Alamat itu ada di luar kota. Karena cuaca buruk dan ketidakmampuan navigasi satelit untuk menemukan rumah itu, butuh waktu lebih dari setengah jam bagi kami untuk mencapai tempat terpencil ini. Jika bukan karna lampu jalan kecil di pintu masuk ke jalur maobil, orang-orang mungkin saja akan berfikir bahwa daerah ini tak berpenghuni.
Sebuah vila yang keadaanya seperti baru saja terkena badai menyambut kami. Tidak ada lampu di dalamnya, tetapi pintu depanya terbuka. Rumah itu seakan menunggu kami.
Kami bertiga: aku, seorang mahasiswa tahap akhir, Sandra wanita cantik yang saat ini sedang berlumuran darah di kepalanya, dan monica dokter magang muda yang sedang bertugas sekaligus sahabat Sandra.
"Ya tuhan, kenapa kamu selalu berahir seperti ini. Aku sudah menyuruhmu berhenti memusingkan barang sialan itu! Tapi lihat, kau tak pernah mendengarkanku. Dan aku selalu berahir menjahit lukamu saat kau kembali dari lobang neraka itu. Jika kau tidak bosan, aku yang bosan melakukan ini. Sekarang lihat apa yang terjadi padamu. Kau baru saja hampir segera menyusul orang tuamu ke surga. Sekarang minta maaf padaku"
"Ma, ma… af… kan… aku..." Sanda meminta maaf pada sahabatnya dengan terbata-bata.
"Kita sudah membahas itu sebelumnya. Itu tidaklah mungkin."
Sandra menyentuh bekas lukanya lagi, seperti yang dilakukannya setiap kali meras gugup.
Monica membungkuk ke depan, memaksa sanda untuk menatapnya. "Demi keselamatanmu sendiri."
"Maksudmu aku harus menyerah? Aku bisa saja berubah menjadi sumber aib. Dan kau juga tidak ingin ini terjadi bukan."
Sindiran Sandra tidak mengganggu monica. "Apa masalahmu?"
"Aku? Aku tidak punya." Kata Sandra dengan sangat tertekan.
"Fakta bahwa mereka sudah menyadari bahwa kau masih hidup dan kau belum terbunuh adalah suatu berkah dibawah kemalangan. Tidakkah kau tau itu? Yang kuinginkan adalah kau mundur dulu untuk sementara. Pindah ke pinggiran atau pergi ke tempat lain lalu membangun kekuatan baru di sana. Saat kekuatamu mulai tumbuh melebihi meraka banyak hal yang akan terungkap Sandra. Sekarang semua perangkap dan penghalang yang kau pasang sudah gagal dan ternyata sia-sai, mereka masih akan menargetkamu. Mereka akan tetap waspada sampai mereka melihat jasadmu Sandra."
"Mengapa? Yang ingin kutahu hanyalah sebuah kebenaran." tukas Sandra.
"Karna apa yang sedang kau lakukan ini sangat merusak Sandra, bahkan untuk orang yang tidak bersalah. Berjanjilah Sandra!! Berjanji padaku bahwa kau akan mengikuti saranku kali ini. Berbaring rendahlah untuk beberapa tahun di tempat yang jauh. Bangun kekuatan di sana. Percayalah padaku, semua akan jelas saat kau memilik keuatan yang lebih besar dari mereka. "
"Jawab satu pertanyaan dariku," kata Sandra ada kilatan tantangan dimantanya. "Adakah orang lain yang lebih sial dariku?"
Setalah kebisuan singkat, monica berkata, "Entahlah, tidak mungkin aku mengetahuinya kan?"
"Kau seharusnya meniggalkanku disana...…."
"Jangan katakan itu, Sandra. Jangan kecewakan aku." Sandra memelainkan wajahnya. Dia masih punya banyak hal yang ingin dia ketahui. Tapi dia sangat percaya bahwa monica tidak akan mengatakannya. Hal-hal yang tidak berkaitan denganya, hal-hal yang sudah tidak dia ketahui lagi. Hal-hal yang sangat mengerikan sehingga membuat keyakinan akan goyah, dan mengotori hati seseorang untuk selama-lamanya. Keselamatan bersama mereka akan terpengaruh jika dia masuk terlalu dalam kesana.
"Kenapa harus aku? Tanyanya, sambil terus memalingkan muka.
Monica tersenyum. "Hidup harus terus berlajut Sandra. Kumohon padamu untuk sekali ini. Tolong ikuti saranku, maukah kau melakukannya?"
Sandra menatap monica sahabatnya."Yah, aku akan mendengarkanmu."
Tampa sepatah katapun monica mengambil sesutau dari saku jas hujannya yang tergantung di belakang pintu. Meletakkannya diatas meja dan menyerahkannya kepada Sandra. Sandra mengabilnya dan dengan hati-hati membukanya. Didalamnya terdapat sebuah kartu bank, kartu identitas baru dengan nama Sandra dan tiga lembar foto."
"Foto itu hanya boleh kamu gunakan saat kekuatanmu sudah tumbuh Sandra." Monica berbalik menatapku. Aku menyerahkan Sandra padmu. "Tolong jaga gadis jenius yang ceroboh ini untukku."
"Ehh, kenapa aku. Bisahkan aku tidak ambil bagain dalam kekacauan ini?"
Wajahnya tiba-tiba memancarkan senyum jahat. Dia menghela nafas dan berkata "Tidak, saat kau menatap abys dia akan menatapmu kembali, tidak dia akan menarikmu kedalamnya. Dan walaupun kamu memutuskan untuk tidak terlibat itu sudah terlambat. Bukan kau yang memutuskan, mereka mungkin akan menganggapmu ancaman dan menghapusmu. Tak ada jalan kembali."
"Sial. Karna keserakahanku. Kalau begitu ceritakan apa yang terjadi?'
"Ini buka saat tak ada orang lain. Jangan membacanya dengan keras. Dinding kadang memiliki telinga" Monika mengeluarkan cebuah anmplot lain.
Sambil mengabaikan sekelilingnya rafi Berkonsentrasi pada wajah Sandra. Dia seperti gadis udik yang pindah ke kota besar. Cantik, dengan wajah lembut dan tampa riasan. Dia menduga gadis ini biasanya menguncir rambutnya tampa riasan. Dia tidak akan pernah pergi ke salon untuk perawatan karna kecantikan alaminya. Dia sedang memakai jins dan kaus, yang membebaskannya dari kebutuhan untuk mengikuti mode terbaru. Kalau saja jika tidak karna perban dikepalanya, itu akan sangat sempurna. Sandra adalah salah satu orang tercantik yang perna rafi temui.
Monica menarikku hingga telingaku setinggi bibirnya. Dia kemudia berbisik padaku "Bagaimana dia cantik bukan? Sandra masih sendiri sampai saat ini. Aku akan meberikamu beberapa tips dan trik untuk menahlukkannya. Tapi, kamu harus memjaganya untukku. Perukaran yang adil bukan?"
"Baiklah, aku juga membantunya karna dia cantik. No pain no gain" rafi belas berbisik pada monica.