita itu terbanting ke belakang dan dengan sekali hentak Adney menendang kuat kemaluan Michele.

"AAHH!" teriak Michele begitu pilu.

"PELACUR! DASAR JALANG! KAU PIKIR APA YANG KAU LAKUKAN INI?!"

~~~

Earl beserta rombongan dengan santai berjalan menyusuri lorong koridor hotel. Sebenarnya tidak ada dari mereka yang ingin saling mengobrol atau hal sepele lainnya. Yang ingin mereka lakukan hanya mengikuti kemana Earl membawa mereka dan ingin tahu, apa alasan Earl menghilang dari tugas selama seminggu tanpa kabar. Earl dapat merasakan tatapan menekan di belakang punggungnya. Dua mata-mata Presiden yang nampaknya tidak puas dengan kinerja Earl. Earl menghela nafas malas.

Siapa yang mampu balas dendam ketika orangnya sendiri sekarat hampir mati. Belum lagi harga dirinya yang harus terinjak-injak karena Earl sekarat pun Arthur yang merawatnya. Karakter utama yang harus ia buru. Earl memicingkan matanya kesal. Setidaknya mereka tidak tahu apa yang Earl rasakan, jangan seenaknya mengklaim tidak kompeten. Dasar arogant. Batin Earl kesal sekali.

Earl berhenti tepat di depan pintu hotel bertuliskan 652 disana. Ketika dokter Fei juga mengikuti Earl dan terhenti tepat di depan pintu itu, langsung mendengar keributan. Bahkan sampai para tetangga kamar keluar dan merasa aneh saat ada empat orang yang menjaga pintu 652. Mengurungkan niat untuk memprotes keributan dan mengganggu kenyamanan. Mereka pun akhirnya juga menunggu di depan kamar mereka untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi di dalam kamar 652.

.

.

.

To be continued

ตอนถัดไป