webnovel

Aku ingin terus menjadi anak kecil

"Mmm, masih ada satu orang yang kita tunggu" andre tak ingin mengatakan bahwa orang itu adalah meri karena junior bisa saja melompat masuk.

Dari apa yang terjadi, andre sedikitnya bisa menyimpulkan bahwa masalah ini bukan hanya akan membuat meri semakin menjauh dari mertuanya tapi ia juga mungkin akan kehilangan kepercayaan kepada suaminya.

Itu jelas bukan hal yang merugikan bagi andre dan lebih berdampak buruk pada ilham tapi melihat betapa keras kepala wanita itu, meri mubgkin akan pergi tanpa jejak lagi jika sampai hubungan mereka tidak segera membaik.

Masih dengan tatapan kesal, meri bersikap tenang seakan ia tidak pernah mengetahui bahwa junior sudah keluar dengan aman. Dia cukup pintar menyembunyikan rasa senangnya pada situasi yang di perlukan. Bahkan ilham tidak dapat melihat kenyataan di balik sikap istrinya.

"bawa junior kembali dan selesaikan masalahmu di sini. Aku sudah selesai dengan kata-kata ku"

Meri berpaling membelakangi ilham yang masih berdiri kaku menatap kepergian istrinya. Tatapannya terlempar tajam ke arah ayah yang sudah ia berikan kenyamanan namun masih saja mencoba merusak kehidupannya.

"aku sudah mengatakan bahwa dia persis seperti ibunya yang keras kepala dan tidak patuh. Masih banyak wanita di luar sana yang pebih baik daripada dia" ujar ayah ilham.

"mengapa ayah tidak diam saja dan hidup tenang tanpa muncul di depanku"

"nak, ayahmu tahu betapa berat membesarkan anak pria lain. Aku cuma ingin kau hidup tenang tanpa terganggu dengan anak pria itu"

Sebagai orang tua, dia jelas tahu bagaimana rasanya membesarkan anak orang lain di dalam keluarganya dan itu akan semakin berdampak saat ia semakin tumbuh menjadi dewasa.

Saat andre dan ilham masih kecil, mereka bermain bersama, tertawa dan tak ada rasa cemburu di antara keduanya. Ayah mereka tidak membiarkan salah satunya merasa lebih rendah atau lebih tinggi. Semua sama sebelum akhirnya andre perlahan berubah dan selalu merasa tersaingi oleh ilham dan perlahan persaudaraan di antara keduanya berubah menjadi musuh dalam selimut.

Hal itu mungkin akan terjadi pula pada keluarga ilham jika ia masih bersikeras membesarkan junior di dalam keluarganya. Saat ini belum tapi suatu hari, darah akan menunjukkan kekentalannya. Selamanya akan seperti itu.

"ayah, bahkan jika junior bukan putraku, dia masih keponakanku. Ayahnya dan aku lahir dari ibu yang sama jadi apa salahnya jika aku membesarkannya? Di luar sana masih banyak seorang paman yang membesarkan keponakan mereka dan hidup rukun tanpa persaingan. Ayah tidak bisa mengambil satu peristiwa yang menimpamu sebagai dasar penilaian untuk menyama ratakan semua orang yang hidup sepertimu. Pengalaman kita mungkin sama tapi pemikiran dan pengambilan keputusan tidak selamanya akan sama"

"kau akan tahu saat dia mulai tumbuh dewasa dan kau semakin menua" kata ayah ilham dengan nada memperingatkan.

"jika begitu maka biarkan dia dewasa bersamaku"

"bocah keras kepala. Ayahmu hanya ingin membantumu menyingkirkan batu kecil dari jalanmu agar tidak berubah menjadi gunung" pria yang sedari tadi menjadi penonton mencoba angkat suara.

"itu bagus jika dia menjadi gunung. Dengan begitu aku akan melihat dari ketinggian melaluinya" bantah ilham.

Dia selalu pintar dalam perdebatan verbal dan memutar balik kalimat lawan menjadi senjata tajam yang akan sulit di tepis. Hanya ketika melihat kemarahan meri membuat kemampuannya menjadi nol, otak jeniusnya menjadi jongkok dan sikap dinginnya selalu meleleh bagai mencair terkena panas.

"paman, berhenti menghasut ayahku. Aku cukup senang masih ada orang yang setia pada ayahku, tapi jangan mencoba meracuni pikirannya. Sekarang, kembalikan junior. Aku harus membawanya pulang"

Pria yang di panggil paman itu memberi kode dengan jentikan jari agar anak buahnya membawa junior keluar. Tak berselang lama, dia kembali dengan wajah gusar dan dua pria lain di belakangnya juga menunjukkan ekspresi serupa.

"bos, anak kecil itu kabur"

"apa? Cari dia"

Ilham yang mendengar hal itu mengerutkan alisnya dengan pandangan yang terlihat mampu menenggelamkan satu benua. Bukan hanya putranya menghilang setelah di culik dan kini anak kecil itu hilang dari tangan si penculik, ia lebih mengkhawatirkan kemarahan meri saat ia pulang tanpa junior.

Di luar, meri berjalan menuju sebuah sudut yang minim pencahayaan dan melihat sebuah mobil terparkir. Setelah melihat ke dalam dan pintu seketika terbuka, meri masuk dan duduk di samping putranya.

"ibu, mengapa ibu bisa ada di sini" junior tidak menduga bahwa sesorang yang di tunggu ayahnya adalah ibunya.

"tentu saja menjemputmu" meri tersenyum setelah memeriksa putranya dalam keadaan baik-baik saja. "jalankan mobilnya"

Andre memberitahu sebuah alamat kepada sopir yang tak lain bawahannya yang ia tugaskan mengawasi meri dan membantu jika terjadi sesuatu.

Mereka tiba di sebuah perumahan elit setelah satu jam berkendara. Gudang tempat junior di tahan terletak lumayan jauh dari perkotaan dan karena itu mereka tiba setelah lumayan lama berkendara. Akibatnya, meri yang memang tidak memejamkan mata selama di pesawat karena mengkhawatirkan putranya tertidur pulas dengan tangan yang melingkar erat di sekitar pinggang putranya.

Posisi itu seperti ia mencoba terus menjaga junior walau dalam alam bawah sadarnya. Kakinya yang menghadap ke arah junior menandakan ia ibu yang penuh perhatian dan sedikit protektif terhadap putranya.

Andre turun dan membukakan pintu mobil walau masih di sambut dengan wajah lelah setelah seharian terjaga demi putranya. Dia sudah akan membangunkannya namun junior memberi saran agar tidak membangunkan ibunya.

Pilihannya hanyalah tetap diam di mobil sambil menunggu meri terbangun atau menggendongnya masuk dengan kehati-hatian tingkat tinggi. Untuk pilihan kedua sudah pasti andre yang harus melakukannya. Junior masih kecil dan beban tubuh meri tiga kali lipat berat badannya. Andre juga tidak mungkin rela melihat sopir atau penjaga rumahnya yang menggendong wanita pujaannya.

Pada akhirnya, andre menggendong meri dengan perlahan agar tak membangunkannya. Namun tangan meri masih erat melingkar di pinggang junior dan tak berniat melepaskannya hingga junior mengelus punggung tangan ibunya dan perlahan melepaskannya.

Rumah yang mereka tempati tak lain adalah rumah di mana rafa dan andre serta megan tinggal waktu dulu ia ke beijing. Rumah luas yang terdiri dari dua lantai itu terlihat bergaya tionghoa dengan lampion merah serta pernak pernah yang yak jauh dari warna merah dan emas.

Meri masih berbaring di kamar utama dengan selimut tebal dengan bulu angsa yang menutupinya. Itu sangat nyaman dan terlalu di manjakan layaknya seorang tuan putri di negri dongeng.

Junior bahkan lebih heran mengetahui ayahnya memiliki selimut putih dengan bulu angsa yang lebih cocok untuk seorang wanita atau setidaknya pria yang berkeluarga.

"ayah, apa kalian datang bersama untuk menjemputku?"

Pertanyaan itu terdengar simple namun jawaban apa yang akan muncul memiliki banyak arti. Setidaknya bagi junior itu tidak hanya memgenai kata iya atau tidak.

Kekompakan kedua orang tuanya adalah sesuatu yang langka sejak mereka terpisah karena kecemburuan di antara keduanya. Mereka nyaris tidak pernah duduk bertiga dengan santai walau sekedar untuk minum kopi. Jadi melihat keduanya bersatu dalam menyelesaikan masalah kali ini, ia cukup senang.

"Mmm, dadi ilham yang memberitahu ayah. Ibumu dan ayah tiba lebih dulu jadi kami terlihat berdua walau sebenarnya kami datang beramai-ramai" jawab andre tak ingin menyembunyikan sesuatu.

"ooh, apa itu artinya dadi juga ada di sini?" tanya junior.

"iya, dia hanya sedikit terlambat karena masih ada urusan. Kita akan menunggunya dan kembali ke izmir bersama"

"ayah, aku tidak tahu harus senang atau sedih untukmu. Ibu sangat menyayangi dadi, dan aku menyayangi ibu. Aku akan ikut dan mendukung semua kemauan ibu. Waktu itu, aku menunggu ayah namun ibu menunggu dadi jadi aku tidak pernah mengatakannya. Saat dadi kembali, mereka sangat menyayangiku jadi aku bahkan tidak bisa mengeluhkan satu hal pun kepada ibu" junior merasa sedih bahwa cinta ayahnya harus menjadi cinta sepihak.

Dia tidak tahu bagaimana perasaan itu, tapi setidaknya ia bisa melihat betapa sedih tatapan ayahnya setiap kali menatap wajah ibu dan dadinya saat ia melakukan panggilan video.

"anak pintar. Kau hanya perlu menjaga ibumu dan jangan mengkhawatirkan ayah. Suatu hari, entah itu sebulan, setahun atau sepuluh tahun hingga sedetik sebelum ajal ayahmu. Ibumu akan sadar betapa besar ayah mencintainya"

Mendengar itu, perasaan junior jatuh lebih dalam lagi. Ia belum dewasa tapi sudah harus melihat betapa keras kehidupan orang dewasa.

"ayah, aku ingin terus menjadi anak kecil"

Andre "...." kebingungan.

"aku tidak ingin menjadi besar dan di landa masalah serumit kalian. Aku hanya ingin terus mengkhawatirkan pekerjaan rumahku serta tugas dari sekolahku. Menjadi dewasa terlalu sulit"

Andre tersenyum lembut sambil mengusap puncak kepala putranya itu dengan gemas.

"kau hanya perlu memikirkan apa yang ada saat ini. Berjuang untuk sesuatu yang pantas dan mundur di saat itu jalan buntu. Sebagai laki-laki, kita harus tahu kapan harus maju, bertahan atau mundur"

"itu terdengar semakin rumit" junior semakin sulit memahami kehidupan pria dewasa.

"hahaha, cukup bernafas, makan saat lapar, tidur saat mengantuk dan Pup saat perutmu sakit" ejek andre.

Junior mengerucutkan bibirnya mendengar ayahnya mengolok-oloknya solah ia hanya tahu makan, tidur dan buang sampah.

Next chapter