webnovel

Bukan salahku

Melihat ketulusan di wajah ibu dan dadi nya, junior merasa apa yang mereka katakan adalah suatu kebenaran.

Keluarga kecil mereka belum lama ini terasa lengkap. Jika kali ini ia setuju maka keluarga yang dua bulan ini di penuhi kehangatan akan kembali kehilangan api unggun di kala musim dingin mereka.

Junior ibarat perapian yang selalu memberi kesan hangat dan romantis. Tanpanya, hubungan meri dan ilham akan terasa kaku dan dingin setidaknya itulah yang terjadi sebelum junior terlahir.

Bahkan saat junior masih dalam kandungan, sensasi kehangatan dan ketentraman dalam hubungan tak berkelanjutan mereka dulunya terlihat overdosis oleh kasih sayang. Mereka tampak luar biasa saat bersama. Saling melengkapi dan menutupi kekurangannya masing-masing.

*aku akan ikut dengan ayah, tapi satu minggu bersama ayah dan satu minggu bersama ibu" kata junior.

Meri merasa situasi saat ini seperti seorang suami memberikan waktu pada dua istrinya. Siapa yang tahu kalau putranya itu mampu bersikap adil dalam membagi waktunya.

"baiklah. Kita lakukan seperti ucapanmu" jawab meri senang.

Saat ilham mengatakan rencana andre, ia cukup terkejut bercampur cemas. Ia takut jika junior setuju maka tidak ada kesempatan untuk mereka tinggal dalam satu atap.

Beruntungnya, bukan hanya ia yang takut di pisahkan. Juniorpun merasa berat untuk tinggal dengan ayahnya.

Ilham bukan ayah kandungnya, tapi junior tahu dado nya itu adalah pamannya. Tapi clara hanya orang asing yang ingin masuk ke keluarganya jadi tidak mungkin mudah baginya untuk menerima kehadirannya.

Meri bersikeras ingin menjenguk fuad saat junior telah berangkat ke sekolah. Ilham dengan gigih menolak, bukan tanpa alasan. Hari ini ia harus memghadiri pertemuan dengan para investor yang ia abaikan kemarin karena menyelamatkan fuad.

Melepas istrinya menjenguk fuad bukanlah hal yang baik saat ini. Cemburu jelas ia rasakan tapi alasan utamanya bukanlah hal itu.

Saat mengoperasi fuad, semua dokter wanita dan para perawan serta staff wanita lain mati-matian mengonterogasinya. Jika meri yang menjadi target pertanyaan itu saat di rumah sakit dan hal yang menjadi objek pertanyaan adalah ilham maka sudah di pastikan istrinya akan pulang dengan kepala bertanduk dan telinga berasap akibat cemburu.

"aku mau pergi. Mengapa menghalangiku seperti ini. Apa karena aku hamil jadi selama sembilan bulan aku harus berdiam diri di rumah?"

"bukan begitu. Kau beristirahat hari ini. Nanti sore aku sendiri yang akan menemanimu menjenguknya. Mengertilah" ilham menunjukkan tampang memelas berharap istrinya merasa kasihan dan mengikuti perkataannya.

"kau selalu saja memenjarakanku" keluh meri.

Ia menolak perkataan suaminya tapi kakinya tetap tidak berani melangkah keluar rumah. Dengan langkah berat sambil sesenggukan beserta air mata yang membasahi wajahnya, ia berbalik badan dan masuk ke kamarnya.

Ruang keluarga yang tadinya heboh dengan adu argumen dua tuan rumah itu seketika hening bagai pekuburan yang baru saja di bubarkan.

Tak tega melihat istrinya seperti itu, ilham menyusulnya ke kamar dan mulai merayunya.

"meri, aku hanya khawatir padamu. Apa aku salah?"

Meri menggelengkan kepalanya dalam pelukan suaminya sambil terus menangis.

Ia tidak tahu mengapa begitu sakit hanya karena suaminya melarangnya untuk menjenguk fuad. Dari pengamatannya, alasannya jelas bukan karena cemburu.

"jika kau bersikeras untuk pergi, maka biarkan nanny menemanimu" kata ilham mengalah.

Bertengkar dengan meri dan berdebat dalam suatu kesia-siaan. Ia jelas tidak bisa menang terlebih saat meri dalam masa kehamilan.

Saat masih berbadan satu saja istrinya itu sudah cukup keras kepala, sekarang ia sedang berbadan dua dan di tambah ia menggunakan air mata sebagai senjata.

Dalam situasi gabungan itu, bahkan jika istrinya itu meminta membawanya ke gunung everest ia masih akan menurutinya.

Sangat berat menjadi pria yang begitu mencintai istrinya hingga lupa bagaimana cara mempertahankan prinsipnya. Ia ibarat babu di hadapan istrinya.

Mendengar izin dari suaminya sekilas sebuah senyum terukir nyata di wajah meri. Ia sangat tahu tidak ada yang tega melihat istrinya menangis bahkan jika itu seorang berwajah dingin seperti ilham.

Dia mengangkat wajahnya yang masih sembab karena menangis. Ilham yang melihat wajah kemerahan itu merasa tersakiti.

Meri bukan wanita lemah yang selalu mengandalkan airmata untuk bisa mendapat iba dari yang lain. Ia sudah biasa melihat istrinya menangis pada momen tertentu tapi hampir semua adalah momen mengharukan.

Kali ini, larangannya yang menjadi alasan wanitanya itu menangis. Rasanya sangat menyakitkan. Tapi melihat istrinya itu dengan lembut tersenyum seakan tadi ia baru saja berpura-pura sedikit mengobati perasaannya yang tertoreh luka.

"apa kau mau menemaniku menjenguk fuad?" tanya meri dengan wajah memohon.

Kalimat itu merupakan kalimat tanya namun menyiratkan suatu harapan yang dalam di tunjang dengan ekspresi mata jernih yang membuat seseorang sulit untuk menolak.

"aku ada pertemuan dengan investor. Biarkan aku mengantarmu ke rumah sakit tapi aku tidak bisa berlama-lama" berat hati, ilham harus menerima walau tidak sepernuhnya ingin menjenguk fuad.

Sebagai suami melihat bagaimana istrinya menangisi pria lain tentu membuat perasaannya sedikit panas di bakar emosi kecemburuan. Beruntung ia juga cukup mengenal fuad dan keluarga dan tahu bagaimana meri dan keluarga fuad sangat akrab.

Hal itu perlu di hargai. Jika bukan karena fuad yang selalu mengantar jemput dan menjaga meri saat ia tidak ada, ia mungkin tidak akan membiarkan istrinya dengan mudah bergaul dengan pria sekuat itu.

Fuad yang begitu tahu menempatkan diri membiatnya sedikit bersimpati. Posisi fuad yang mencintai istri orang lain juga pernah ia alami jadi ia cukup tahu banyak.

Tak ada yang bisa ia lakukan untuk itu. Dia tidak sebaik andre yang akan menitipkan istrinya pada pria yang sudah sangat jelas mengejar istrinya. Dia masih dalam kewarasannya untuk tidak memberi celah pada pria lain.

Tak perduli itu keluarga, sahabat, rekan bisnis terlebih jika itu adalah orang asing.

Meri dan ilham akhirnya pergi bersama ke rumah sakit. Dengan keranjang buah yang berada di tangannya, ilham membuka pintu kamar perawatan fuad yang sangat privat.

Status sebagai keluarga kerajaan memang sulit untuk di hindari. Walau ia tidak di dampingi oleh pengawal dan pelayan yang bejibun jumlahnya, ia tetaplah seorang pangeran.

"apa dia tidur?" tanya meri pada kekasih fuad yang setia duduk di samping tempat tidur fuad.

"iya, dia baru saja tertidur setelah semalaman merasa nyeri di bagian kepalanya" jawab wanita itu.

"itu wajar, jangan terlalu khawatir" meri memenangkan sambil melirik ilham.

Kondisi saat ini seharusnya di jelaskan oleh ilham yang merupakan dokter yang melakukan operasi. Tapi suaminya itu sangat hemat berbicara di hadapan orang lain. Dan juga saat ini ia bukanlah dokter dari rumah sakit itu setidaknya belum untuk sementara.

Tak menanggapi, ilham hanya menatap meri dengan tatapan tidak mengerti.

Ia merasa bukan ia yang berkewajiban untuk menjelaskannya. Lagipula di rumah sakit itu terdapat pemeriksaan rutin empat kali sehari. Dan pagi ini, dokter dan residen pasti sudah menjelaskan kondisi fuad.

Setelah lima menit berada di ruangan fuad, ia akhirnya beranjak untuk ke pertemuan. Meri mengantar suaminya hingga ke parkiran walau ilham terus menolak tapi ia tetap bersikeras.

"aku pergi dulu, ingat untuk tidak bekerja hari ini. Kau masih harus beristirahat. Kalau kali ini kau masih mengabaikanku, aku akan buat perhitungan dengan rumah sakit ini. Ah, aku pikir akan bagus jika aku menjadi pemilik" kata ilham bersemangat seakan mendapat pencerahan di kepalanya dengan lampu yang berpijar.

"jangan konyol. Rumah sakit di paris saja kau abaikan jadi berhenti membuka usaha jika hanya kau abaikan"

"siapa bilang aku mengabaikan bisnisku. Aku hanya lebih mementingkan istri dan keluargaku di bandingkan uang. Lagi pula istriku bukan wanita materialistis jadi aku tidak akan kesulitan mencari uang banyak untuk memanjakannya" goda ilham.

"kau lupa, kartu debit dan kreditmu sekarang di dompetku. Aku tidak bisa tidak menggunakannya. Jadi suamiku yang kaya raya, bekerjalah dengan baik karena aku pasti akan menguras isi dompetmu" balas meri dengan ekspresi yang rumit.

Dia seperti sedang menakuti suaminya dengan menggunakan harta. Yang tidak ia ketahui, ilham justru bahagia dengan sikapnya itu.

"nyonya, aku akan menantikan tagihan masuk di ponselku"

Setelah bercanda, keduanya berpisah dan meri kembali ke kamar perawatan fuad. Fuad masih tertidur saat ia kembali.

Wajah ceria yang penuh dengan semangat itu kini terlihat pucat tak berdaya dengan perban putih melilit di kepala serta penyangga leher. Ia terlihat memprihatinkan.

"aku dengar dia kecelakaan karena menjemputmu"

"Mmm, itu saat kami akan menuju ke tempat kalian akan bertemu"

"dia sudah menceritakan semua tentangmu kepadaku. puluhan bahkan ratusan kali nama mu ia sebut dalam sehari. apa kau pernah berpikir bagaimana perasannya?"

bukan hanya Fuad yang akhir-akhir ini selalu menyebut nama Meri, ada beberapa pria lain tapi apa itu lantas menjadikan Meri tersangka.

ia hanya seorang wanita biasa yang kemudian banyak di puja oleh pria. bukan salahnya memiliki paras cantik dan tubuh rupawan.

merekalah yang seharusnya mengendalikan diri dan mengetahui tempat mereka agar tidak menyakiti diri sendiri juga orang lain.

"bersikap tegas padanya adalah caraku memikirkan perasaannya" Meri menatap lekat ke arah wanita yang tak lain calon istri Fuad. "dia hanya belum melupakan perasaannya, kau yang harusnya berusaha"

Meri cukup bijak dengan tidak membalas tatapan sinis serta kalimat yang terlalu menyindirnya. jika ia yang di posisi itu, ia juga akan melakukan hal yang sama.

rasa cemburu memang membuat seseorang tampak mengerikan dan berbeda berbanding terbalik dari biasanya. bahkan Meri yang bersikap tenang menghadapi masalah masih tetap terbawa emosi saat ia sedang dalam mode cemburu.

Next chapter