webnovel

Bab 84

"Apa itu Daniar? Kenapa airnya berwarna merah."

"Saya tidak berani menjawab tuan. Alangkah baiknya tuan nanti bertanya langsung pada dokter di dalam." usai mengatakan hal itu, Daniar bergegas pergi untuk menyiapkan hal yang di perlukan Dinda nantinya.

"Ini semua ulah Dona, Arjun. Dia mendorong Dinda hingga menabrak ke pohon. Lalu kemudian Dinda mengeluarkan darah dari pangkal pahanya." tutur Bella sembari menatap sinis Dona yang bersembunyi di ketiak nyonya Clarissa.

"Lagi-lagi kau!!"

"Sudahlah Arjun. Jangan ribut. Kasihan Dinda di dalam sana. Mengenai Dona, kita akan membahasnya nanti."

"Awas saja kalau sampai Dinda kenapa-kenapa. Aku tidak akan mengampunimu meski kau menukarnya dengan nyawamu itu." kata tuan Arjun pada Dona.

Tidak berselang lama, dokter dan seorang perawat keluar dari dalam paviliun Dinda.

"Dokter bagaimana keadaannya?" tanya tuan Arjun khawatir.

"Untunglah, itu hanya pendarahan ringan. Hanya membutuhkan istirahat total saja. Dan janinnya masih bisa di selamatkan."

"Janin?" dengan serempak semua orang yang berada di sana terkejut.

"Ya, nyonya sedang mengandung kembali. Namun pada masa awal-awal kehamilan. Jadi masih sangat rentan tuan."

"Dinda hamil?" tuan Arjun serasa tidak percaya dengan apa yang di katakan dokter itu pada mereka.

"Leh, ibu mau punya cucu?" nyonya Clarissa sangat senang mendengar berita baik itu.

"Untuk sementara ini, biarkanlah nyonya istirahat dengan tenang. Dia kini tengah tertidur karena efek obat penenang yang ku berikan."

"Terimakasih dok, atas bantuannya." kata Bella senang.

Bella mengantarkan dokter itu kembali. Sementara tuan Arjun Saputra yang belum bisa melihat Dinda kini terlihat menatap Dona dengan tajam.

"Ayo ikut aku!!"

"Arrrggghhh Arjun sakit. Lepaskan aku.."

Tuan Arjun menarik paksa Dona dengan kasar. Walau berulang kali Dona memohon ampun, namun tuan Arjun nampak tidak bergeming.

"Arjun leh. Lepaskan Dona. Kasihan dia. Kakinya kan sedang sakit leh."

Tuan Arjun melempar Dona ke tanah. Dia tersungkur karena tenaganya kalah besar untuk melawan tuan Arjun Saputra.

"Sebenarnya apa yang ada di otakmu itu hah!! Apakah kau tidak mau belajar dari kesalahanmu kemarin!! Demi ibuku aku diam dan memaafkanmu. Menganggap wajar apa yang telah kau lakukan pada Dinda waktu itu. Tapi ini sudah keterlaluan Dona. Apakah kau ingin kami kehilangan anak kami lagi? Dan apakah kau ingin Dinda menyalahkan dirinya lagi karena ia tidak bisa menjaga janinnya."

"Maafkan aku Arjun.. Aku tidak tahu jika Dinda sedang hamil."

"Aku bahkan tidak percaya kalau kau akan berbaik hati walau tahu Dinda sedang hamil. Kau adalah wanita culas, dan berhati sempit!!"

"Arjun.." tergur nyonya Clarissa yang menyusul untuk melerai.

"Ibu jangan ikut campur sekarang. Dona juga istriku. Dan aku juga berhak menegurnya kalau dia salah."

"Ibu tahu Arjun. Tapi...."

"Tapi apa ibu? Ibu ingin Arjun terus menerus menganggap wajar perbuatannya?! Asalkan ibu tahu ya, dia itu tidak sebaik yang ibu kira. Dia hanya berlagak polos agar ibu senantiasa terus membelanya. Kami sudah pernah kehilangan, jadi aku tidak akan membiarkan siapapun menyentuh istriku lagi!!"

"Apa maksudmu dengan pernah kehilangan."

"Dinda sebelumnya pernah keguguran bu. Anggap itu salahku. Tapi dia juga berperan bu. Dia yang terus saja menghasut ku agar aku mencapakan Dinda. Sampai.... Sampai bayiku menyerah sebelum terlahir."

"Dona apakah yang di katakan Arjun benar? Kau mencoba menyakiti Dinda?"

"Tidak.... Itu tidak benar. Ibu tolong percaya pada Dona." Dona masih tetap mencari pembelaan untuk dirinya.

"Bagaimana bisa kau bersikap seperti itu Dona? Kau ini wanita macam apa?" sela Nike yang ikut bergabung dengan mereka.

"Nike, apa yang kau ketahui tentang hal ini?" tanya nyonya Clarissa.

"Ibu percayakan kalau Nike tidak mungkin membohongi ibu."

"Katakanlah sayang, sebenarnya apa yang ibu tidak ketahui di sini?"

Nike menatap Dona penuh dengan kebencian. Rasa benci yang sudah mendarah daging ingin rasanya ia luapkan semua sekarang.

"Dia itu adalah wanita yang jahat bu. Berkali-kali di berusaha mencelakai Dinda. Memberinya racun, menyakitinya. Bahkan dia juga pernah mengacungkan pisau ke arahnya."

"Kau tidak sedang berbohong pada ibu kan Nike?"

"Bukankah selama ini selalu bertanya tentang alasan Arjun menghukum Dona tempo hari sehingga ia luka parah."

"Ya, tapi Arjun selalu bungkam ketika ibu mencoba mencari tahu."

"Karena seperti ini bu. Dona sepertinya ingin melenyapkan Dinda."

"Jangan percaya apa yang dia katakan bu. Dia bohong. Mana mungkin Dona bisa melakukan hal sekeji itu."

"Diam kau!!" tuan Arjun berteriak.

"Arjun...." kata Dona lirih.

"Bukan hanya Dinda saja. Aku, Bella dan para abdi dalem di sini juga menjadi korban keangkuhannya. Dia berdalih begitu sombong karena berkat dukungan ibu. Begitu besar kepala karena ada ibu yang akan selalu membelanya."

Nyonya Clarissa mengelus dadanya, merasakan pusing di kepalanya.

"Bu...." tuan Arjun khawatir saat melihat ibunya yang kini terlihat sangat pucat.

Dona merangkak memohon ampunan nyonya Clarissa "Maafkan Dona bu. Dona khilaf, Dona hanya melindungi diri dari setan kecil itu. Dia terus-terusan mengejek Dona. Dia juga jahat bu, dan dia sangat pantas mendapat perlakuan itu."

Plaaaaaakkkk...

"Apakah kau memang seperti ini? Tanpa malu, di saat seperti ini kau masih terus menyangkal dan malah menyalahkan Dinda. Kau ini sudah dewasa kan Dona? Ibu benar-bener kecewa padamu."

"Bu.... Ibu.. Tolong maafkan Dona." Dona menangis, meraung sembari bersujud di kaki ibu mertuanya, nyonya Clarissa.

"Nike sayang. Tolong bawa ibu untuk istirahat. Kepala ibu pusing sekali." pinta nyonya Clarissa sembari memegangi kepalanya.

"Ayo bu, kita istirahat saja di tempat Nike."

Duaaaakk... Nyonya Clarissa menyingkirkan Dona dari kakinya dengan kasar. Nyonya Clarissa sudah terlalu kecewa dengan perbuatan keji menantu yang sebelumnya sangat ia sayangi itu.

"Bu.... Ibu.... Maaf.."

Tuan Arjun Saputra yang masih berdiri di sana hanya menatap saja. Tak sedikitpun ingin menolong Dona.

Dona menoleh ke arah tuan Arjun, berusaha ingin menggapai lengannya.

"Arjun kau harus memaafkan aku."

"Bahkan kesalahan kemarin saja belum ku maafkan. Lalu di tambah masalah ini? Kau pikir aku ini selembut ibuku? Jangan bermimpi, kau tunggu saja waktu saat aku akan mendepakmu keluar dari sini."

"Tidak Arjun.... Kau tidak bisa begitu. Aku ini istrimu."

"Tidak sudi aku memiliki istri sebejat dirimu Dona. Secepatnya aku akan segera menceraikanmu."

Tuan Arjun melangkah pergi, meninggalkan Dona yang terus menangis meratapi nasibnya.

-----

"Eeghhhh.... Emmmmhhhh...."

Dinda mulai tersadar, mencoba meregangkan otot-ototnya.

"Jangan bergerak seperti itu." tuan Arjun segera menangkis tangan Dinda yang hendak memulai aksinya.

Dinda memicingkan sebelah matanya. Mengintip sedikit ke arah tuan Arjun Saputra yang tengah duduk berjaga di sampingnya.

"Ngapain kamu? Eh lho kok aku di sini sih?"

Dia mencoba untuk mengingat-ingat kejadian yang telah berlalu.

"Hah darahnya." Dinda mencoba untuk bangkit, namun dengan cepat tuan Arjun menahan tubuh Dinda agar tetap berbaring.

"Apaan sih orang Dinda cuman mau lihat darahnya masih ada apa enggak."

"Sssttt sudah tiduran saja. Kasihan dedek bayinya."

"Ih Arjun, dedek bayi apaan sih. Kamu aneh deh." gerutu Dinda yang masih benar-benar tersadar itu."