Semua orang menoleh ke arah Randy.
"Kak Randy..." kata Ditya kaget.
"Kalian sedang membicarakan apa? Kelihatannya serius." tanya Randy.
"Nggak, kok, kak." elak Putra.
"Ngomong-ngomong selamat ya, penampilan kalian sangat bagus tadi." ucap Randy tulus.
Ditya tersenyum, "Terimakasih, Kak."
"Kamu mau cemilan sebelum tidur, nggak?" tanya Randy.
"Ehm.. Kak, tapi kami berencana mau makan-makan bareng?" kata Putra berusaha mencegah Randy dan Ditya pergi.
"Emang?" tanya Rama bingung.
Putra melotot ke arah Rama agar dia diam. Ade mengerti maksud Putra, dia langsung menjawab, "Iya, kita kan mau merayakan penampilan Ditya yang luar biasa."
"Oh, ya? Yah, sayang banget ya." kata Randy kecewa.
"Aku ikut kakak aja. Boleh, kan?" Ditya berinisiatif. Dia sudah begitu kesal dengan Putra dan kawan-kawan. Jadi dia tidak mau bergabung dengan mereka saat ini, bahkan kalau bisa untuk selamanya.
"Benarkah?" tanya Randy senang.
Ditya mengangguk.
"Bagaimana Put, Nggak masalah kan, kalau Ditya nggak ikut kalian?"
Putra terdiam. Sebenarnya dia tidak ingin melihat Ditya pergi dengan Randy. Namun setelah berpikir panjang, pada akhirnya dia mengangguk lemah tanda setuju, "Iya, kak."
"Ayo, Kak. Aku lapar." kata Ditya dengan manja sambil menarik tangan Randy setelah mendapat persetujuan dari Putra. Randy pun dengan senang hati mengikuti langkah Ditya ke arah warung.
"Oh my God..." kata Rama mengusap wajahnya.
"Jadi mereka beneran pacaran?" tanya Gina penasaran.
"Sepertinya sih begitu." jawab Ade.
"Kalian tau, nggak?" kata Rama. "Tadi siang Kak Randy kan, mampir di Pos 2. Kalian tahu apa yang terjadi?
Semuanya menggelengkan kepala.
"Dia mencari Ditya. Dan begitu dia mendengar Ditya sakit dan hampir pingsan kemarin, dia langsung panik dan berlari mencari Ditya."
"Yang benar?" tanya Putra.
"Serius."
"Tadi Kak Randy memang datang ke barak mencari Ditya." sambung Vina begitu dia menghampiri mereka. "Lalu aku penasaran juga dan bertanya bagaimana dia bisa mengenal Ditya. Dan dia bilang Ditya itu adiknya." jelas Vina.
"Adik? Adik kandung?" tanya Putra.
"Tapi mereka nggak mirip." kata Ade.
"Apa mungkin mereka saudara sepupu?" kata Rama.
"Atau mungkin mereka nggak memiliki hubungan darah sama sekali." pikir Putra, sambil melihat ke arah Ditya dan Randy pergi tadi. 'Kamu terlihat begitu senang dan selalu tersenyum dihadapan Desta dan Randy. Tapi kamu selalu marah dihadapan ku. Apakah kamu begitu benci denganku?' batin Putra.
--------------------------------------------------
"Ditya, kamu tahu sesuatu?" tanya Randy sambil menyuap serabi hangat.
"Tahu apa kak?"
"Aku cukup terkejut saat melihat kamu berada di tengah lapangan dan bernyanyi disana." kata Randy sambil mengingat moment itu. "Dari dulu kamu nggak pernah mau tampil di depan umum, apalagi untuk bernyanyi."
"Awalnya pun aku nggak mau tampil kak." jelas Ditya dengan nada sedih.
"Lalu apa yang membuat kamu akhirnya tampil?"
"Karena aku nggak punya pilihan lain."
"Apa itu alasannya tadi kamu ribut dengan Putra?" tanya Randy penasaran.
"Apakah kakak mendengar percakapan kami?" tanya Ditya terkejut. Dia berpikir Randy tidak menyadari pertengkarannya dengan Putra.
"Aku nggak mendengar apa yang kalian bicarakan. Tapi aku bisa lihat dari ekspresi kalian kalau kalian sedang meributkan sesuatu."
Ditya hanya tersenyum. Dia terlalu kesal mengingat apa yang sudah terjadi.
"Apa Putra adalah laki-laki yang pernah kamu bicarakan beberapa waktu lalu?" tanya Randy.
"Yang mana, Kak?" tanya Ditya, dia lupa apakah dia pernah menceritakan masalah Putra atau tidak kepada Randy.
"Laki-laki yang selalu membuat kamu kesal. Apakah itu dia?"
Ditya mengangguk.
"Aku jadi iri sama Putra." kata Randy.
"Kenapa?"
"Karena dia bisa bertengkar sama kamu." Randy tertawa. "Selama ini kita jarang sekali bertengkar. Bahkan hampir tidak ada hal yang bisa kita ributkan. Padahal ekspresi kamu sangat menggemaskan ketika sedang marah."
"Hahahaha . . ." Ditya tertawa mendengar alasan Randy. Mana mungkin ada orang marah yang menggemaskan, pikirnya. "Itu karena Kak Randy itu orang yang menyenangkan jadi aku nggak punya alasan untuk bertengkar dengan kakak. Sementara Kak Putra adalah orang yang sungguh sangat amat menyebalkan sekali." kata Ditya sambil menusuk-nusuk serabinya dengan garpu ketika mengatakan lima kata terakhir.
"Tapi, Dit. . . Jangan membenci dia berlebihan. Nanti lama-kelamaan kamu akan jatuh cinta sama dia." kata Randy serius. "Aku belum siap kehilangan kamu . . ."
"Maksudnya?" Ditya bingung melihat raut wajah Randy yang begitu serius.
Randy langsung salah tingkah karena ulahnya sendiri, "Ehm . . . Maksud aku, kalau kamu jatuh cinta dan punya pacar, kamu akan lebih banyak menghabiskan waktu dengan pacar kamu dibanding aku. Jadi aku akan merasa kesepian."
"Makanya kakak jangan kelamaan sendiri!" ledek Ditya sambil menjulurkan lidahnya.
"Oh, jadi sekarang kamu udah berani meledek aku ya??" tanya Randy gemas sambil menepuk-nepuk kepala Ditya dengan garpunya.
Setelah Ditya dan Randy menghabiskan serabi mereka, Randy mengantarkan Ditya kembali ke baraknya. Ditya melihat beberapa temannya sudah tertidur dan dia juga memutuskan untuk tidur juga karena sudah larut malam dan besok mereka harus bersiap-siap untuk kembali pulang.