webnovel

Bab 21

"Jadi begitulah ceritanya. Tapi yang tidak aku mengerti adalah alasannya mempunyai banyak istri." Dinda menopang dagu berusaha memecahkan teka-teki nya.

"Dia bersumpah langsung di depan Dona. Jika mas Arjun akan memiliki banyak wanita yang lebih dari segalanya daripada Dona itu sendiri. Dan Dona menantang akan selalu mengawasi mas Arjun. Apa benar mas Arjun itu beristri banyak atau tidak."

"Jadi apakah kamu tau dimana Dona berada sekarang?" tanya Dinda.

David menggelengkan kepalanya bertanda dia tidak tau, hanya sampai batas itu saja David tau kisah cinta antara tuan Arjun Saputra dan Dona.

"Aku mendengar Dona menikah tidak lama setelah kejadian itu. Dan setelah itu aku tidak tau lagi kabar tentangnya." David menyesal.

"Apakah kamu tau apa wajahnya?"

"Tidak tau, tetapi kata orang-orang Dona itu wanita yang sangat cantik."

"Aku penasaran dengannya. Secantik apa dirinya sekarang?"

----

Sekarang Dinda sudah berada di mobil untuk perjalanan kembali ke kediaman tuan Arjun. Dinda duduk di samping tuan Arjun yang terus memperhatikannya.

"Apa yang dilakukan bocah itu sehingga kamu murung begini sayang?" tanya tuan Arjun.

"Eh, aku tidak apa-apa kok om sayang. Cuma lapar saja. David hanya membelikan aku minuman saja. Sungguh pelit sekali adikmu itu sayang." keluh Dinda.

"Apa!! Jadi kamu belum makan? Awas saja David itu."

Dinda menatap suaminya, binar matanya mengisyaratkan sesuatu. Tuan Arjun tau jika ada yang menganggu pikiran istri kecilnya itu. Tetapi ia memilih untuk tidak menanyakannya langsung. Dinda akan langsung bertanya nanti jika ia tidak kunjung menemukan jawabannya.

"Kamu mau makan apa sayang?" tanya tuan Arjun.

"Nasi goreng, mie goreng, gado-gado, ketupat sayur, nasi uduk, nasi kuning, rawon, soto makasar, rendang, Nasi padang dan masih banyak lagi yang lainnya. Aku sangat rindu memakan itu semua." Dinda menggelayut di lengan tuan Arjun dengan manja.

Tuan Arjun Saputra tersenyum simpul saat melihat istrinya yang seperti anak kecil itu.

"Awas itu air liurmu hampir menetes." canda tuan Arjun Saputra.

"Benarkah, emmmm ku mohon bawa aku makan semua itu sayang."

"Jadi yang mana yang ingin kamu makan terlebih dahulu sayang."

"Kwetiaw?"

"Seingatku tadi aku tidak menyebutkan makanan itu."

"Ayolah, aku ingin kwetiaw. Di sana ada warung Nasi goreng dan kwetiaw langgananku." tunjuk Dinda antusias.

"Kalau begitu kita makan nasi padang."

"Apa? Sayaaang. Aku sudah jadi anak baik ketika aku jauh darimu. Dan ini bayaranku? Kamu jahat." rengek Dinda.

"Baiklah baik, kita akan makan di sana."

"Yeay makasih sayang."

Namun sungguh sangat di sayangkan ketika mereka berhenti di tempat yang Dinda maksud warung itu tutup. Dinda kecewa yang membuat tuan Arjun sedikit lega.

Alasannya tidak ingin pergi ke tempat itu tentu saja pasti akan ada banyak orang yang mengenali istri kecilnya itu. Hal itu lah yang di benci tuan Arjun. Ia tidak ingin Dinda berhubungan kembali dengan kenalan lamanya. Apa lagi jika dia seorang pria.

"Sudah, ayo kita makan yang lain saja ya?" bujuk tuan Arjun.

"Aku mau es krim ya sayang."

"Katanya tadi lapar, kenapa sekarang jadi es krim?"

"Pokoknya aku mau es krim Arjun.. Huwaaaa.."

"Oke oke, baiklah kalau begitu kita beli es krim ya jangan menangis lagi ya sayang."

"Ya sudah ayo cepat belikan aku es krim sekarang.. Huwaaaa.."

"Iya sayang, dimana kedai es krim yang enak."

"Di mall." Rengek Dinda kemudian nyengir kuda saat mengatakan tempat itu."

"Mall? Tidak setan kecilku sayang, itu terlalu ramai."

"Please, husband, just a moment. Let's get some ice cream and go home."

"Dinda."

"Darling please."

"Well dear whatever your wish I shall grant."

"Rendi kita pergi ke mall terdekat."

"Really, honey?"

"Yes of course dear."

Tuan Arjun Saputra menjawab pertanyaan Dinda, jika dia tidak menuruti kemauan Dinda sama dengan bunuh diri. Bisa-bisa jika ia tidak mengabulkan keinginan istri kecilnya, Dinda akan merajuk dan tidak bersedia melayaninya kembali.

Dengan langkah yang riang, Dinda kegirangan dan berlarian ke dalam mall. Serasa sudah lama sekali ia tidak menginjakkan kakinya di tempat favoritnya itu.

Ia tidak akan melewatkan kesempatan ini untuk bersenang-senang.

"Sayang ayo kita masuk ke sana." Dinda menunjuk pada sebuah toko pakaian wanita.

Tuan Arjun hanya menurutinya saja. Meski sudah di genggam dengan erat. Tenaga wanita yang gila belanja akan jauh lebih kuat dari biasanya. Jujur tuan Arjun sendiri saja sampai kewalahan menemani Dinda berbelanja.

"Aku tunggu di sini saja ya sayang, aku sangat elah."

Dengan nafas terengah-engah tuan Arjun meminta untuk beristirahat sebentar. Memilih untuk mengawasi Dinda dari pada ikut bergerilya mencari yang di sukai istri kecilnya itu. Kalau mau tuan Arjun lebih memilih untuk membeli seisi tokonya saja daripada mengikuti langkah istrinya yang tidak mengenal lelah sekarang.

Brukkkk.. "Aw.."

Tuan Arjun berlari ketika mendengar jeritan dari istri kecilnya itu. Dia melihat Dinda yang tengah terduduk di lantai.

"Sayang kamu tidak apa-apa kan? Kamu terjatuh? Makanya hati-hati sayang." tuan Arjun kemudian memeriksa setiap inci anggota badan Dinda. Takut kalau ada bagian tubuh yang lecet dan terluka.

"Kakiku sedikit terkilir sayang." Dinda mengaduh.

"Mana coba sini ku lihat sayang."

Tuan Arjun segera mengurut pelan titik yang di tunjuk oleh Dinda. Berharap pijitannya itu sedikit meredakan nyeri di kakinya.

"Arjun!!" panggil seorang wanita yang jatuh karena bertabrakan dengan Dinda.

"Arjun, ini benar kamu?"

Kemudian tuan Arjun menatap wanita itu sembari mencoba mengingat kembali tentangnya.

"Kamu ini.." kata tuan Arjun sambil berpikir.

"Aku Laras, masa lupa sih."

"Oh iya aku ingat. Kamu Laras teman kuliahku dulu kan?"

Laras tersenyum tipis sembari mengalihkan pandangannya pada Dinda "Dia?"

"Dia adalah istriku, namanya Dinda." tuan Arjun memperkenalkan Dinda dengan antusias.

"Istrimu?" Laras sedikit tidak percaya.

"Ya, dia memang terlalu muda untuk menjadi istriku."

"Oh bukan itu maksudku. Dia cantik." kata Laras gugup.

"Kamu tidak perlu mengelak. Aku memang terlalu tua untuk menjadi suaminya. Itu kan yang kamu pikirkan sekarang?"

Laras menggaruk tengkuknya yang bahkan terasa tidak terasa gatal sedikitpun itu.

"Kamu tidak banyak berubah ya?"

"Tentu saja aku tetap Arjun yang sembilan tahun lalu kau kenal."

"Bisakah aku meminta waktumu sebentar? Ada yang ingin aku bicarakan denganmu." Laras memohon.

"Kalau begitu bicaralah."

Laras sedikit sungkan, melirik ke arah Dinda yang tengah menunggu kata-kata yang akan keluar dari mulutnya.

"Kalau begitu aku akan melihat-lihat. Kalian bicara saja berdua."

Tuan Arjun Saputra memberi kode jika itu tidak berlangsung lama. Mengikuti langkah Laras ke tempat yang lumayan sepi yang berada di sudut ruangan.

"Aku turut senang atas kebahagiaanmu Arjun. Kamu masih sama seperti dulu. Sedikit angkuh dan tidak berperasaan. Yang mengejutkan ku justru dari caramu memberinya perhatian. Itu sangat manis sekali."

"Sebenarnya apa yang ingin kamu katakan. Aku tidak punya banyak waktu."

"Bukankah sebagai teman lama ini wajar. Kalau aku menanyakan kabarmu terlebih dahulu."

"Laras katakan saja langsung apa yang kamu pikirkan itu." tuan Arjun Saputra menjadi tidak sabar.

Laras membisikan sesuatu pada tuan Arjun. Nampak beberapa saat kemudian kedua matanya membola tanda terkejut.

ตอนถัดไป