webnovel

Tidak pengertian

"apa ibu mu yang mengatakan hal itu?" tebak ilham.

"Mmm, ibu selalu mengajariku menggunakan kalimat mutiara. Jika dia bukan seorang dokter, aku yakin ibu akan jadi motivator terkenal" bisik junior, agar tak terdengar oleh meri.

"Hahaha,, pengalaman hidupnya memang menarik jika ia ingin jadi motivator. Tapi sayangnya, dadi hanya ingin dia tinggal di rumah dan tak akan membaginya dengan yang lain bahkan hanya memandangnya pun tidak boleh" balas ilham sambil berbisik.

"kalian membicarakan apa?" tanya meri karena memperhatikan kedua pria itu saling berbisik. "kemarilah. Makan malam sudah siap" panggil meri. "junior, panggil uncle ali. Katakan kita makan malam bersama di rumah" lanjut meri.

"hei. Mengapa harus memanggil tetanggamu untuk makan malam bersama. Ini hanya makan malam keluarga"

Tatapan meri beralih dari makanan di meja ke arah wajah ilham setelah mendengar ia memprotes untuk berbagi makan malam dengan ali. Juniorpun memalingkan pandangannya kepada dadi nya seakan menghina.

"ckckck... Posesif" ujar junior sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "ibu, aku akan memanggil uncle ali dan istrinya serta anaknya kemari" lanjut junior.

Junior memberi penekanan pada kata "istrinya dan anaknya" untuk memberitahu ilham bahwa uncle ali bukanlah pria lajang dan tidak termasuk ke dalam salah satu teman atau rekan ibunya yang berusaha mengambil istrinya itu.

Wajah tegang dan muram saat tidak sepakat dengan usulan meri kini berubah menjadi merah karena malu dengan ucapan junior. Ia posesif? Ilham memikirkan kalimat itu dalam-dalam. Rasa malunya terlebih karena ternyata junior mengetahui bahwa ia cemburu dan mengira ali adalah teman dekat meri yang sedang berusaha mencuri istrinya.

"aku hanya bercanda" kata ilham berusaha menutupi rasa malunya saat junior telah pergi.

"aku mengerti" jawab meri.

Entah mengapa ilham merasa semakin tertekan dengan jawaban meri. Ia juga tahu meri menangkap sinyal kecemburuan dalam nada bicaranya, tapi ia tak ingin membuat ilham semakin malu karena itu memilih diam.

Dua keluarga kecil yang terdiri dari pasangan suami istri dan satu orang putra itu memulai makan malam bersama dengan suasana yang begitu hidup.

Terdapat canda tawa dari kedua keluarga itu yang membuat mereka merasa bukanlah orang lain melainkan satu keluarga. Ilham membaca karakter keluarga ali yang memang adalah keluarga hangat dengan sosok pemimpin rumah tangga yang berhati lembut serta istri yang perhatian.

Dia bersyukur karena saat ia tak bisa berada di sisi meri dan junior, kedua orang berharga dalam hidupnya itu bertemu dengan keluarga yang begitu humble. Kesederhanaan yang tercermin dari pembicaraan keduanya benar-benar membuatnya berpikir bahwa bahagia itu tidaklah rumit.

Hanya dengan duduk bersama mengitari meja makan bersama dengan orang-orang yang di cintai, bersenda gurau dan saling tatap sudah cukup membuat kebahagiaan tersendiri di dalam hidupnya.

Sebelumnya ia juga sering makan di meja makan bersama keluarganya dulu, tapi rasanya berbeda. Di hadapan ayahnya, semua orang memiliki posisi dan kedudukannya masing-masing. Semakin rendah posisi seseorang maka semakin jauh tempat duduknya dari kursi pemimpin yang berada di ujung meja.

Di rumah ini, saat ini, bukan dengan keluarga sedarahnya. Ilham merasa kebahagiaannya sangat berbeda. Posisi setiap orang tidak di tentukan dari tempat duduk. Percakapan tidak harus memikirkan kemungkinan salah kata yang menimbulkan ketersinggungan salah satunya.

Candaan penuh hinaan, olok-olokan di saat seperti ini terasa seperti lelucon yang sangat mengocok perut.

"ilham, ada sesuatu yang ingin ku sampaikan. Bisa kita bicara berdua di luar?" ujar ali saat makan malam telah selesai.

Ilham mengikuti langkah ali ke kursi yang berada di teras rumah sementara reni sedang mencuci piring dan meri menemani anak-anak menonton.

Melihat gelagat ali seperti ingin membicarakan sesuatu yang penting, meri mengikutinya dan berdiri di balik jendela tempat dua pria itu berdiskusi.

"aku tahu kalian sudah menikah dan belum bercerai. Secara hukum, kau sudah menjatuhkan talak karena tidak menafkahi meri selama berada di tahanan" ali membuka topik pembicaraan.

"meri mengatakan semuanya?" tanya ilham terkejut karena ali mengetahui ia di penjara.

"Mmm, dia sudah seperti adik perempuanku. Kami sudah hidup berdampingan cukup lama dan menjalin kekeluargaan yang begitu erat. Aku hanya berpikir sebagai seorang kakak, aku perlu mengatakan hal ini. Secara agama kalian masih sah, tapi secara hukum hubungan kalian bermasalah. Untuk memastikan pengakuan hukum atas meri, ada baiknya jika kau mengurus berkas pernikahan kalian dan memperjelas semuanya. Aku hanya tidak ingin kalian tinggal serumah tanpa pengakuan dari negara tempat kalian berasal. Kekuatan hukum sangat penting bagi seorang wanita. Ku rasa kau juga tahu itu"

"aku mengerti. Berkas pernikahanku dan meri sudah ku urus sejak aku keluar dari penjara. Kau tidak perlu mengkhawatirkannya. Tapi untuk berjaga-jaga, aku akan mengulang akad nikah antara aku dan meri di sini. Tidak perlu berkas yang lain karena secara hukum kami masih suami istri" kata ilham menjelaskan.

Saat ia bebas dan mencari meri ke Indonesia, ilham mengurus berkas pernikahannya agar tak ada masalah seperti yang di khawatirkan ali. Saat bertemu, ia juga tidak akan bisa menunggu terlalu lama untuk tidak menyentuh meri, karena itu ia sudah mempersiapkan semuanya sejak awal. Hanya untuk menjaga kehormatan meri dan menghindari risiko akibat salah paham dengan ilmu agama yang masih minim, ilham memilih mengulang akadnya.

"itu bagus. Aku bisa tenang sekarang. Kapan dan dimana kau akan melangsungkan akad itu?" tanya ali.

"di rumah ini. Aku tidak memiliki rumah di izmir karena hanya datang kemari untuk menghadiri festival bulan mei di kampus meri. Bisakah kau yang membantuku memanggil pemuka agama dan mengulang akad itu?"

"kapan?"

"sekarang jika bisa. Aku tidak mau menunda lagi dan harus menginap di rumah ini malam ini juga. Akan merusak nama baik meri jika aku tidur di rumahnya saat orang lain tidak tahu kami suami istri. Jadi cukup panggil pemuka agama, pemimpin di kota ini, serta beberapa penduduk sekitar yang kalian kenal. Itu sudah cukup" ujar ilham

"tidakkah itu terlalu terburu-buru. Ini sudah jam delapan malam"

"tidak. Untuk istriku, bahkan jika harus menyeret mereka kemari dengan paksa akan ku lakukan. Aku hanya ingin agama, hukum negara dan masyarakat di sini mengakui dia sebagai istriku. Hanya itu"

Meri yang mendengar ucapan suaminya merasa terharu dengan cara ilham menjaga kehormatannya di hadapan masyarakat. Ia tidak terburu oleh nafsu untuk menidurinya secepatnya tanpa harus memikirkan pandangan orang lain. Ia sangat tahu, dengan penampilan meri saat ini maka cacat sedikitpun akan terlihat besar di mata masyarakat.

"baiklah" jawab ali.

Dengan cepat, ali menghubungi kepala distrik tempat ia tinggal dan segera menuju rumah pemangku agama yang merupakan seorang imam pada masjid tak jauh dari rumah mereka.

Sementara itu, meri menunggu di rumah di temani oleh reni dan anak-anak. Ilham saat ini sedang sibuk menelfon, meminta seseorang membawa koper dari hotelnya ke rumah meri.

Tepat saat semua orang yang berperan penting itu tiba di rumah meri, suruhan ilham juga sudah datang membawa koper atasannya itu.

Ilham mengeluarkan berkas pernikahannya dan meri, termasuk buku nikah dan akta nikah mereka yang sudah di perbaharui oleh ilham.

"kalian sebenarnya masih sah sebagai suami istri. Karena zaman dulu saat berperang, para laki-laki juga meninggalkan istri mereka berbulan-bulan dan pulang tanpa harus mengulang akad. Tapi agar masyarakat di sini tidak berpransangka buruk kepada dokter ana. Maka mari kita ulang" ujar seorang pemangku agama yang akan berperan sebagai penghulu.

Dengan di saksikan oleh pemimpin daerah tempat mereka tinggal, puluhan warga sekitar sebagai saksi. Ilham mengulang pernikahannya untuk kembali mengikat status meri sebagai istri sah dari ilham wijaya hartanto.

Akad itu berlangsung khidmat dan tidak ada kendala sama sekali karena ini sudah yang kedua kalinya bagi pasangan itu. Meri tidak memerlukan walinya karena ia sudah pernah menikah sebelumnya. Akad saat ini lebih kepada pengakuan di mata masyarakat sekitar karena ilham tahu, meri tidak akan mau jika ia mengusulkan untuk kembali ke paris. Karena itu sebagai suami yang sangat mencintai ostrinya, ia yang akan mengalah dan memilih tinggal di izmir.

Pukul dua belas, rumah itu masih ramai dengan tamu yang menjadi saksi pernikahan ilham dan meri untuk kedua kalinya. Mereka masih asik bercengkerama menjalin keakraban sebagai tetangga. Benar-benar tempat yang tempat bagi seorang pelarian seperti meri.

"kau tidurlah lebih dulu. Biar aku yang menemani mereka" ujar ilham kepada meri yang masih berada di ruang keluarga menunggu para tamu pulang.

Ia sebenarnya sudah sangat mengantuk, tapi ia juga enggan untuk meninggalkan ilham meladeni para tetangga yang terus saja mengobrol. Bukan karena mereka seharusnya tidur bersama, tapi karena ilham tidak fasih berbahasa izmir dan para tetangganya tidak tahu berbahasa inggris.

Ilham hanya diam dan hanya berbicara jika ali menerjemahkan pertanyaan yang di ajukan padanya.

"apa kau tidak lelah? Kau dari Istanbul bukan?" meri merasa kasihan untuk suaminya.

"tidak masalah. Masuklah ke kamar, aku akan menyusul setelah mereka pulang. Lagi pula mereka adalah tamu kita. Tamu adalah raja jadi aku akan meladeni mereka. Kau tidurlah"

"tapi..."

Protes meri terpotong karena ilham menarik cadarnya dan mendaratkan ciuman di bibir manis yang sudah lama tak terjamah oleh pemiliknya itu. Meri menarik diri dengan cepat hingga ciuman itu terlepas.

"mereka bisa melihat" kata meri dengan pipi yang merona seperti buah ceri yang matang.

"melihat apa? Melihat wajahmu atau melihat aku menciummu" goda ilham.

"berhentilah. Aku akan masuk dan tidur lebih dulu. Jangan terlalu larut. Satu jam saja. Oke"

Meri memberi waktu satu jam untuk ilham mencari cara mengusir tamu tidak pengertian di depan rumahnya itu.

"baiklah" ilham kembali mencium bibir meri, kemudian berbalik ke teras rumah tempat para tamunya berada.

Meri tersenyum malu menyentuh bibir yang masih terasa basah akibat dari ciuman suaminya itu. Dia sangat senang dan rasanya ingin keluar mengusir semua tamunya dan menarik suaminya ke dalam kamar sesegera mungkin. Tapi apa daya, ia masih harus bersikap sopan walau ia sangat kesal.

Next chapter