webnovel

“Tipu Daya Dunia Maya”

🌹 Yuna Pov~

Sudah waktunya jam makan siang, setelah beberapa hari terakhir kami di sibukkan dengan pekerjaan masing-masing, baru kali ini rekan kerjaku kumpul semua di ruangan, kami pun pergi untuk makan bersama. Ketika bersama, terasa sekali sikap kekeluargaannya, kami saling berbagi dan mencoba makanan satu sama lain tanpa saling canggung.

Selesai makan, kami sama-sama menuju kembali ke ruang kerja. Ku lihat ada wanita sedang berdiri membawa parsel buah di depan gedung tempat kami bekerja. Aku menghampirinya karena memang kenal dengan wanita itu, ia adalah ibu dari Wendy.

Sebelumnya memang kami tidak mengobrol banyak mengenai apa yang terjadi pada Wendy karena pada waktu itu terhalang oleh kondisi dimana untuk saling mengobrol. Aku menyuruh teman-teman untuk pergi lebih dahulu dan membawa ibu Wendy ke tempat lain.

Ibu Wendy memberikan parsel buah itu padaku, dan dengan senang hati aku menerimanya. Kami mulai membicarakan intim mengenai perihal anaknya, tiba-tiba ia meneteskan air mata. Ia merasa bersalah pada anaknya karena tidak pernah memberikan perhatian lebih, apalagi setelah mengetahui bahwa Wendy memiliki segudang prestasi yang sebelumnya tak ia ketahui. "saya tidak pernah memberikan kasih sayang setelah apa yang sudah ia berikan untuk ibunya" ucap ibu Wendy dengan meneteskan air mata. "saya ingin meminta maaf kepada keluarga korban, bisakah kamu mengantar saya besok ke rumah korban??" tanyanya, "tentu saja" imbuhku.

Di kursi ini aku mengingat tentang suatu hal, aku mengingat bahwa aku pernah menunggu seseorang yang begitu berarti di kehidupanku. Dia berjalan menuju tempatku duduk dengan membawa buket bunga yang begitu cantik dipandang. Betapa indahnya kala itu sebelum ia berani mengkhianatiku. Cinta yang sudah lama ku bangun, sejenak dia hancurkan begitu saja. Jika mengingat kejadian lalu, begitu membuat hati teriris-iris.

Yang ku sebut 'dia' tadi adalah Faza'. karena teringat masa lalu, saat ini aku melihat dia sedang berdiri tak jauh dari tempat ku duduk. Berbeda dengan sebelumnya, kali ini ia hadir tanpa membawakan buket bunga. "bahkan ia hadir dalam halusinasi" gumamku.

Bukan sebuah halusinasi, ternyata memang benar ia sedang memandangiku dari jauh. Ia datang padaku dan duduk di sampingku. aku tak ingin memulai kalimat apapun, karena dengan melihatnya saja sudah membuatku ingin marah.

"kamu sedang apa di sini?" tanya dia

Mulut ini seakan tergembok untuk menjawab pertanyaan darinya

"kamu ingat? Dulu kamu nunggu aku di sini. Aku datang dengan membawa buket bunga" imbuhnya

"kamu ingat? Dulu kamu yang selalu ingin aku datang kapanpun"

"dulu,,,," lanjut Faza' yang berhasil aku potong perkataannya

"berhenti! Setelah perpisahan itu aku melupakanmu dengan perlahan, lalu,, lalu menata kembali ingatan, sebab kenangan bersamamu akan menghalangi perjalanan" ucapku yang tak berani melihat wajahnya

"sebab itulah kamu enggan bertemu denganku?" tanya Faza' "kamu egois, kamu berbicara seakan aku yang paling salah dalam hubungan kita" tutup dia

Di mata ku ia seakan tidak pernah benar semenjak kami putus, dan di matanya mungkin aku lah yang salah karena tak pernah memberi alasan apapun dalam memutuskan ikatan itu.

Sesuai janji yang sudah aku sepakati dengan ibu Wendy, kami bertemu untuk sama-sama pergi ke rumah Anissa. Ia membawa parsel buah karena memang ia berjualan buah di pasar, selain itu juga ia membawa Wendy. Kami sama-sama pergi ke rumah Anissa, ketika tiba di gerbang rumah Anissa, nampak ibu Anissa sedang menyirami tanaman di halaman rumahnya. Saat itu kami belum memencet bel, namun seorang laki-laki tua datang menghampiri ibu Anissa, mungkin beliau adalah ayah Anissa. Kami mendengar sebuah percakapan.

"bagaimana bisa nilainya turun kembali??" tanya marah Ayah Anissa dengan membawa selembar kertas

"kamu gak lihat dia sakit, gimana bisa kamu hanya memikirkan nilai, nilai dan nilai?? Apakah hidup ini hanya sekedar angka di mata kamu??" tanya balik ibu Anissa dengan melemparkan selang air.

Kami hanya bisa melihat tanpa melakukan apapun.

"anak kita sedang sakit, yang dia butuhkan sekarang adalah istirahat bukan nilai" lanjut ibu Anissa

Ayah nya kemudian pergi dari rumah menggunakan mobilnya. Begitu beliau pergi, aku menekan bel. Ibu Anissa segera mempersilakan kami masuk ke dalam rumahnya. Kami semua duduk di ruang tamu, ibu Wendy memberikan Parsel yang sudah ia bawa sejak tadi.

"kalian lihat semua??" tanya ibu Anissa

"iya!!" jawabku.

Tiba-tiba ibu Anissa menangis, air matanya tak terbendung. Ia sudah tak tahan melihat anaknya terus-terusan dipaksa belajar tak kenal waktu oleh ayahnya. Ia merasa hatinya hancur berkeping-keping setelah melihat anaknya yang sakit, terlebih berurusan dengan Wendy yang menyangkut hukum. Paham bagaimana perasaan ibu Anissa, maka ibu Wendy pun memeluknya dengan begitu erat. Suasananya menjadi haru.

"aku sudah gagal menjadi seorang ibu" ujar ibu Anissa dipelukan ibunya Wendy

"enggak, kamu sudah menjadi ibu yang terbaik untuk Anissa. Dia bangga memiliki ibu seperti kamu" bela ibu Wendy "beda denganku, aku selalu sibuk di pasar tanpa tahu apa-apa mengenai anakku" yang dilanjut "bahkan aku baru tahu apa yang dilakukan anakku akibat kurangnya perhatian dari seorang ibu. Aku merasa bahwa aku bukan ibu yang sempurna baginya. Aku datang ke sini, untuk meminta maaf pada kamu dan juga Anissa, agar setidaknya aku bisa menebus apa yang tak bisa aku lakukan selama ini"

Anissa yang mengetahui kehadiran kami hanya berdiri di depan pintu kamarnya tanpa menghampiri.

Anissa begitu tersiksa akibat keharusannya mendapat suatu prestasi dengan terus belajar dan belajar tanpa memedulikan waktu sesuai apa yang diinginkan sang ayah. Anissa begitu tertekan dengan permintaan ayahnya, sehingga membuatnya begitu kesulitan bahkan sampai jatuh sakit.

Di lihat dari feed insta nya yang begitu bahagia ternyata tidak mengartikan benar-benar bahagia seperti apa yang diperlihatkan. Belum tentu semua yang terlihat indah serta manis di luarnya, seperti itu juga di dalamnya. Memang, segala sesuatu selalu terlihat lebih indah dari kejauhan. Maka bersyukurlah, sebab kau tak tahu duri macam apa yang tersembunyi dari keindahan itu. Andai saja kita dapat mengetahuinya, pasti kita akan banyak bersyukur kepada Allah yang telah menjadikan diri kita seperti ini tanpa melirik dan mengharapkan kehidupan orang lain yang kita idam-idamkan.

Sama seperti yang lainnya, aku memperlihatkan keindahan serta kebahagiaan pada setiap foto yang aku unggah padahal nyatanya itu hanya menipu diri sendiri. Dunia yang ingin ku ciptakan namun pada kenyataannya sekadar sebuah ekspresi yang di buat-buat seolah bahagia di depan orang banyak.

Dewi fortuna hari ini menyambangi meja ku, ia mengabarkan kalau ibu Anissa mencabut tuntutan terhadap Wendy yang artinya aku tak perlu berdebat dengan Faza' di meja hijau. Niat baik Wendy diterima dengan lapang oleh Anissa, apalagi Wendy begitu menyesali perbuatan tidak terpuji yang sudah ia lakukan terhadap teman sekelasnya itu.

Next chapter