webnovel

Serangan Awal di Menara NexusNet

Markas pemberontak penuh dengan aktivitas, seperti sarang lebah yang tidak pernah beristirahat. Para pemberontak memeriksa senjata mereka, menyiapkan peralatan, dan dengan penuh ketelitian mempersiapkan misi malam ini. Namun, di tengah hiruk-pikuk ini, Raven berdiri diam, mencoba memahami dunia yang sangat asing baginya. Medan perang yang dia kenal adalah tentang peluru dan darah, musuh yang nyata yang bisa dia lihat, sentuh, dan bunuh. Tapi di sini, musuhnya tersembunyi di balik lapisan teknologi yang tidak bisa dia pahami sepenuhnya.

Langit di atas mereka memancarkan cahaya biru suram dari menara NexusNet yang menjulang di kejauhan, seperti penjaga yang tak pernah tidur, mengawasi setiap gerakan. Setiap kilatan cahaya dari menara itu memberi Raven perasaan terasing yang semakin dalam. Dia bukan hanya prajurit yang terlempar ke masa depan, tetapi juga seorang asing di medan perang yang tidak dia kenal.

"Dulu, medan perang adalah sesuatu yang bisa disentuh—teman dan musuh yang bernafas, darah, dan peluru. Sekarang, bahkan langit dan tanah tampaknya menjadi musuhnya," pikir Raven, mencoba memahami perubahan besar ini.

Zephyr mendekati Raven, matanya tajam dengan keteguhan yang biasa dia tunjukkan sebagai pemimpin. "Kita bergerak dalam satu jam," katanya, suaranya tenang namun tegas. "Kau akan bergabung dengan Tim Beta. Kita akan menyerang dari sisi barat menara. Ini menara kecil, tapi penting. Kita harus menghancurkannya sebelum NexusNet sempat bereaksi."

Raven mengangguk, memeriksa senjatanya dengan cekatan. "Berapa ketat penjagaannya?" dia bertanya, meski tahu jawabannya mungkin tidak akan meyakinkannya.

"Penjagaannya tidak sekuat menara utama, tapi cukup untuk membuat kita kesulitan kalau kita tidak bergerak cepat," jawab Zephyr sambil menatap peta digital di depannya. "Begitu kita menyerang, kita hanya punya waktu sekitar sepuluh menit sebelum NexusNet mulai mengirim drone dan pasukan augmentasi. Jadi, semuanya harus sesuai rencana."

Raven menatap menara di kejauhan, merasakan sesuatu yang ganjil di dalam dirinya. "Dan jika mereka mengetahui kita sebelum itu?"

Zephyr tersenyum tipis, meski tatapan matanya tetap waspada. "Maka kita berlari."

Saat malam semakin mendalam, tim pemberontak bergerak dalam keheningan. Kota yang mereka tuju tampak seperti reruntuhan yang ditelan oleh waktu. Bangunan-bangunan roboh dan jalanan yang dipenuhi puing-puing teknologi memberi kesan dunia yang hilang. Bagi Raven, ini bukan medan perang yang dia kenal. Setiap reruntuhan yang mereka lewati tampak seperti monumen bisu dari kehidupan yang telah lama mati.

"Setiap reruntuhan di sekitar mereka adalah monumen bisu dari peradaban yang hilang, tak ada lagi tanda-tanda kehidupan kecuali mesin-mesin yang terus beroperasi, memenuhi langit dengan cahaya biru yang tak pernah padam," pikir Raven, mencoba mencerna apa yang dia lihat.

Mereka bergerak melalui jalan-jalan yang gelap, selalu berhati-hati menghindari drone-drone patroli yang melayang tanpa suara di langit. Perlengkapan anti-pantauan dari Cipher memberi mereka sedikit perlindungan dari sensor NexusNet, tetapi Raven tahu, satu kesalahan kecil saja bisa membahayakan semuanya.

Salah satu pemberontak di belakangnya, seorang pemuda dengan wajah penuh kecurigaan, melirik Raven dengan skeptis. "Kau yakin bisa mengikutinya?" tanyanya, suaranya rendah namun penuh keraguan.

Raven tidak menjawab, tetapi tatapan matanya yang tajam sudah cukup menjelaskan. Dia tahu, sebagai orang baru, kepercayaan itu tidak datang begitu saja. Tapi baginya, dia tidak perlu membuktikan apa-apa pada mereka—hanya pada dirinya sendiri.

Setelah perjalanan yang terasa seperti berjam-jam, mereka tiba di dekat menara. Cahaya biru dari menara itu lebih terang di sini, hampir menyilaukan di kegelapan malam. Menara itu tampak hidup, dengan drone-drone penjaga yang melayang di sekitarnya, seolah-olah mengawasi segala gerakan di sekitarnya. Di bawah menara, kabel-kabel tebal yang menjalar ke tanah seperti akar pohon raksasa yang menopang seluruh sistem NexusNet di wilayah itu.

"Kita masuk melalui jalur teknis di sisi barat," bisik Zephyr, matanya terus mengawasi sekeliling. "Cipher telah memberi kita alat untuk menonaktifkan sistem keamanan menara, tapi kita harus bergerak cepat. NexusNet akan merespons secepat mungkin begitu mereka mendeteksi kita."

Raven mengangguk, bersiap dengan senjatanya, tetapi pikirannya masih dipenuhi pertanyaan. Dunia ini begitu asing baginya. Dia terbiasa menghadapi musuh yang bisa dia lawan secara langsung, tapi sekarang, dia berhadapan dengan sesuatu yang lebih abstrak, lebih kompleks.

"Setiap detik terasa seperti bom waktu yang menghitung mundur. Di dunia ini, tidak ada ruang untuk kesalahan. Hanya butuh satu sensor yang mendeteksi mereka, dan NexusNet akan melepaskan kekuatan yang tidak bisa mereka hadapi," pikir Raven, merasakan ketegangan yang menggantung di udara.

Zephyr memberi isyarat, dan mereka mulai bergerak menuju menara. Mereka menyelinap di antara reruntuhan, bergerak cepat dan tenang, selalu menghindari pandangan drone. Raven memimpin sebagian tim, memastikan jalur mereka aman. Tapi setiap kali dia melangkah, dia bisa merasakan bahwa mereka selalu diawasi—bukan oleh mata manusia, tapi oleh sistem yang jauh lebih cerdas dan lebih kejam.

Setelah beberapa menit yang terasa seperti selamanya, mereka mencapai pintu besi yang tersembunyi di bawah menara. Cipher langsung bekerja, memasang alat pembobol yang akan menonaktifkan sistem keamanan menara. Waktu terasa bergerak lebih lambat saat mereka menunggu, dengan suara drone yang mulai terdengar lebih dekat.

"Berapa lama lagi?" Raven bertanya, matanya terus mengawasi langit.

"Beberapa menit," jawab Cipher tanpa mengalihkan pandangannya dari layar kecil yang dia pegang.

Raven tahu mereka tidak punya banyak waktu. Tim pemberontak lain di sisi lain menara sudah memulai serangan pengalihan, yang berarti NexusNet akan segera mengetahui keberadaan mereka.

Suara pintu besi yang berderit memecah keheningan. Pintu terbuka, dan Zephyr segera memberi isyarat pada tim untuk masuk. Mereka tahu, begitu mereka masuk ke dalam menara, waktu mereka akan semakin terbatas.

Di dalam menara, cahaya biru yang memancar dari dinding-dinding logam menciptakan suasana yang dingin dan tidak nyata. Ini bukan hanya struktur fisik; menara ini terasa hidup, penuh dengan kekuatan yang mereka tahu tidak bisa mereka lawan dalam pertarungan fisik.

Zephyr memimpin tim ke koridor sempit yang menuju ke inti menara. "Kita harus menghancurkan inti ini sebelum NexusNet sempat mengirimkan bala bantuan," katanya. "Raven, jaga area ini bersama tim lain. Kita tidak bisa membiarkan mereka datang sebelum kita selesai."

Raven mengangguk, bersiap dengan senjatanya. Tapi di dalam dirinya, dia tahu bahwa ini hanyalah permulaan. Pertempuran yang sebenarnya belum dimulai.

Like it ? Add to library!

brothercreators' thoughts
ตอนถัดไป