webnovel

Makian hasrat

Ilham sekeluarga berencana untuk segera meninggalkan desa penyembuhan namun akhirnya tertahan oleh para investor yang tiba-tiba ingin mengadakan pertemuan.

Pada akhirnya, meri dan junior berkeliling sebentar di pusat kota itu dan tidak sengaja bertemu dengan clara yang juga asik berbelanja di temani andre.

"kalian hanya berdua? Kemana ilham?" tanya andre.

"dia sedang rapat bersama investor" jawab meri enggan.

Bukan karena ia masih menyimpan perasaan atau kemarahan kepada andre, tapi karena clara saat ini terlihat antusias mendengar jawaban darinya.

Ia seperti sedang menunggu pengumuman juara lomba dengan wajah imut dan sorot mata yang menantikan.

"oh, padahal akan baik jika kak ilham juga ada di sini" kata clara.

"Ehm" andre berdehem untuk memberi kode agar meri clara tidak terlalu mengungkit tentang ilham terlebih dengan panggilan yang sangat akrab itu.

Cukup dengan kedua telinganya, meri sudah dengan jelas tahu betapa clara dekat dengan ilham. Jujur saja sejak mengenal ilham, meri bahkan tidak pernah memanggil kakak kepada pria yang jelas-jelas empat tahun lebih tua darinya.

Sejak awal ia seperti menganggap ilham teman sepermainannya hingga setiap perbuatan dan perkataan yang ia lontarkan adalah kalimat bagi teman seumuran. Ilham tidak pernah memprotes membuat meri semakin besar kepala dan tidak berpikir untuk merubah pandangannya.

"aku ke toilet sebentar, tolong awasi junior" meri meninggalkan junior dan yang lainnya.

Di toilet ia hanya sibuk menata perasaannya agar tidak cemburu berlebihan. Ilham sudah menjelaskan semuanya jadi tidak ada alasan baginya untuk merasa cemburu. Kenyataannya sekarang ilham adalah suaminya dan clara hanya bagian masa lalunya.

Jika ilham berbesar hati menerima keadaan masa lalunya yang justru lebih keterlaluan, sangat tidak etis jika dia marah hanya karena pertemanan masa kecil.

Di pintu toilet, andre sudah berdiri menunggu meri keluar. Ia tahu meri hanya sedang menghundar dari clara tapi tujuan ia membawa clara adalah mendekatkan clara pada junior bukan pada ilham.

"meri, bisa kita bicara" andre langsung menghadang langkah meri saat ia membuka pintu toilet.

"astaga, kau selalu saja mengejutkanku"

Bukan hal langka jika andre selalu mengejutkan karena itulah kebiasaan anehnya. Yang lebih aneh ia selalu mengejutkan meri di depan pintu toilet atau kamar mandi seakan bagian rumah atau pusat perbelanjaan hanya terdapat toilet dan tak ada tempat lain.

Ia berasa sedang di kamar kos kecil yang hanya terdapat ruangan kamar dan kamar mandi.

"kau terlalu cepat terkejut, apa mengidap hyperplexia juga" goda andre.

"aku terkejut karena memang kau yang mengejutkan. Untuk apa menunggu di depan pintu toilet wanita?"

"kita perlu bicara, menyingkirlah dari jalan orang lain dan ikuti aku".

Meri mengikuti langkah andre bagai sapi yang di colok hidungnya. Ia berubah menjadi patuh hanya dengan satu kalimat saja.

Di Cafe yang terdapat di pusat perbelanjaan itu, meri dan andre duduk berhadapan di ikuti tatapan sinis dari orang yang melihatnya.

"mereka mengira aku istrimu jadi memandangku seperti ingin memakanku. Jadi cepat katakan apa yang ingin kau bicarakan" kata meri tidak sabar.

Jika pandangan sekitarnya adalah sinar X, saat ini mungkin tubuhnya sudah meleleh. Rasanya ia ingin di anugerahi kekuatan super berlari cepat atau menghilang seketika untuk memghindar dari tatapan wanita iri di dekatnya.

Mereka hanya perlu menatap andre hingga mata mereka bengkak dan tidak perlu menatap orang yang mendampinginya dengan tatapan seperti ingin memangsa.

"tentang junior dan clara. Aku sengaja membawanya untuk membuat mereka dekat. Saat junior menyelesaikan pendidikan dasar di sini, aku berencana membawanya bersamaku ke Indonesia"

Tidak senang, takut kehilangan sudah pasti di rasakan meri sebagai seorang ibu. Junior sudah lama menjadi bagian hidupnya dan hampir tidak pernah terpisahkan.

"hak asuhnya ada di tanganku, pastikan tidak membuat aku kesulitan menemuinya"

"kau bisa datang kapan saja, aku hanya ingin memberi mu waktu berdua dengan ilham. Junior bukan anak kalian jadi biarlah dia bersamaku"

"junior juga bukan anak clara jadi mengapa dia lebih berhak daripada ilham?" balas meri

"karena kau yang tidak ingin kembali padaku. Kita tidak perlu berdebat karena kita sudah sepakat mengenai junior. Dua tahun ini, jangan biarkan dirimu terlalu dekat dengan junior hingga akan menyulitkan ku dan clara membawanya"

"dia sudah lama dekat denganku, aku juga hanya memiliki dia yang harus ku perhatikan. Jika junior setuju pergi denganmu, aku tidak akan melarang tapi jika dia menolak aku harap kau berbesar hati dan bisa hidup berdampingan dengannya saja tanpa harus mengambilnya dariku. Kita pernah memiliki hubungan dekat sebelumnya, jadi pertimbangkan ucapanku sebagai seseorang yang pernah begitu kau cintai" meri beranjak pergi tak ingin berdebat lebih jauh lagi.

Tatapan kecewa namun penuh kerinduan sangat jelas terpancar mengikuti langkah kaki yang berjalan menjauh pergi.

"bukan pernah tapi masih mencintaimu" seru andre kepada dirinya sendiri. Ia meralat pernyataan meri yang menyatakan bahwa ia adalah wanita yang pernah di cintainya.

Sore hari setelah puas berjalan-jalan, bermain dan berbelanja. Meri dan keluarga lainnya meninggalkan istanbul. Kota indah terbesar di turki dengan kebudayaan yang kentalbpada bangunan-bangunannya.

Di mobil, meri hanya sibuk dengan pikirannya sendiri. Perkataan andre silih berganti terngiang di telinganya. Ilham yang sejak tadi berbicara padanya bahkan tidak ia dengarkan.

"meri, ada apa?"

"Ahh, tidak ada apa-apa. Hanya sedikit lelah. Aku akan tidur, bangunkan jika kita berhenti untuk shalat"

Mengatakan yang sebenarnya kepada ilham hanya akan mengadu domba dua bersaudara yang sudah mulai membaik itu. Ia tak ingin menimbulkan masalah baru.

Yang sebenarnya adalah meri terlalu banyak berpikir. Ilham tidak akan terprovokasi hanya karena masalah sepele itu. Tapi tidak akan ada bedanya jika meri bahkan tidak memberitahu nya apa yang sebenarnya menjadi masalahnya saat ini.

Junior bahkan lebih bingung melihat kedua orangtuanya saling mendiami. 'mereka tidak mungkin masih marahan karena masalah semalam' pikir junior.

Ketiganya sampai di istana mereka di sambut para pelayan yang mulai mengantuk namun memaksakan diri untuk tetap terjaga hanya untuk menyambut tuan rumah mereka.

"nyonya, anda kembali. Apa anda ingin saya buatkan cemilan tengah malam?" ujar seorang wanita paruh baya yang merupakan asisten rumah tangga.

"tidak perlu. Kalian boleh tidur, pulanglah. Ini sudah waktunya bagi kalian untuk istirahat. Aku juga sudah mengantuk"

Pertama kalinya meri bersikap acuh pada orang-orang yang menyambutnya. Walau ekspresi wajahnya tak terlihat, matanya sangat jelas menunjukkan sikap acuhnya.

Nyonya rumah itu terlihat ceria dengan mata coklat bersinarnya, dan malam ini sinar itu redup tertutup masalah di benaknya sendiri.

"junior, pergilah beristirahat. Lusa hari pertama sekolahmu, jadi hanya tersisa besok untuk bersantai" perintah ilham

"dadi, bolehkah aku menemui ibu dulu?"

"ibumu sangat lelah hari ini. Biar ayah yang bicara dengannya. Kau tidurlah"

"dia tidak kelelahan karena perjalanan, ibu memiliki beban pikiran. Itu sangat jelas" kata junior

"dadi tahu, serahkan pada dadi. Kau tidurlah" tak menunggu persetujuan junior, ilham melesat masuk ke kamarnya dan mengunci pintu rapat-rapat.

Ruangan kamar itu sengaja di rancang kedap suara, selama pintu terkunci rapat maka apapun yang mereka bicarakan di dalam tidak akan terdengar keluar.

Meri sudah terbaring di kasurnya dengan mata tertutup dan pikiran yang masih melayang saat ilham masuk dan berbaring di sampingnya.

"kau kenapa?"

Dengan lembut ilham menempatkan meri dalam pelukannya, untuk menenangkannya dan untuk memperoleh kepercayaan darinya.

Yang ia tahu, meri tidak akan menyembunyikan masalah apapun jika itu tidak akan membuat ilham marah atau salah paham.

Tak ada jawaban, hanya terdengar suara isakan dari bibir merah muda nan menggoda itu. Sebagai suami tentu saja ilham terluka dan tidak senang mendengar meri menangis. Bukan hanya saat ia sudah berstatus suami, ia bahkan tidak ingin melihat meri menangis saat mereka masih sebatas sahabat.

Untuk menenangkan, ilham mengusap kepala dan punggung meri. Mendengar tangisan itu semakin lama semakin mereda dan sudah merasa meri cukup tenang, ilham melonggarkan pelukannya untuk melihat wajah istrinya itu.

"katakan padaku ada apa?"

Meri justru mencium bibir yang sejak tadi menanyakan hal yang sama itu. Dia tidak ingin menjawabnya namun tak ingin berbohong, jadi hal ini adalah solusinya.

Sudah beberapa hari sejak terakhir ilham menyentuhnya, jadi malam itu rasanya seperti keduanya saling merindukan sentuhan satu dan lainnya.

Sebagai pria, ilham cepat mengimbangi meri. Di pikirannya hanya berisi bagaimana membuat meri kelelahan secara fisik hingga melupakan kelelahan pikirannya.

"kau boleh berteriak semaumu, meracau, mengerang atau mendesah sekuatnya" kata ilham dengan senyum licik dan masih menindih tubuh indah istrinya itu.

Kerutan menyelidik sekaligus heran mendengar kalimat itu muncul di kening meri, membuat alisnya turun dengan mata yang sendu menyipit tajam.

"sayang, ruangan ini kedap suara" bisik ilham masih terus memacu dirinya di atas tubuh meri.

Tidak menanggapi ucapan itu, meri justru semakin menyembunyikan suaranya dengan usaha keras. Ia tak ingin ilham merasa senang telah berhasil mengerjainya malam ini.

"ilham, perutku kram" keluh meri sambil memegangi perut bagian bawahnya.

"apa waktu haidmu sudah dekat?"

"Mmm, seharusnya kemarin" jawab meri singkat.

Ilham dengan cepat menyelesaikan permainan panas itu, setelah erangan panjang yang berhasil bebas dari pertahanan bibir meri.

Tak berhenti di situ, ilham dengan cepat memeriksa bagian bawah perut meri. Dia bukan dokter kandungan tapi pengetahuan itu cukup dasar baginya saat kuliah kedokteran.

"jangan banyak bergerak, hindari pekerjaan berat untuk beberapa hari ini" nasihat ilham

"ini hanya kram karena akan haid, jadi jangan terlalu berlebihan. Aku lebih lelah karena mu" sindir meri

"baiklah, satu minggu ke depan aku akan berpuasa"

Keduanya tertidur setelah membersihkan diri masing-masing. Keduanya sangat nyaman tidur dalam pelukan masing-masing. Terlihat tak ada beban di benak mereka.

Meri tentu melupakan masalahnya sejenak karena ulah ilham yang membuatnya tidak berhenti kelelahan menahan setiap perkataan kotor yang mungkin saja keluar saat bermain bersama suaminya. Padahal ilham justru menantikan hal itu. Ia ingin mendengar bagaimana bibir manis yang penuh dengan kalimat lembut itu akan meracau dengan makian kepada suaminya.

Tak ada yang bisa membuat meri kehilangan kendali pada bibirnya kecuali saat ia terkejut atau saat ia sedang panas terbakar gairah. Sayangnya, kali ini ia cukup pintar menyembunyikan makian itu.

Sudah sering kali ilham mendengar meri memakinya saat berhubungan intim, herannya ia justru tidak marah dan malah menyukainya. Sangat langka mendengar meri memarahinya hanya karena ia terlalu cepat atau terlalu kuat menekannya.

Semua makian saat di ranjang baginya adalah sebuah pujian. Jadi ia masih ingin dan terus menginginkan makian itu. Makian penuh hasrat yang membuatnya justru semakin bersemangat.

Next chapter