webnovel

Chapter 4 Bidadari Malaikat

"OOOH! Pahlawan Perisai!"

Kami sudah meninggalkan gereja saat aku mendengar teriakan yang gak bisa kuabaikan.

Aku berbalik dan melihat seorang anak laki-laki berusia 14 atau 15 tahun, berpakaian seperti seorang prajurit, berlari kearah kami. Dia terengah-engah.

Kami berada di Kastil Kota, jadi saat aku melihat prajurit berlari kearahku, aku siap-siap akan berita buruk.

Aku nggak berpikir. Aku berbalik dan mulai berlari. Raphtalia berada tepat dibelakangku. Ada sangat banyak cara untuk ini menjadi buruk.

Raja yang memfitnahku, orang yang secara sembunyi-sembunyi dipanggil "Sampah", adalah orang yang licik. Siapa yang tau fitnah apa lagi yang akan diarahkan padaku kali ini?

"Tunggu!"

Ya benar. Siapa jug yang mau nunggu? Aku tau bahwa nggak ada hal yang bagus yang menantikan aku. Cuma orang bodoh yang mau menunggu seorang prajurit yang berteriak pada mereka untuk menunggu.

Jadi aku berlari. Tapi kemudian aku sadar Filo nggak bersama kami. Aku nggak boleh membiarkan kami tertangkap, tapi aku juga nggak bisa kabur dari kota menggunakan kereta kami kalau nggak ada Filo bersama kami.

"Tunggu!"

"Dasar bocah sialan! Raphtalia, kamu carilah Filo dan bawa dia kesini. Kita harus menyelesaikan belanja kita dan keluar dari kota."

"Roger!"

Aku dan Raphtalia berpencar dan kabur dari prajurit itu.

Prajurit itu mengikuti aku.

"Sialan, aku nggak boleh kalah dari dia."

Prajurit itu sangat gigih. Aku berlari ke gang kecil dan masuk kedalam kerumunan orang di jalan utama dimana aku akhirnya bisa lolos dari dia didalam kerumunan itu. Sekarang aku cuma perlu keluar dari kota sebelum dia menangkapku.

Tapi gimana caranya aku bertemu dengan Raphtalia dan Filo? Kalau aku kembali ke toko senjata, aku bisa bertemu mereka disana.

Atau begitulah yang kupikirkan, lalu....

"AHHHHHH!"

Apa-apaan...?

Aku berbalik dan melihat sebuah kerumunan yang dipimpin oleh Motoyasu. Dia menunjuk kearahku dan berlari. Kerumunan orang terpisah karena dia.

Sialan! Kalau mereka melihatku sekarang, apa aku bisa kabur?

"Naofumi! Ketemu kau!"

Itu adalah Motoyasu Kitamura. Dia adalah sang Pahlawan Tombak, dipanggil ke dunia ini sama sepertiku, tapi dari Jepang yang berbeda. Dia adalah favoritnya Lonte itu, sang putri yang memfitnah aku, dan Motoyasu betul-betul menikmati berasa disini, melakukan apapun yang dia mau.

Dia mungkin pahlawan yang paling menarik diantara kami. Dia berhati ringan, selalu menggoda cewek-cewek. Kepalanya kosong seperti yang kami duga.

Dia betul-betul membuat kehidupanku disini menjadi sebuah mimpi buruk.

"Kau! Apa yang lu perbuat?!"

"Apa-apaan itu? Jangan seenaknya menuduhkan sesuatu padaku!"

"Pura-pura nggak tau apa-apa? Untungnya! Kami sudah tau! Kami sudah tau kalau lu pemilik burung gendut itu."

Burung gendut... Filo?

"Serahkan burung itu pada kami—kami akan membunuhnya!"

"Ha! Apaan sih yang lu bicarain? Itu semua salah lu. Lu harusnya lebih hati-hati sebelum lu mendekati doi!"

Beberapa saat yang lalu, Filo pernah menendang Motoyasu keras-keras diselangkangannya—membuat dia terlempar. Senang rasanya melihat dia terlempar ke udara.

"Masih pura-pura bego? Burung gendut punya lu itu mengejar gue saat dia melihat gue!"

Hm? Apa yang dia bicarakan? Apa dia ngelantur?

"Apa yang lu bicarakan?"

"Kayak yang gue bilang, burung gendut geblek punya lu itu mencoba ngejar gue!"

Aku menatap Motoyasu. Armor miliknya bagus dan berkilauan seperti biasanya, tapi selangkangannya ditutupi dengan sebuah pelindung.

Ini menggelikan! Ha! Dia ini orang yang gampang trauma! Ha!

Astaga, ini menjadi semakin dan semakin lebih baik. Aku harus memberi Filo hadiah nanti.

Dia tau apa yang betul-betul kuinginkan dan memberiku hadiah ini.

"Apa yang lu ketawain?!"

"Ahahahahaha!"

"Bangsat....."

Beneran deh, apaan sih yang buat dia segitu marahnya? Inikan bagus.

Motoyasu sepertinya menyadari bahwa taktik percakapannya saat ini nggak berhasil. Dia mengubah subjeknya.

"Dan juga, lepasin cewek itu! Dasar maniak budak!"

"Lagi! Lu betul-betul kagak tau nyerah ya?"

Ada suatu waktu dimasa lalu, bahwa Motoyasu berusaha "menyelamatkan" Raphtalia dariku. Karena dia cantik yang menjadi faktor motivasinya. Dia menantangku duel, aku nggak punya harapan menang, dan dia benar. Aku kalah—tapi cuma karena si Lonte berbuat curang dan menyerangku dari belakang.

Dan sekarang dia berulah lagi! Dia sama sekali nggak berubah.

"Raphtalia sudah menolakmu."

Setelah Raphtalia mengetahui apa yang terjadi, dia menolak Motoyasu dan begitulah akhirnya.

"Gue nggak bicarain soal Raphtalia."

Tangannya mengepal.

"Gue udah tau semuanya! Lu dapat seorang budak baru kan? Gue lihat dia meninggalkan toko senjata!"

Apa yang dia bicarakan? Aku nggak paham.

Orang yang bepergian bersamaku cuma Raphtalia dan Filo.

Motoyasu marah tentang Filo sepanjang waktu ini—tapi sekarang Motoyasu menyebutkan dia seorang budak dan menuntut untuk melepaskan dia?

"Siapa yang lu bicarain? Mel? Dia bukan seorang budak."

"Gue gak tau namanya! Cewek berambut pirang!"

Rambut pirang?

"Kalo rambutnya biru, itu Mel. Kalo pirang, itu Filo."

"Tepat! Cewek yang punya sayap kecil di punggungnya! Lu tau siapa yang gue bicarakan! Lu panggil dia Filo?"

Dia berteriak-teriak barusan, tiba-tiba jadi bersemangat membara.

Dia barusan mengatakan dia ingin membunuh Filo, tapi sekarang dia ingin membebaskan Filo? Orang ini sudah gak waras!

"Lu... Asalkan dia seorang cewek, lu menginginkan dia—kan?"

"Nggak!"

Dia berteriak lagi.

"Gue belum pernah liat seorang cewek ideal seperti itu... Gue...."

"Apa?"

"Siapa yang bakal menyangka kalo betul-betul ada seorang cewek diluar sana yang sama seperti Fleon dari negeri sihir!"

Siapa lagi yang dia bicarakan sekarang? Pasti sebuah karakter dari game yang dia mainkan.

Itu juga mengingatkan aku pada sesuatu sih. Kurasa Filo mirip dengan karakter dari game-game yang aku tau juga. Karakter cewek angelic yang polos—tipe archetype klasik.

"Apa boleh buat. Gue betul-betul suka bidadari...."

"Tutup mulut lu! Gue gak mau dengar tentang kesukaan seksual lu!"

"Dunia ini adalah yang terbaik! Hatiku berdebar-debar saat melihat dia!"

Motoyasu sangat bersemangat. Dari penampilan di wajahnya, kau nggak akan pernah menyangka dia adalah orang yang sama dengan orang yang berteriak-teriak tentang seekor burung raksasa barusan. Matanya sekarang berkilauan—dia telah terpesona.

Para anggota lainnya dari partynya kelihatan jengkel. Pasti karena itu mereka berdiri diam saja.

"Gue tau kalo lu yang memiliki cewek itu! Lepasin dia!"

"Astaga, lu betul-betul njengkelin!"

Oke, oke, jadi dia mengatakan bahwa aku harus menyerahkan Filo, cuma karena dia adalah tipenya?

Kuharap dia menyimpan lelucon ini untuk dia sendiri.

"Lu pikir gue akan nurut sama permintaan itu?"

"Kalo lu gak mau, kita akan bertarung sampai lu setuju!"

Dia menyiapkan tombaknya dan mengarahkan padaku.

"Apa, lu mau berkelahi disini?! Hentikan! Pikirin tentang sekeliling lu!"

"Chaos Spear!"

Sebelum aku bisa menyelesaikan kata-kataku, Motoyasu sudah mengeluarkan sebuah skill dan mengirim serangan terbang kearahku. Aku mengangkat perisaiku untuk menghentikan serangannya, tapi ujung dari tombak terpantul dariku terbang ke jalan sebelum menancap di depan toko dan membuat dindingnya hancur.

Ada kerumunan orang dijalan, dan sekarang mereka berteriak ribut karena ledakan ganas dari serangan Motoyasu.

"Woi!"

"Air Strike Javelin!"

Dia mengarahkan tombaknya lagi dan mengeluarkan serangan kearahku.

Sialan! Aku menghindarinya, tapi itu bisa mengenai kerumunan orang itu. Aku mungkin nggak tau banyak soal negeri ini dan warganya, tapi aku tau perbedaan antara tempat yang bagus untuk bertarung dan tempat yang buruk untuk bertarung. Mungkinkah Motoyasu cuma memikirkan diri sendiri saja?

"Lepasin dia!"

"Jangan harap!"

Dia mau aku melepaskan burung rakus itu? Apa dia sinting?!

Aku hampir mempertimbangkan, biar dia paham seberapa buruknya pemikiran untuk melepaskan burung gila itu.

"Jadi lu gak mau dengar?"

Warga kota yang ada di sekitar mulai panik.

"Ayolah! Kendalikan dirimu!"

"Aku nggak peduli apakah kalian ini para Pahlawan, jangan bertarung disini!"

Teriakan-teriakan protes dari warga semakin dan semakin banyak.

Ini buruk. Nggak peduli seberapa banyak damage yang disebabkan oleh Motoyasu, aku pasti yang akan disalahkan.

"Motoyasu! Tenanglah!"

Sekaranglah saatnya. Haruskah aku mengganti perisaiku menjadi Shield of Rage, seperti yang kulakukan pada Zombie Dragon, dan menyerang balik dia?

Tidak. Itu akan membakar segala sesuatu di sekitar kami. Dan karena itulah Raphtalia terluka. Aku nggak boleh menggunakannya saat ada orang di sekitar. Meski begitu, aku juga nggak bisa kabur begitu saja.

"Hei! Kalian berhenti juga!"

Aku berteriak pada anak buahnya Motoyasu, si Lonte dan teman-temannya.

Mereka harus tau bahwa mereka membuat seorang pahlawan muak.

Mereka cuma menatapku dan tertawa.

Aku punya perasaan tentang ini. Lonte itu nggak pernah melewatkan peluang untuk membuatku jengkel. Dia akan melakukan apapun.

"Semuanya tolong tenang! Ini adalah sebuah duel antara Pahlawan Tombak dan Pahlawan Perisai. Ini adalah sebuah duel sah, diakui oleh Raja, yang mana aku yang mewakili disini!"

Lonte itu berpura-pura dengan menggunakan nama Myne, tapi meskipun dia berpura-pura menjadi orang lain, dia tetap merasa berhak memberi perintah sebagai raja. Dia menunjukkan sebuah sertifikat yang seharusnya memberi dia hak untuk berbicara atas nama keluarga kerajaan.

"Yang betul saja!"

Orang pertama yang menyatakan ketidakpuasan mereka adalah pemilik toko yang ada dibelakangku. Nggak lama kemudian orang-orang yang ada di jalan ikut berteriak protes. Aku nggak merasa itu mengejutkan. Siapapun menyaksikan kalau Motoyasu lah yang memulai pertarungan secara sepihak—dan sekarang Lonte itu menyebutnya sebuah "duel". Yang benar saja!

"Kalian berani menentang perintah Raja? Dasar bajingan!"

Bajingan? Lihatlah siapa yang bicara—Putri Lonte!

Menatap pada kerumunan yang berkumpul dan itu jelas bahwa pendukung berbaur dengan pejalan kaki yang ingin duel itu dihentikan. Kebingunan meningkat, dan seluruh tempat ini terlihat siap untuk jatuh kedalam kekacauan.

"Sial...."

Ini nggak kelihatan bagus.

Bagian terburuknya adalah bahwa aku barusaja lolos dari pengejarku. Mereka mungkin masih disekitar sini, dan kalau sebuah duel besar dimulai, mereka pasti akan menemukan aku.

"Second Javelin!"

Motoyasu membuat dua tombak bersinar dan mengarahkannya padaku.

Aku menghentikan satu dengan perisaiku, melindungi sebuah toko yanh ada dibelakangku—tapi tombak kedua mengikis lenganku dan membuatku tergores.

"First Heal!"

Aku bisa menyembuhkan diriku sendiri dengan sihir—tapi aku nggak punya harapan menang dalam duel cuma dengan bertahan.

Apa yang harus kulakukan? Tanpa Raphtalia atau Filo aku nggak punya peluang menang.

Dan Motoyasu tau kalau aku nghak bisa menyerang. Dia melakukan ini secara sengaja untuk mempermalukan aku.

Apa dia memulai duel yang dia sudah tau dia akan menang? Bangsat.

Kalau itu akan jadi sebuah pertarungan yang gak adil sejak awal, aku nggak punya pilihan lain selain lari.

Nggak seperti yang sebelumnya, mereka nggak punya Raphtalia sebagai sandera, jadi aku nggak perlu memaksakan diri untuk melawan dia. Atau begitulah yang kupikirkan....

"Tolong hentikan itu! Pahlawan Tombak!"

Para prajurit yang mengejarku muncul dari kerumunan dan memposisikan diri mereka diantara Motoyasu dan aku.

"Area ini penuh dengan warga kami. Kami tidak bisa membiarkanmu berduel disini."

"Ya kami bisa."

Si Lonte itu segera menampar para prajurit itu. Dia menunjukkan sertifikatnya dan melanjutkan:

"Bantuanmu nggak diperlukan disini. Ini adalah duel diantara para Pahlawan, dan campur tangan dari prajurit biasa tidak akan bisa ditoleransi."

Lonte itu... dia memang sudah busuk dari dalam.

"Uh...."

Mata prajurit itu dipenuhi kebingungan. Meskipun dia menyembunyikannya, dia adalah sang putri. Tentunya mereka nggak peduli tentang melindungi aku?

"Meski begitu, negeri dan rakyatnya.... aku adalah seorang prajurit untuk melindungi mereka. Jika urusan pribadi dari seseorang— meskipun mereka adalah para Pahlawan—mengancam rakyat negeri kami, aku harus menghentikannya!"

Apa itu? Itu terasa seperti udara dingin berhembus—segalanya mungkin akan berbeda kali ini.

"Dan karena sang Pahlawan Perisai tidak bisa bertarung, aku akan menggantikan dia—aku akan menjadi pedangnya!"

"Ap...?"

"Huh?"

Aku dan Motoyasu sama-sama nggak bisa berkata apa-apa.

Seorang prajurit biasa ingin menggantikan aku sebagai pedangku? Dia akan menanantang Motoyasu?

"Aku juga...."

Seorang anak yang tampak seperti seorang wizard mundur dari kerumunan, berjalan ke belakangku, dan mengangkat tongkatnya.

Dia sepertinya prajurit juga.

"Orang-orang tolol yang gak sadar diri. Kalian mau menantangku? Apa kalian paham posisiku?"

Apa yang betul-betul ingin dikatakan Lonte itu adalah bahwa meskipun mereka selamat dalam duel, dia akan memastikan mereka akan dihabisi nanti.

"Posisimu tidaklah penting. Kami hanya melaksanakan tugas kami."

Wajah Lonte itu menjadi merah karena jawaban itu.

"Kurang ajar! Kau pikir kau bisa mengabaikan kehendak dari Raja?!"

"Aku tidak akan mengijinkan masalah pribadi dari para Pahlawan diselesaikan disini."

Sebuah suara lembut berasal dari kerumunan, diikuti oleh pemiliknya.

Semua orang bereaksi seolah seseorang dengan otoritas yang tinggi akhirnya tiba.

Aku belum pernah melihat orang-orang bertindak seperti itu sejak aku datang ke dunia ini, jadi aku juga sangat terkejut.

Semua figur pemegang otoritas yang kutemui sejak aku datang kesini adalah para bajingan—bukannya menghentikan duel, mereka lebih seperti mendukungnya dan menikmatinya, seperti Myne, yang merupakan putri raja.

Siapa yang berbicara menentang dia? Aku berbalik untuk melihatnya. Sepertinya cuma anak biasa. Tunggu.... itu Mel!

Dia diapit oleh Filo dan Raphtalia di kedua sisinya, yang mana mereka berdua kelihatan gelisah. Mereka berjalan kearahku.

"Apa yang kau lakukan disini?!"

"Lama tak jumpa, Kakak."

KAKAK?!

Mel meraih sakunya dan mengeluarkan sebuah sertifikat.

"Itu...."

Semua orang terdiam saat mereka melihat kertas itu, dan mereka menundukkan kepala mereka.

Apa itu? Siapa yang punya otoritas yang lebih tinggi daripada Lonte itu?

"Pahlawan Tombak, cobalah pahami. Aku akan menghargainya kalau kau bisa meredam kesalahpahamanmu."

"Tapi! Tapi!"

"Lihatlah disekitarmu! Kau ingin bertarung di sebuah alun-alun kota yang dipenuhi orang? Apa itu tindakan dari seorang Pahlawan?"

"Ugh...."

Motoyasu menghela nafas dan perlahan menjadi tenang. Dia sepertinya memahami situasinya.

"Tuan Naofumi!"

Raphtalia berjalan ke sampingku.

"Apa kamu baik-baik saja?"

"Ya. Tapi, ada apa dengan Mel? Dia adiknya itu?"

"Holy Saint... Tapi itu bukan dirimu yang sebenarnya kan? Ijinkan aku memperkenalkan diriku sekali lagi. Namaku Melty. Terimakasih sudah membawaku kembali ke Kastil Kota. Itu adalah perjalanan yang sangat menyenangkan."

Mel melakukan curtsy.

"Pahlawan Perisai, apa yang terjadi disini?"

"Aku nggak tau. Motoyasu sekali lagi menantangku duel—dia ingin mencuri anggota party ku."

"LAGI?"

Raphtalia mengernyitkan alisnya dan mengarahkan tatapan jengkel pada Motoyasu.

Motoyasu mengabaikan dia dan menatap Filo.

"Siapa namamu, Nona?"

"Um... Filo!"

"Jangan katakan kebenarannya pada dia!

Aku harus bertindak untuk menyelamatkan Filo.

"Orang ini membuatmu menarik kereta yang berat, kan? Biarkan aku menyelamatkanmu."

"Yah itu benar. Dia menarik kereta berat untukku—setiap hari lagi."

Aku nggak bisa bohong tentang itu. Maksudku, memang jenis monster seperti itulah dia. Kalau aku nggak membiarkan dia menarik kereta, dia akan marah. Dia menangis seperti bayi.

"Bangsat! Lu memperlakukan cewek malang ini seperti dia adalah salah satu dari burung gendut punyamu?"

Si bego ini memang bermulut besar. Apa yang kulakukan pada Filo adalah urusanku.

"Lepasin Filo!"

"Tutup mulutmu!"

Kenapa dia berpikir semua orang di kota mencoba menenangkan dia? Tapi dia marah lagi, dia mengarahkan tombaknya padaku.

"Aku yakin aku barusaja mengatakan bahwa kau tidak boleh duel disini."

Sekali lagi Mel harus memerintahkan dia untuk berhenti, tapi Motoyasu sepenuhnya mengabaikan dia. Apa dia akan mengabaikan Mel? Dia adalah tipe orang yang kehilangan akal sehatnya ketika ada wanita disekitar.

"Nona! Kau harus lari! Kuberitahu kau, orang ini sangat berbahaya!"

Motoyasu berpaling pada Filo dan berusaha keras untuk terlihat seperti orang baik.

Apa dia nggak tau bahwa dia bertarung dengan keras untuk menyelamatkan "burung gendut" yang mana beberapa saat yang lalu dia teriak-teriak ingin membunuhnya?

Atau... Kurasa Filo yang dalam wujud manusia saat ini, dia kelihatan seperti cewek cantik idamanmu. Sungguh kesalahan fatal yang sudah diperbuat Motoyasu.

"Huh? Kenapa? Master nggak berbahaya tuh!"

"MASTER? Bangsat! Air Strike Javelin!"

Motoyasu mengabaikan perintah Mel dan mengeluarkan sebuah skill. Aku segera memblokirnya.

"Apa yang kau lakukan Master?!"

"Nggak apa-apa, Filo! Aku akan melindungimu!"

Kenapa Motoyasu nggak mendengarkan? Kami dilarang bertarung disini!

"Kurasa tidak bisa diapa-apakan lagi..."

Mel memejamkan matanya dan mengangkat tangannya.

"Filo, aku punya permintaan padamu. Tolong hentikan Pahlawan Tombak."

"Oke! Aku akan melindungi Master!"

Filo berdiri didepan Motoyasu.

"Filo, menyingkirlah. Aku nggak bisa menghajar dia kalau kau disana."

Tapi Filo nggak bergerak. Dia tetap diam di tempatnya dan merentangkan tangannya.

"Filo, dia menyebutmu seekor burung gendut."

"Naofumi! Dasar bangsat! Gimana bisa lu mengatakan itu pada seorang cewek?"

"Bukan gue, lu sendiri yang bilang. Lu mengatakannya lima menit yang lalu. Lu bilang lu mau membunuh dia."

"Ya, dan terakhir kali aku ketemu kau, kau menertawai aku. Aku benci kau, Pria Tombak!"

"Tertawa? Kapan aku menertawakan kamu?"

Dengan kepulan asap, Filo kembali ke wujud burungnya. Ya, wujud Filolial Queen.

"Huh? Apa?"

Motoyasu kelihatan terkejut pada perubahan wujud Filo. Dia sedikit membungkuk seolah untuk melindungi selangkangannya.

Filo memperhatikan dia, memperhatikan penampilan kebingungan menyebar pada wajahnya, lalu mengangkat kakinya yang kuat dan mengirim tendangan kilat pada selangkangan Motoyasu.

"Aaaaaaaaahhh!"

Aku melihat itu terjadi. Wajahnya membeku karena syok, dan tubuhnya berputar-putar, terlempar sepuluh meter ke udara.

Pelindung yang dia pakai hancur berkeping-keping dan berhamburan.

"Ugh!"

"Filo menang!"

Filo mengangkat salah satu sayapnya ke udara dan memasang pose kemenangan.

Apa itu cukup untuk membuat Motoyasu tenang? Yah, dia mungkin baik-baik saja. Dia memakai pelindung.

Raphtalia pucat dan bergumam sendiri, tapi aku yakin dia nggak apa-apa.

Karena suatu alasan, party Motoyasu nggak lari untuk menolong dia. Kurasa nggak banyak juga yang bisa dilakukan.

Kerumunan orang-orang bertepuk tangan. Segera kelihatan siapa yang mereka harapkan untuk menang.

Suasana hatiku yang buruk sudah terasa lebih baik.

"Bawa Pahlawan Tombak untuk mendapatkan perawatan medis."

Para prajurit yang tadi menantang dia, sekarang mendekati dia dan membawa dia pergi.

"Baiklah, kak? Aku harus mengatakan bahwa sepertinya kau berperilaku sangat buruk disini. Boleh aku tanya apa masalahnya? Aku mungkin harus melapor pada Ibunda mengenai masalah ini."

"Aku... Aku hanya melakukan apa yang harus kulakukan untuk mendukung para Pahlawan, seperti yang diperintahkan."

"Jelas-jelas tidak terlihat seperti itu."

"Kau tidak bisa menilainya dengan kejadian sepele ini, Melty."

"Begitukah? Perilaku liarmu sangat mencolok dalam laporan."

"Kau tidak membelaku? Yang lebih tua darimu? Kakakmu?"

"Aku bisa menanyakan hal yang sama denganku, kak."

"Pfft..."

Lonte itu mengarahkan tatapan penuh kebencian pada kami.

Seperti apa hubungan mereka? Dari yang kulihat, tentunya terlihat seperti Melty memegang otoritas yang lebih tinggi daripada Lonte itu.

Lonte itu menyadari bahwa Motoyasu dan para anggota partynya telah pergi, dan dia segera mengikuti mereka— sebuah alasan yang bagus untuk melarikan diri.

"Master! Baguskah yang kulakukan tadi?"

Filo berjalan kearahku, mengharapkan pujian.

Nggak bisa disangkal lagi. Aku mengulurkan tanganku dan membelai kepalanya.

"Yah. Itu tadi adalah tendangan hebat yang kedua yang kau berikan pada Motoyasu. Kerja bagus. Itu adalah salah satu momen terbaik dalam hidupku."

"Ya! Aku akan menendang dia setiap kali aku melihat dia!"

"Ya lakukan saja! Kau memang hebat!"

Eh, heh, heh.....

"Kenapa kamu memberi dia selamat?!"

Raphtalia marah.

Tapi aku nggak bisa menyangkalnya—Filo betul-betul sudah melakukan tindakan yang bagus.

"Astaga... Para Pahlawan ini...."

Melty menepuk keningnya dan mendesah.

"Kuharap mereka berhenti menyebabkan keributan— setidaknya disini di tengah Kastil Kota."

"Oh, k...kurasa aku harus berterimakasih padamu...."

"Tentu, tapi tidak disini. Ayo cari tempat yang lebih tenang untuk mengobrol."

Aku mencari tempat yang bagus, dan, aku cukup yakin kerumunan orang itu memperhatikan kami dengan cermat.

Itu masuk akal. Kamu nggak seharusnya berbicara di tempat dimana semua orang atau orang lain mendengar kami.

"Baik."

"Pahlawan Perisai..."

Prajurit yang tadi berdiri melindungi aku, sekarang mengarahkan tatapan memohon padaku.

"Ya... Kalian ikut juga, kan? Aku tau kalian mau apa..."

"Kami tidak pernah mencoba menangkap anda, Pahlawan Perisai. Saya harap anda mempercayai saya."

Mempertimbangkan cara mereka mengejarku, dan kepatuhan mereka pada perintah, aku nggak betul-betul yakin apakah aku bisa mempercayai mereka. Tapi kurasa nggak ada salahnya mendengarkan mereka...

***

Next chapter