webnovel

Mencari Banyak Bukti

Lizzy keluar setelah pamit dari ruang CEO. Kendati saat ini masalahnya sudah selesai, Lizzy masih tetap ketakutan. "Lizzy," Lizzy memandang Eka dengan wajah sedih dan memeluk sahabatnya itu dengan kelegaan yang luar biasa.

"Maaf aku tak menyangka bisa jadi seperti ini, harusnya aku pergi denganmu tetapi aku malah mendengarkan si tua bangka itu. Kau tak apa-apa?" Lizzy hanya mampu mengangguk sekarang. Sulit menjelaskan dengan kata-kata untuk mendeskripsikan perasaannya.

Mereka lalu masuk ke dalam ruangan kerja Lizzy dan tak mengerjakan apa-apa karena saat ini Eka memprioritaskan keadaan Lizzy yang masih terguncang. Kala Eka pergi, menyisakan Lizzy di dalam ruangan, sebuah panggilan datang dari smartphone Lizzy. "Halo," suara bergetar Lizzy terdengar jelas oleh si penerima telepon.

"Halo, ini benar nomor Nona Lizzy bukan?" tanya suara seorang wanita.

"Ya, ini aku. Anda siapa?"

"Saya Hirano, psikiater Nona Nicole. Karena anda walinya, saya ingin berbicara dengan anda begitu juga dengannya. Apa anda punya waktu sekarang?" Lizzy mengalihkan pandangan sebab melihat Eka datang dengan membawa segelas teh untuk Lizzy.

"Untuk hari ini, aku tak bisa melakukannya. Tetapi hari sabtu aku ada waktu." jawab Lizzy pelan.

"Ok, sampai jumpa di hari Sabtu." telepon ditutup oleh Lizzy kemudian meletakkan ponselnya di atas meja.

"Siapa yang menelpon?" tanya Eka penasaran.

"Hanya seseorang. Dia memintaku untuk bertemu." jawab Lizzy tenang. Rasa ketakutan Lizzy yang awalnya Eka berpikir akan menjadi luka nyatanya sekarang telah hilang tak berbekas.

"Kau sudah tak takut lagi?" tanya Eka kagum.

"Ya .... Aku tak bisa begitu terus bukan? Hari ini juga aku akan bertemu dengan klien Aku harus profesional." Eka mengerti dengan keadaan dan profesi Lizzy yang menuntutnya untuk bisa bekerja dengan baik apapun kondisi mereka.

Lizzy mungkin trauma namun dia tak akan membiarkan traumanya ini menghalangi jalan untuk menguak segala misteri yang harus dia buka. Dia tak akan membiarkannya.

💟💟💟💟

Lizzy mengeringkan rambutnya yang basah. Kini, dia telah sampai dan membersihkan diri di apartement. Sembari meminum secangkir kopi, Lizzy menarikan jari bukunya ke keyboard laptop miliknya. "Lisa!"

Lizzy buru-buru menutup laptop membersihkan dokumen yang berserakan karena panggilan Saga. "Ya, ada apa?" tanya Lizzy dari dalam kamar.

"Kemarilah." Lizzy mendengus kesal dan keluar dari kamar. Dia sibuk sekarang, kenapa Saga harus memanggilnya. Saga mendekati Lizzy. Diputarnya tubuh Lizzy dan melihat dari ujung kaki sampai ujung rambut.

"Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Lizzy heran.

"Berhati-hatilah mulai saat ini, dari tadi Lizzy hampir saja dilecehkan oleh George, kau tahu yang berkenalanmu di pesta perusahaan?" Lizzy hanya menggerakan kepalanya kebawah.

"Telepon aku kalau kau mendapat masalah."

"Hmm.." gumam Lizzy. Saga membuat senyum simpul. Hampir saja Lizzy didekap tetapi gerak Lizzy yang lincah berhasil membodohi Saga.

Saga membuang napas kasar kemudian memulas senyuman lagi. Senang karena Lizzy menurut.

💟💟💟💟

Hari sabtu, Lizzy datang ke Rumah Sakit Jiwa di mana Nicole dirawat. Hirano, selaku psikiater dari Nicole ingin bertemu langsung dengan Lizzy. "Bagaimana keadaan Nicole Hirano, apa dia ada perkembangan?"

"Ya, sangat baik. Lihat.." Lizzy dan Hirano saat itu tengah berjalan menyusuri halaman belakang rumah sakit jiwa. Di sana ada beberapa orang yang tengah berolahrga. Tak disangka, salah satu orang itu adalah Nicole.

Perbedaan besar terjadi kepada Nicole. Dia sekarang sudah bisa tersenyum dan tak kaku. Nicole juga sekarang bisa berbincang dengan orang-orang seperti tak ada masalah. Lizzy terpana dengan perubahan yang sangat pesat dalam diri Nicole. "Kau yang membuatnya seperti ini?" tanya Lizzy kepada Hirano.

"Tidak, dia yang melakukannya. Aku hanya perlu mendorongnya sedikit." Nicole menyadari kehadiran dua wanita yang telah berjasa besar. Dia menghampiri mereka dan melempar senyuman. "Lizzy, syukurlah kau sudah datang, aku ingin sekali mengobrol denganmu."

"Iya, aku tahu. Aku terkesima melihat dirimu yang sekarang, kau sudah sehat." ujar Lizzy.

"Benarkah? Terima kasih. Ini semua berkatmu karena sudah mau membantuku dan mempertemukanku dengan psikiater terbaik. Dulu, aku sempat berpikir bahwa Hirano adalah dokter psikolog yang pernah kukenal. Nyatanya dia berbeda." jelas Nicole sambil memandang Hirano.

"Ah, jangan memujiku seperti itu." balas Hirano. Nicole dan Lizzy lalu berjalan berdua menuju tempat mereka untuk bicara.

"Aku senang kau bisa sembuh secepat ini Nicole, berarti kita bisa menghancurkan Kessi dengan cepat." kata Lizzy memulai pembicaraan dengan wajah penuh keyakinan.

"Tak sepenuhnya." sahut Nicole. Wajah yang awalnya berseri-seri kini menjadi redup.

"Jika hanya aku dan kau bersama Lisa, itu tidak cukup untuk menjadi bukti.." Kedua mata Nicole berubah serius.

"Kita butuh banyak keterangan, kalau perlu bawa semua korban Kessi dan ajak mereka bekerja sama. Kau tahu bukan soal riwayat semua korban Kessi, cari alamat keluarga mereka. Aku yakin mereka juga benci dengan Kessi." usul Nicole.

"Tetapi saksi yang banyak tak membantu, kita butuh video atau.."

"Jangan khawatir tentang itu. aku mempunyai teman yang bisa kita andalkan." potong Lizzy. Nicole mengembuskan napas lega kemudian tersenyum kecut.

"Walau aku sudah sembuh dan menjadi seperti sekarang, aku akui.. aku masih belum bisa melupakan Heru. Segala kejadian tentangku di masa lalu adalah mimpi buruk oleh sebab itu aku tak akan pernah melepaskan Kessi. Dia harus mendapat balasan yang setimpal!"

Lizzy tersenyum puas melihat Kessi mengeluarkan amarahnya yang sudah dia pendam tetapi kali ini dia memiliki tekad yang sangat kuat. "Ya, mari kita buat dia menunduk malu di sisa hidupnya!"

Selepas bertemu dengan Nicole, Lizzy segera menghubungi temannya yang membantu kala Lizzy berurusan dengan Ria. "Halo, Lizzy. Ada apa kau menghubungiku?"

"Tentu saja aku punya pekerjaan untukmu." balas Lizzy enteng.

"Oh benarkah?" suara dari lawan bicaranya terdengar meremehkan.

"Aku sedang serius denganmu, kau mau ambil atau tidak?" kata Lizzy merasa bosan dengan perilaku temannya itu. Terdengar cengengesan dari balik telepon.

"Aku akan menerimanya dengan senang hati Nona Lizzy. Ini menyangkut uang, aku cinta dengan barang itu. Siapa yang aku cari?"

"Nanti aku akan kirim biodata ke email-mu. Kau cari wanita itu bahkan jika dia pernah terkena kasus kriminal kirimkan itu kepadaku. Satu hal lagi, ambil sebanyak mungkin video kejahatan yang dia buat."

"Baiklah, akan aku cari. Kau tinggal duduk manis saja, jika aku sudah mendapatkannya aku pasti akan memberikannya kepadamu." Lizzy menyeringai.

"Bagus!"

💟💟💟💟

Lizzy kembali berkutat dengan dokumennya kali ini dia telah makan dan menyelesaikan semua termasuk mengunci pintu agar Saga tak seenaknya menyelonong masuk ke kamar Lizzy.

Memilah-milah dokumen, smartphone Lizzy mengeluarkan bunyi. "Halo,"

"Halo, Lizzy aku sudah mendapat semua bukti yang kau minta." ucap lawan bicara.

"Benarkah? Bagus terima kasih! Silakan kau kirim semua bukti itu kepadaku!" perintah Lizzy riang.

"Mmm.. aku tak yakin kau mau melihatnya atau tidak." balas si lawan bicara memakai nada ragu.

"Kenapa kau gusar begitu? Apa ada masalah?" tanya Lizzy curiga.

"Ya.. aku mencari semuanya dan menemukan beberapa video Lisa." Lizzy terpaku. Dia berpikir lama dan berkata kembali.

"Berikan semuanya padaku."

"Apa kau yakin, Lizzy? Aku sudah menontonnya dan aku merasa khawatir bahwa kau.."

"Kirim saja!" potong Lizzy mengeluarkan kekesalannya. Terdengar hembusan napas berat dari seberang sebelum lawan bicara itu mengalah dan menutup telepon.

Batin Lizzy bergemuruh tatkala menunggu kiriman temannya. Dalam hati dia terus meyakinkan pada dirinya sendiri bahwa dia bisa melihatnya walaupun Lizzy mengakui nyalinya ciut sekarang untuk melihat video Lisa.

Beberapa menit kemudian, video telah terkirim. Tangan Lizzy bergetaran hendak memutar video. Kelegaan tampak di wajah Lizzy melihat video pertama bukanlah video Lisa melainkan seorang gadis yang didorong oleh Kessi jatuh dari bangunan yang sangat tinggi.

Barulah video selanjutnya adalah video Lisa. Pertama, Lizzy bisa melihat saudara kembarnya tengah mengobrol dan diberikan sebuah minuman oleh Kessi di acara entah seperti perayaan ulang tahun.

Obat bereaksi cepat, Lisa tiba-tiba saja kehilangan kendali seperti tertawa besar layaknya orang kerasukan menakuti orang-orang yang berada di pesta itu. Lisa juga hampir membuka baju karena dia merasa gerah.

Saga datang dengan amarah yang tampak di wajah. Bukan bersimpati, dia menampar Lisa hingga tubuhnya tersungkur tak berdaya di lantai. Umpatan kasar dan tindakan kejam Saga tampil di layar laptop milik Lizzy.

Sedang Lizzy sendiri menangis melihat Saga memperlakukan Lisa seperti itu. Saga adalah orang bodoh yang tak menyadari bahwa Lisa tengah dalam pengaruh obat. Dia lebih memperhatikan pendapat orang ketimbang istrinya. Jahat..

Tindakan Saga selanjutnya adalah menyeret Lisa ke dalam kamar yang gelap berupaya mengunci gadis itu. Selanjutnya, Kessi mendekati Saga dan menggelayut manja kepada pria itu.

Sekarang hati Lizzy mendidih, dia menyumpah serapah dalam hati kepada Kessi. Dia memanfaatkan kejadian itu agar Saga makin membenci Lisa dan seolah-olah Kessi adalah orang baik, dia meredakan amarah Saga.

Sungguh pandai berakting. Tidak! Lizzy tak akan memaafkan mereka berdua! Tak akan! Lizzy menyeka air matanya yang meleleh, pergi ke kamar mandi dan membasuh muka.

Aktivitas tadi membuat Lizzy kehausan. Dengan langkah hati-hati, dia beranjak keluar dari kamar menuju dapur. Diteguknya sampai habis air di gelas lalu berdiam diri berpikir sejenak.

"Lisa," tubuh Lizzy bergidik namun tak memalingkan wajah kepada Saga yang mengucapkan nama sang saudara kembar. Saga mendekatinya. "Kenapa kau belum tidur?"

"Bukan urusanmu." Lizzy menjawab dengan ketus. Saga membuat alisnya menekuk. Diperhatikan wajah Lizzy yang tertunduk baik-baik dan bisa melihat kedua mata Lizzy bengkak.

"Kau habis menangis? Kenapa kau menangis? Apa ada seseorang yang berbuat jahat padamu?" Hati Lizzy mencelos. Saga terus saja perhatian kepadanya tetapi apakah dulunya dia perhatian kepada Lisa, istrinya sendiri? Jawabannya sudah pasti tidak!

Tangan Saga terulur untuk mengangkat wajah Lizzy. Melihat itu, Lizzy segera menepis tangan Saga kasar. "Tak perlu perhatian, kalau aku menangis kenapa? Bukan urusanmu!" amarah Lizzy meledak ketika memorinya kembali mengingat isi video Lisa.

"Lisa.." Saga terpaku lalu menunduk. Keduanya sama-sama diam sampai ponsel Lizzy berbunyi. Lizzy menemukan chat dari Eka yang menyuruhnya menonton tv.

Segera Lizzy menyalakan tv. Terpaku melihat perusahaan George yang membuat konferensi pers untuk menjatuhkan M&A Corp. Berita itu tentu saja membuat Lizzy refleks pergi dari apartement tanpa sempat dicegah oleh Saga.

Lizzy menahan taksi dan segera menyuruhnya ke M&A Corp. Tergesa-gesa, Lizzy langsung membayar uang taksi dan bergerak cepat masuk ke bangunan perusahaan yang gelap gulita. Lizzy memberhentikan langkahnya saat dia tak sengaja berpapasan dengan Dan yang baru saja keluar.

"Bos.." gumam Lizzy.

"Kenapa kau ada di sini?" tanya Dan dengan tatapan tanpa ekspresi.

"Saya ingin menghentikan aksi Tuan George yang berbicara tidak-tidak tentang perusahaan. Saya tak enak, karena saya perusahaan anda diambang kehancuran." kata Lizzy kikuk.

"Kau tak perlu berpikiran seperti itu. Ya, aku tahu dia sedang menjelekkan nama M&A Corp namun aku yakin semua akan baik-baik saja." Lizzy sama sekali tak mengerti dengan bosnya ini. Kenapa dia masih bisa santai ketika perusahaannya diujung tanduk?

"Apa kau sudah makan? Ayo kita makan sembari aku menjelaskan apa yang terjadi." Dan berjalan melewati Lizzy yang lalu mengikutinya. Mereka berdua tiba di sebuah restoran dan duduk berhadapan.

"Kau tahu Ibuku bukan? Dia merintis usaha di saat usia remaja dan perusahaan yang awalnya bernama M Corporation bisa sangat sukses. Beliau menyia-nyiakan masa yang paling indahnya demi bisnis." Lizzy mengangguk dan menyahut.

"Nyonya Amira Anderson adalah wanita yang bisa dibilang berpengaruh ditambah Ayah anda yang juga adalah pemimpin perusahaan terkenal. Mereka pasangan yang hebat." sahut Lizzy penuh kekaguman.

"Justru disitulah aku yakin, Ayah dan Ibuku tidak akan tinggal diam. Mereka berdua masih berstatus presdir M&A Corp. Apalah artinya seorang George yang memiliki perusahaan kecil. Mereka bisa menjatuhkannya dengan mudah ... jadi kau tak usah khawatir. Perusahaan ada ditangan yang tepat." Lizzy merutuk. Otaknya untuk sekarang tumpul dikarenakan sibuk mengurus urusan Lisa sampai tak menyadari dua orang penting dibalik perusahaan M&A Corp.

Dikejauhan terdapat seorang pria yang mengambil gambar Lizzy dan bosnya. Dia dengan seringai puas menelpon seseorang. "Halo, aku menemukan beberapa bukti dan aku yakin kau pasti akan senang melihatnya."

Selama beberapa menit keduanya makan dan setelah selesai, keduanya memutuskan untuk pulang. Dan dengan baik hati mengantar Lizzy sampai pulang ke rumah. "Terima kasih atas makanan dan juga tumpangannya bos."

"Sama-sama.." Dan melirik jam tangannya lalu menatap Lizzy. "Sebaiknya aku harus pulang secepat mungkin, istriku pasti sudah menunggu." Lizzy hanya memulas senyum sampai mobil kaca Dan tertutup lalu mobil itu pun pergi meninggalkan Lizzy.

Lizzy bergerak masuk ke apartement. Matanya membulat melihat Saga tengah menunggunya di luar. Lizzy cepat mengubah ekspresinya dan tak memusingkan Saga dia masuk kedalam.

Saga mengeluarkan napas panjang. Dia bergerak lesu melangkah masuk ke dalam menuju lift. Sesampainya di apartement, Lizzy sudah masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu kamarnya supaya Saga tak bisa masuk.

Saga tak bisa melakukan apa-apa. Mungkin saja Lisa membutuhkan waktu untuk berpikir sendiri kendati Saga ingin sekali meringankan beban Lisa tetapi apalah daya dirinya jika Lisa menolak kehadirannya.

Next chapter