webnovel

Looking Different

Sesampainya di sekolah....

"Akhirnya tepat waktu. Yokatta~." ucap gadis rambut putih itu lega.

"Iya, aku nggak nyangka lho. Bisa berangkat sekolah sama Mu-chan. 😊" balas Yuri tersenyum simpul dan kaget terperangah melihat sesuatu di belakang temannya.

"Yuri-chan, ada apa?" tanya gadis itu menoleh ke belakangnya dan tertegun.

"Yo, ketemu lagi sama bidadari cantik muka kusut kain pel." goda pemuda rambut pirang itu melempar senyum manis kepadanya.

"Ngapain kamu disini?!" bentak gadis itu kesal.j

"Tentu saja untuk sekolah." jawabnya enteng.

Sialan, kenapa ketemu sama dia lagi sih?! Bikin kesal saja.

Yah, moga aja gak sekelas.

Gadis itu hanya ber-oh acuh tak acuh, lalu menarik temannya meninggalkan pemuda itu.

Tak lama kemudian, mereka sampai di kelas.

"Daijobou. Cowok itu udah jauh dari kita." kata Yuri menghentikan langkahnya yang terburu-buru.

"Baguslah. Aku gak mau lagi ketemu sama cowok itu." desahnya menghela napas malas.

"Kenapa? Apa kamu benci dia?" tanya Yuri mengernyitkan dahi heran.

"Karena kebiasaan menggoda cewek. Benci sih nggak, tapi bukan berarti aku bakalan suka sama dia. Intinya, im close my heart for boy's. Fix, udah jelas jangan dibahas." jelasnya dengan menyilangkan kedua tangan ketika menyebut semboyannya.

"Dasar aneh, kamu pengen jadi perawan tua ya." ejek seorang gadis di depannya.

"Nggak, bukan berarti juga aku bakal gitu. Cuman, waktunya aja yang belum tepat." cetusnya malas.

"Eh, Yuri. Siapa sih cowok yang dia hindari itu?" tanya gadis yang duduk di depan Yuri.

"Aku nggak tahu, soalnya dia sama sekali nggak cerita." jawabnya gugup.

"Jangan-jangan, dia naksir sama kamu." sahut siswi yang duduk di belakang gadis itu.

"Semoga berlawanan dengan apa yang kalian pikirkan." gerutunya sambil menggembungkan pipinya.

DING DONG DING DONG

Bel berbunyi menandakan kelas sudah hampir dimulai, seluruh siswa masuk ke kelas masing-masing.

Di kelas F 1-2...

Semua murid duduk di bangku masing-masing. Ketika seorang pria berkacamata membuka pintu, lalu saat masuk diikuti oleh seseorang dari belakangnya.

Tinggi, berambut pirang, mata biru, tampan, dan manis. -- Yah, siapa lagi kalau bukan dia. Pemuda yang rumahnya bersebelahan dengan gadis itu, semua murid di kelas terpesona, terkecuali gadis tersebut.

Yuri temannya, ikut terpesona karena ketampanan pemuda tersebut.

"Yuri-chan, kenapa kau juga jadi aneh karena cowok nyebelin itu?" katanya lemas.

"Ternyata dia tampan juga ya? Hei, lihatlah dia~, bukan hanya tampan dia juga sangat manis. Tak kusangka, kelas kita beruntung banyak cowok gantengnya." balas Yuri tanpa menoleh ke arahnya dengan berseri-seri, berkilauan bintang.

"Ya." jawabnya singkat.

"Wah, ganteng dan manis."

"Iya ya, kelas kita sangat beruntung."

"Benar."

POK POK POK

"Semuanya, harap tenang. Hari ini, kita kedatangan teman baru. Silahkan perkenalkan dirimu." kata pria yang merupakan wali kelas di kelas tersebut.

"Namaku Saki Raiju. Salam kenal dan mohon kerja samanya." tuturnya tegas, tapi terdengar lembut.

"Pak, bagaimana kalau kita mengadakan sesi pertanyaan untuk mengenal Si Petir ini?" tanya salah satu seorang siswi.

Si Petir? Nama cowok itu, kalau dalam bahasa Jepang. Memang betul artinya Petir atau Halilintar. --- pikir gadis itu.

"Boleh juga tuh. Aku setuju." jawab salah satu siswa menyahutinya dan saling terhubung.

"Mu-chan, ayo ikutan. Kayaknya seru." bujuk Yuri dengan semangat.

"Nggak ah, males." desahnya kesal.

Seluruh murid di kelas tiba-tiba langsung menoleh, menatap gadis itu dengan kelam, dia tertegun mematung.

Ini, gara-gara cowok itu. Aku harus ikutan sesi pertanyaan yang lebay. Apa daya aku yang seorang diri? --- pikirnya kasihan pada dirinya sendiri.

"B-baiklah, a-aku ikut." ucapnya gagap.

"Hore~." sorak satu kelas bersamaan.

"Tunggu dulu." tegur Saki membuat suasana kelas, seketika menjadi hening.

"Ada apa, Saki?" tanya wali kelas heran.

Semua murid memperhatikannya.

Mata birunya melirik ke kanan, bangku paling pojok. Gadis itu menyadarinya dan mengalihkan pandangannya ke luar jendela.

"Kamu." ucapnya melayangkan jari telunjuknya ke gadis berambut putih, bergelombang setengah lengan itu.

"Heh, siapa yang dia tunjuk?"

"Siapa?"

Tanya para murid saling berbisik.

"Kenapa Saki menunjuknya?"

"Mungkin dia pernah membuat masalah dengan anak pindahan ini."

"Kenapa dia menunjuknya?"

Bisik-bisik para murid menaruh curiga dan berkata seolah-olah tahu apa yang sudah dia perbuat.

Lagi-lagi, mereka seperti itu. Apa karena aku berbeda dan seorang penyendiri yang aneh? Kenapa? Kenapa?!

Hanya karena anak pindahan baru, kenapa?! --- batinnya kesal dan marah, dia mengepalkan tangan kirinya yang disembunyikan di balik bangku. Lalu dia menoleh, menatap tajam si rambut pirang dengan iris lavender yang menyipit.

"Aku belum tahu namamu. Siapa namamu?" tanyanya lembut sambil tersenyum.

"Eh?" balasnya termangu.

"Murasaki, dia bertanya padamu. Kenapa kau diam saja?" cetus siswi di samping gadis rambut putih yang dipanggil Murasaki.

"Kahime Murasaki, salam kenal." ucapnya dengan lantang dan penuh percaya diri.

"Salam kenal, tetang-....." perkataannya terpotong saat sebuah pulpen melayang ke arahnya dan Saki langsung menangkapnya.

"Heh, ada apa? Tadi, dia bilang apa?" tanya para murid kembali saling berbisik heran.

"Maaf, pak. Sebaiknya sesi pertanyaan dilakukan ketika waktu istirahat, karena ini telah memasuki jam pelajaran." ujar Saki memasukkan pulpen yang dia tangkap ke dalam saku seragamnya.

"Betul juga, baiklah sekarang kita mulai pelajarannya." balas wali kelas kagum dengan sikapnya.

"Baiklah, aku bisa duduk." sahutnya.

"Oh, kau bisa duduk di sebelah-..." ucapan sang wali kelas terpotong.

"Aku akan memilih. Aku duduk di sebelah Kahime Murasaki." balasnya santai tanpa memperhatikan, kalau bangku yang dia pilih sudah ditempati orang lain.

"Apa?!" teriak Kahime kesal memukul meja.

"Kahime, duduk di bangkumu dengan baik. Ingat, perilakumu itu bisa diketahui oleh ayahmu." tegur wali kelas.

"Baik. Maafkan perilaku saya." ucapnya sendu, meskipun begitu dalam hati sebenarnya sangat kesal.

Sialan, aku harus satu kelas dengan cowok ini. Bangku juga bersebelahan, apalagi rumah.

Huh~, nasibku sulit diprediksi. Aku hanya bisa pasrah.

"Pak, saya akan duduk di belakang Kahime saja." kata Saki yang tidak ingin merampas tempat orang lain.

"Baiklah, silahkan duduk di bangkumu." tutur wali kelas.

Apa?! B-be-belakangku? Sialan~!!

Kenapa sih, cowok yang namanya Saki ini selalu bikin sebal. Kemarin malam aja nyebelin banget sih, dia lebih mirip cowok playboy.--- pikir Kahime meliriknya dingin.

"Mu-chan, kamu kayaknya bakal jadi pusat perhatian lagi deh." bisik Yuri.

"Itu sudah biasa. Aku masih bisa mengatasinya." sahutnya dingin.

"Kalian ngomongin apa sih? Bidadari muka kusut." tanya Saki berbisik, dan sedikit jahil dengan menggodanya.

"Itu bukan urusanmu, penggoda brengsek." jawab Kahime menendang bangkunya, sehingga membentur kakinya dengan keras.

"Aduh!" rintihnya keras.

"Ada apa, Saki?" tanya wali kelas mendengar keributan di bangku paling pojok belakang.

"Ah, tidak ada. Aku sepertinya sudah menginjak kakiku sendiri." jawabnya gugup.

Kahime terkekeh pelan dan meliriknya dengan tersenyum.

Dasar, cewek ini seneng banget ya, ngerjain orang. Tapi, setidaknya aku bisa melihatmu terus tersenyun seperti itu. ----- pikir Saki menggantungkan senyum tipis di wajahnya.

***********

"Baiklah, mari kita mulai sesi pertanyaan untuk Saki." tegas ketua kelas, siswi berkacamata, berambut hitam panjang lurus, bermata kuning.

"Sebenarnya untuk apa sesi pertanyaan yang ditujukan padaku ini?" tanya Saki berdiri, bangkit dari bangkunya berjalan perlahan ke pintu. Lalu berhenti di depan kelas.

"Bukankah kami sudah bilang untuk mengenalmu, supaya kita semua bisa akrab. Kalau kamu tidak suka, kami akan membatalkannya." jawab salah satu siswa.

"Sebenarnya aku nggak terlalu suka, karena membuang waktu dan terlalu berlebihan. Hanya itu saja." tuturnya. Kemudian, dia kembali berjalan sampai ke pintu.

"Maaf ya, sudah mengecewakan kalian." sambungnya menghilang dari ambang pintu, keluar dari kelas.

"Dia lebih baik, daripada anak itu. Tapi, kita tidak bisa melepasnya begitu saja 'kan? Kemampuan dan bakat anak itu, masih diperlukan." jelas salah satu siswi.

"Benar." sahut mereka membenarkannya.

Di taman sekolah.....

"Hei, bukankah tadi itu berlebihan? Sampai ada acara sesi pertanyaan yang diajukan padanya. Sama seperti saat aku kemari." gerutu gadis berambut putih yang duduk bersandar di dahan pohon, sambil menikmati roti melon di tangan kanannya.

"Iya, betul juga. Tapi, saat itu kamu sama sekali tidak menolak. Dan jawabanmu berhasil membuat mereka bosan. Aku sendiri sampai bingung menanggapinya." balas gadis rambut coklat kacang lurus poni rata, bermata jingga kekuningan yang duduk dibawahnya.

"Hmmm, iya. Aku menjawabnya dengan kenyataan bukan fakta yang diputar balikkan menjadi suatu kebohongan." sahutnya membuat kalimat bersajak.

"Idih, sampe berpuisi segala. Kamu puitis ya?" ejek gadis mata jingga itu cengengesan.

"Nggak, aku cuman suka aja bikin kata-kata." sahutnya jengkel.

"Boleh gabung gak?" tanya seseorang menghampiri mereka.

"Siapa?" tanya balik gadis rambut putih tersebut.

"Teman sekelasmu." jawabnya halus.

"Gabung aja, lagipula kami bukan preman atau pemalak. Aku tidak suka menindas orang lain." tuturnya berusaha membuat nyaman orang yang bergabung dengan mereka.

"Wah, kamu keren juga kalau dilihat dari bawah sini. Kahime." kata orang itu halus.

Next chapter