webnovel

Kegalauan rekan tim

Bocah kecil di hadapannya ini jelas sekali kembarannya. Sifat tidak mau tahunya menurun pada Jimy dan berdebat dengannya seperti berdebat dengan cermin. Steve tidak tahu jika anaknya bisa secerdas itu dan telah kerasukan jiwa-jiwa arogant sepertinya. Oh apakah ini menurun dari istrinya? Steve tidak tahu.

"Bocah kecil. Paman Jade sangat sibuk. Tidak ada waktu barang sedetik pun yang terlewat dari kesibukannya. Tidak mungkin ia punya waktu untuk mengantarkan undangan pada Kak Earl-mu itu," Jimy semakin melotot.

"Paman Jade bisa menyuruh asistennya untuk mengantar undangan, untuk apa turun langsung ke lapangan. Aku juga tahu paman Jade sibuk dengan rakyatnya," cerca Jimy.

Seumur hidup Steve melihat tumbuh kembang putra semata wayangnya, baru ini ia tidak bisa membalas perdebatan. Steve menatap Jimy dengan senyuman memprihatinkan. Meminta belas kasihan pada Jimy. Nak, mengertilah posisi ayah. Batin Steve kalut.

"Hey Jimy, selamat ulang tahun," tiba-tiba suara mengintrupsi perseteruan antara bapak dengan anak. Mereka berdua langsung menoleh bersamaan.

"Paman Jade!" Pekik Jimy langsung senang seketika. Steve segera berdiri dari posisi jongkoknya setelah Jimy dengan senang digendong oleh paman Jade-nya.

"Kak? Kenapa tidak telfond dulu. Aku akan menyambut di depan tadi" Steve merasa sangat tidak enak saat Presiden, Jade Parker datang ke acara pesta ulang tahun anaknya. Walaupun itu acara keluarga, tentu saja Steve merasa sangat terhormat Presiden bisa hadir.

"Aku mewakili istriku juga. Akhir-akhir ini kondisi kesehatannya menurun karena terlalu banyak beraktivitas,"

Presiden Jade pun menampakkan wajah lesunya. Hadir di tengah-tengah pesta tanpa istrinya tentu saja hal yang baru bagi Jade. Steve tidak berkomentar apapun. Matanya melirik Jimy sesaat, sebelum lirikan mata itu dibaca jelas oleh Jimy. Steve menggerutu dalam hati.

"Paman Jade? Jimy ingin kakak Earl hadir di pesta. Apakah paman bisa menyuruhnya kemari? Kakak Earl sudah janji pada Jimy untuk merayakan pengangkatan pangkat Jimy," Jimy memasang wajah melasnya. Jade pun langsung menghela nafasnya berat.

"Paman tidak bisa menyanggupi permintaanmu Jimy kecil," Jimy langsung memasang wajah kecewanya. Matanya pun seketika berkaca-kaca dan hendak menangis ketika Jade melanjutkan perkataan selanjutnya.

"Earl saat ini tengah diculik dan tidak ada yang tahu keberadaannya. Termasuk paman,"

baik Jimy dan Steve langsung berwajah serius.

"Apa yang terjadi, kak?" Steve menatap Jade begitu serius.

"Aku tidak bisa mengatakan detailnya. Hanya saja kondisi saat ini begitu adanya,"Jimy langsung menunduk sedih. Ia dengan segera meminta turun dari gendongan Jade dan berlari menuju neneknya. Perasaannya seorang Jimy yang begitu mengidolakan sosok Earl, pasti akan sedih dan khawatir ketika mendengar berita itu.

"Lalu? Apa tidak ada perkembangan?" tanya Steve semakin tidak tenang.

"Steve, ini sudah lebih dari seminggu Earl menghilang. Aku juga sudah mengutus orang untuk mencarinya. Karena di otaknya, Earl punya banyak rahasia negara. Tentu saja hari-hariku diliputi kegelisahan setiap saat," Jade pun memijat keningnya. Masalah seperti datang silih berganti. Mengantri untuk segera ditangani.

Steve pun hanya terdiam setelah menerima informasi itu. Diluar kuasanya jika Earl diculik saat misi. Belum lagi mata-mata pilihan presiden saja tidak mampu menemukannya. Apalagi dirinya yang hanya bagian dari masyarakat biasa. Steve menghela nafas lelah. Merasakan betapa jauhnya ia dengan Earl, sulit untuk menggapai matahari padahal ia hanya sehelai rumput di padang sabana diantara dambaan helai rumput lainnya terhadap matahari.

Steve tersenyum kecut. Seperti apa kata pribahasa populer, Steve rasa pungguk merindukan bulan sangat cocok untuknya

-Kantor pusat A-

Tom telah putus asa. Melihat kondisinya sekarang mungkin sudah jadi tempat sempurna untuk lalat bersemedi. Ia tidak pulang selama dua hari dan tidak mandi di dalam kantor. Sama seperti Duke. Mereka berdua tampak seperti mayat hidup saat kantung matanya menghitam dan jangan lupakan kumis dan janggut yang mulai tumbuh tipis tidak terawat. Tom menghela nafas berat untuk yang kesekian ratus kalinya.

Diraihnya mouse di atas meja dan mulai mengklik lagi. Setelah kasus hari itu, berita tersebar hingga seluruh pelosok kantor pusat. Dan tentu geger seketika. Banyak diantara para perwira heboh dan tidak percaya mendengar Earl yang hilang diculik. Memang belum ada kepastian dan konfirmasi dari rekan-rekan Earl. Hanya saja, semakin mereka tutup-tutupi semakin berita tersebar bagai gosip yang dilebih-lebihkan.

Ada kabar jika Earl telah melarikan diri dari tugas karena konon kabarnya Earl tidak sanggup menjalankan tugas. Bahkan sampai ada yang mengatakan Earl pasti dijual belikan di pasar gelap yang entah dimana. Dan banyak berita liar lainnya. Tom hampir kehilangan kesadarannya ketika mendengar berita itu. Hampir ia mengamuk dan menghajar siapa saja yang menyebarkan gosip murahan seperti itu. Siapa mereka? Memang mereka pikir, Earl wanita manja yang setiap harinya merawat kuku? Tom mendengus kasar.

Tom membawa tubuhnya ke meja konter kopi. Ia tidak bisa menenangkan kepalanya barang sedetik. Tom bahkan hanya memberi kabar pada Ely ia sibuk seminggu ini hingga jarang memberinya kabar. Sekedar informasi saja Ely tahu Earl diculik, mungkin Tom tidak akan kuat bertahan dengan masalah. Ely wanita yang cukup nekad karena pengaruh dari Earl yang selalu sesuka hati dengan kehidupannya. Tom menghela nafas kembali.

"Auchh! Sialan!" Maki Tom saat jarinya tidak sengaja tersiram air panas mesin kopi. Duke melirik Tom dengan malas sebelum ia menyandarkan punggungnya pada kursi dan melipat kedua tangannya berusaha rileks.

"Apa sih yang kita lakukan selama semingguan ini?"Tom mendengus kasar dan sedikit membanting gelas kopi di atas mejanya.

"Hanya duduk dan bermain komputer sampai mati karena keracunan kopi," omel Tom. Duke tersenyum putus asa.

Di ruangan yang cerah oleh cahaya matahari pagi perlahan mengintip malu-malu dari ruangan kerja Tom dan Duke. Pagi yang cerah itu seharusnya menjadi pagi yang penuh semangat seperti biasa. Duduk dengan tenang, menyalakan komputer dan mengobrol ringan di pagi hari. Dan semua itu tinggal ekspektasi belaka, Tom dan Duke nyatanya dirundung setres berkepanjangan setelah Earl menghilang.

"Ayo pergi. Sarapan," ajak Tom yang kemudian keluar bersama dengan cangkir kopinya tadi. Biarkan saja ia terlihat bodoh dengan menenteng cangkir kopi, yang terpenting adalah asupan perutnya harus terisi saat ini.

Tom membawa mobilnya menuju restaurant terdekat. Tidak banyak menunggu waktu lama saat karyawan kasir yang tersenyum maklum melihat Tom dan Duke yang sudah dua hari berlangganan makan di restaurantnya. Tom menggaruk kepalanya canggung.

"Apakah sup daging panas, nasi dan acar lagi?" Tanya sang peramu makanan. Tom mengangguk. Sedangkan Duke adalah orang yang sangat variatif dalam memilih makanan, maka ia yang paling lama dalam memesan makanan. Tom langsung mencari tempat untuk mereka makan.

"Salmon panggang, sup jagung, nasi dan salad buah," sang karyawan dengan cekatan mencatat pesanan dan segera meramu pesanan pelanggan pertama mereka. Duke pun menyusul Tom setelah membawa dua buah kue pie kecil sebagai bonus karena pelanggan pertama. Mereka sangat baik.

.

.

.

To be continued

Next chapter