"Apa kau tadi barusan dari sana lalu bagaimana ekspresimu saat kau ditangkap oleh polisi ." jovan menendang Zean dengan tendangan yang tidak begitu keras. "Brengsek kau, sebegitunya kah kau ingin aku bangkrut. HAH" yang di tanya malah nyengir kuda
Jovan akhirnya menceritakan semua apa yang ia liat di msa depan tersebut. Zean terus mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut jovan. "Zean aku bisa kau beritahu bagaimana aku mengetahui bahwa gadis itu memiliki nasib baik.". "Apa kau nyakin akan menikahi jika ku beritah."
"Ya."
"Baiklah, aku tidak tau detil persis seperti apa wanita yang akan menikah dengamu. Namun wanita tersebut adalah seorang fotografer karena aku melihat dia selalu membawa kamera kemana pun dia pergi." Jovan merasa tak habis pikir dengan sahabatnya.
"Hanya dia sering membawa kamera kau berasumsi dia seorang fotografer dan jika membawa seorang bayi maka kau berasumsi dia seorang janda.begitu," dengan nada mengejek disana.
"Aku serius jo, waktu itu aku lihatnya ketika kau mengatakan untuk meramalmu dan hanya melihat dia bukan tentang bisnismu".
"Yah ok baiklah, jadi aku harus encari setiap wanita ang selalu membawa kamera dan ia berprofesi seorang fotografer begitu.
"Kau selalu saja tidak pernah dengan yang aku ucapkan."
"Ok..ok aku minta maaf. kali ini aku akan percaya denganmu karena ini menyangkut bisnisku."
Saat matahari sudah menampakkan batang hidungnya ia keluar dari kos-kosan Zea. Tanpa membangunkan Zean melangkah pergi begitu saja.
Beruntung sekali menurut Zean karena ini adalah weekend jadi ia sedikit bersantai dengan urusan kantor yang begitu menguras pikiran serta pekerjaannya.
Biasanya ketika jovan memasuki waktu weekend ia selalu pergi ke masa depan. Ia merupakan seseorang yang mudah bosan ia tidak bisa berdiam diri pada suatu tempat dan tidak melakukan apapun. Untuk saat ini jovan tidak ingin pergi kesana kembali karena baru saja tadi sore ia kesan dan pulang dengan sangat cepat dan mengunjungi Zean untuk memastikan sesuatu.
Jovan keluar dari rumahnya. Seorang laki-laki setengah bawa menghampirnya dan menanyakan sesuatu padanya, "Tuan apakah tuan tidak memakai sopir saja agar lebih aman di jalan."
Jova yang mendengar itu, ia tersenyum kepada laki-laki setengah baya tersebut." tidak usah pak aku lebih senang naik bus saat weekend" . " oh baiklah jika terjadi sesuatu dengan tujan aku harap kau secepatnya menghubungiku atau siapan yang terdekat dan tuan."
"Baiklah akan aku lakukan. Mungkin aku akan pulang pada jam makan malam jadi siapakan saja seperti biasa. oh ya pak , aku harap kau masi menginggat janjimu padaku, jangan ada yang boleh memasuki kamarku ruang tamu dan suarang yang tanpa seijinku."
"Baik tuan."
"yasudah aku pergi ya pak tolong ingat janjimu."
Jovan selalu tidak menyukai semua tempat pribadinya dimasuki orang asing, bukan karena apa-apa ia khawatir karena ada barang-barang masa depan disana , akan terlihat aneh dimata merera jika hal tersebut benar-benar terjadi. Dan semua akan kacau bukan hanya dirinya tapi masa depan barang tersebut. Ia hanya mengoleksi barang barang masa depan yang sangat keren menurutnya dan itu adalah kesenangannya.
Setelah beberapa menit ia berjalan di kota yang sibuk ini ia terus berjalan dan pandangannya fokus kedepan. Dia akhirnya sampai di tempat tujuan yang hendak ia tuju. Ia kini sedang berada di taman yang cukup untuk menghilangkan penat rutinitas setiap harinya. Jova terduduk di kursi taman yang telah di setiakan disana, ia terduduk dan tidak lama kemudian ia ingin memejamkan matanya ingin menikmati semilir angin yang sangat sejuk itu. Walau disini cuaca agak panas namaun dengan adanya pohon rindang yang mumbuat kursi yang di duduki jovan sangat nyaman dan benar saja itu membuat ia tertidur sekilas dalam posis duduk dan kaki yang tumpang tindih yang lain. Baru saja jovan memejamkan matanya ia terbangun oleh suara yang berada di sampingnya mau tak mau ia membuka matanya untuk melihat siapa yang telah berbicara begitu keras. Perempuan itu terus saja mengupat kata-kata kasar dan apa yang ia ucapkan benar-benar keras, dan mungkin saja akan merusak kendang telinga orang yang ada didekatnya.
Jovan membenarkan posisinya,terduduk dengan benar lalu ia mengatakan" Mba bisakah kah kau berbicara tidak terlalu kencang, kau telah menganggu tidurku."Jovan berbicara pandangannya fokus kedepan. Sang perempuan itu berhenti sejenak bahwa orang tersebut berbicara pada dirinya dengan perasaan ragu ia akhirnya melihat wajah seorang pria yang tengah terduduk disana."HAH!." sang perempuan itu terkejut sontak membuat ia reflek mengangkat kedua tangannya dan menutupi mulutnya. Jovan yang melihat itu ia melihat sekilas ke seorang perembuan itu.
"Apa kau Geovano Panji kusuma,tidak-tidakmungkin bukankah dia saat ini sedang keluar negri. lalu siapa dia." Perempuan itu terlihat terkejut dan tidak habis pikir ia bisa bertemu dengannya.
"Jika ya kenapa dan jika tidak kenapa?." Jovan melihat perempuan tersebut masi memandanginya dengan kagum.
"Jelas saja jika ia aku akan memintamu untuk membuat janji denganku agar aku bisa mewawancarai mu tentang bisnismu. Aku geram setiap kali aku ingin mewawancaraimu itu selalu tidak bisa dan jikalau pun bukan abaikan saja semua ucapanku tadi." Jovan hanya mangut-mangut saja.
"Jadi bagaimana?"
"Apanya yang bagaimana?"
"Apa aku bisa mewawancaraimu sekarang?." Jovan terkejut karena perempuan ini terus ngotot ingin mewawancarai. Tanpa sadar ia menaikkan satu alisnya.
"kenapa kau ngotot sekali ingin mewawancaraiku."
"Karena jika aku berhasil mewawancaraimu aku nyakin aku akan mendapatkan kenaikan jabatan karena setau aku aku tidak pernah melihat berita tentangmu dari seorang yang benar-benar mewawancarai dengan bertatap muka denganmu."
"Maaf aku tidak mau dan tidak bisa ."