webnovel

Bom Waktu

Di bali, junior tidak terlalu menikmati liburannya bersama ayahnya. Saat bertemu dengan neneknya, junior lebih banyak diam dan tak bisa dengan mudah akrab. Ia sudah terlalu besar untuk mudah di bujuk dengan uang atau permen.

Ibunya tak bersamanya saat ini jadi bagaimana mungkin ia akan senang. Andre kedatangan tamu yang sudah lama di tunggunya.

"bunda" junior terlihat sedikit ceria setelah melihat maria datang.

Andre menebak dengan pasti saat bertemu maria junior pasti akan merasa kekecewaannya sedikit terobati. Maria memeluk junior dan memperkenalkannya dengan gadis kecil di sampingnya.

"junior, ini anak bunda waktu itu. Namanya laras, dan yang di pelukan uncle boy, itu anak bunda juga namanya reihan"

Laras sudah berusia empat tahun saat bertemu junior. Mereka dengan mudah akrab. Hanya reihan baru berusia dua bulan dan masih belum bisa di ajak bermain karena lehernya bahkan belum tegak.

Junior hanya memainkan tangan reihan yang kecil dan lembut. Sesekali ia akan mencium dan menyentuh wajah mungil bayi itu.

"ibumu tidak ikut?" tanya maria kepada junior.

"untuk apa wanita itu ikut. Dia sudah cukup mengirim semua keluargaku ke penjara" ibu andre memotong pembicaraan itu dengan suara yang terdengar kasar.

"ibu, ada junior di sini. Ibu seharusnya tidak mengatakan hal itu" andre menasihati ibunya dengan lembut.

"kenapa? Itu kenyataan. Setelah menghasut kakakmu agar menjebloskan ayahmu ke penjara, ia bahkan membuatmu dan ilham berada di penjara juga. Wanita itu benar-benar licik. Dia menggilir kakak dan adik sebagai suami, aku benar-benar jijik. Bagaimana bisa seorang istri menuntut suaminya sendiri" ujar ibu andre kesal.

"nyonya, wanita yang anda bicarakan adalah adikku" maria merasa geram mendengar penghinaan nyonya rumah itu. "anda yang seharusnya merasa bersalah karena membuat meri terjebak dalam masalah akibat ulah suami anda. Dan adikku tidak menggilir anak-anakmu..."

"maria sudahlah" potong boy yang merasa suasana berubah tegang.

"dia seharusnya bercermin sebelum melemparkan hinaan pada adikku" tambah maria sambil menatap wanita tua paruh baya itu.

Andre dengan cepat menengahi permasalahan itu. Ibu andre pada akhirnya menyingkir dari kumpulan anak muda yang sedang memanjakan junior.

Junior tidak banyak berbicara ketika di tanya mengenai kemana ia selama ini. Dia hanya mengatakan sesuatu yang umum dan menyembunyikan segala yang bisa membuat ayahnya mengetahui di mana ia berada selama ini. Meri sudah lebih dulu memperingatkan kepada junior.

Anak kecil itu terlalu cerdas, bahkan ketika andre berusaha bermain kata dengan anaknya itu, ia tetap tidak memperoleh apa-apa. Tak ada petunjuk sedikitpun. Meri dengan teliti menyembunyikan keberadaannya.

Pakaian bahkan koper yang di gunakan junior, semuanya baru dan di beli di Indonesia. Jika saja ia menggunakan satu barang dari tempat asalnya, maka boy akan mudah melacaknya. Sayang sekali meri sudah banyak belajar.

Junior juga menggunakan bahasa inggris yang fasih dan bukan bahasa kurdi yang merupakan bahasa ibu di turki. Mereka kesulitan mencari hal sekecil apapun. Tebakan maria hanya satu, setelah melihat kulit junior semakin putih dan tak berubah sedikitpun, ia yakin negara yang di tempati meri bukan negara tropis.

"itu sudah pasti bukan afrika" ujar boy asal.

"Mmm, apa kau belum menanyakan pada junior dia kemari menggunakan apa?" tanya maria.

"sudah, dan jawabannya hanya pesawat dan berdasarkan sisi psikologi, anakku tidak berbohong"

"dia anak baik dan pintar. Kita bahkan tidak bisa mendapat apa-apa setelah menginterogasinya" maria melihat ke arah junior yang sibuk mengajak laras bermain.

Kebahagiaan itu sangat singkat karena andre hanya di beri waktu tiga hari oleh meri untuk berlibur bersama junior.

Ke esokan harinya, andre mengantar junior kembali ke kediaman meri setalah menempuh perjalanan dengan pesawat selama empat jam serta satu jam naik mobil dari bandara, junior akhirnya kembali ke rumah.

Di pintu hanya rido yang menyambut kepulangan junior sementara meri berada di kamarnya tidur siang. Sudah dua hari tubuh meri drop karena serangan demam.

Imun tubuhnya memang tidak cocok dengan tanah kelahirannya. Ia lebih mudah terserang malaria di banding yang lainnya. Karena itu ia tidak pernah bertahan lama di rumah keluarga besarnya itu.

Andre sedikit khawatir dengan keadaan meri, tapi ia tidak bisa menunjukkannya dengan berlari dan memeriksanya. Statusnya saat ini hanya sebagai ayah junior, tak lebih dari itu. Ia harus bersabar dan menahan diri.

Junior berlari ke kamar ibunya ketika andre sudah pergi dari rumah itu. Di kamar, meri melihat junior yang tiba-tiba melompat ke ranjang dan memeluknya.

"eh anak ibu sudah pulang"

Junior tetap diam di pelukan meri, tubuh kecil itu menindih bagian dada meri, membuat sedikit rasa sesak di dadanya. Semakin lama meri merasakan dadanya basah.

"junior. Apa terjadi sesuatu?" meri menjauhkan wajah putranya itu setelah tahu junior sedang menangis. "ada apa? Apa kau sedih berpisah dari ayah?"

Kepala kecil dengan rambut pendek berantakan itu menggeleng memberikan jawaban. "ibu, nenek sangat jahat"

"nenek? Apa nenek mengatakan sesuatu padamu?" meri menebak bahwa nenek yang di maksud junior adalah ibu andre.

Ibu meri tidak mungkin melakukan hal buruk pada cucu kesayangannya. Sekalipun ibunya itu sangat membenci andre, ibunya akan tetap menjaga kata-katanya agar tak menyakiti cucunya.

"nenek mengatakan bahwa ibu bersikap buruk padanya dan keluarganya, ia sangat marah karena ibu dadi juga harus di penjara. Aku tidak suka mendengar dia mengutuk ibu. Nenek jahat"

Meri membetulkan posisinya dan duduk berhadapan dengan putranya yang masih histeris dalam tangisnya.

"junior dengar ibu. Di dunia ini, kita tidak bisa memaksa semua orang untuk menyukai kita. Saat orang lain tidak menyukai apa yang kita lakukan bukan berarti kita berbuat salah atau dia yang berbuat salah. Kita hanya memiliki penilaian masing-masing. Lihat ini"

Meri mengambil ponselnya dan menuliskan angka enam di layarnya. Ia meminta pendapat junior angka berapa yang di tunjukkan. Karena posisi mereka berhadapan, tentu saja junior melihat angka yang di layar sebagai angka "sembilan" jawabnya.

"dari yang ibu lihat ini angka enam. Tapi apa itu artinya jawaban ibu yang benar dan jawabanmu salah? Tidak.. Kita hanya memiliki sudut pandang yang berbeda. Apa sekarang junior mengerti" meri selalu menanyakan pemahaman junior setiap kali ia mengajari atau memberi penjelasan kepadanya.

"Mmm, aku mengerti"

"anak pintar. Sekarang jangan bersedih lagi" meri membantu menghapus air mata putranya dengan senyuman namun hatinya terasa terbakar dengan kelancangan wanita tua itu.

Setelah menenangkan junior dan membiarkan putranya itu bermain bersama dani ke kamar dani, meri meraih ponselnya dan menghubungi seseorang yang sejak lama tak ingin ia hubungi.

📞"apa ibumu tidak punya otak? Bagaimana bisa dia mengatakan hal buruk di hadapan putraku" meri mulai menyeprotkan api kemarahannya bahkan sebelum andre sempat menyapa

📞"aku minta maaf untuk hal itu, semuanya terlalu cepat dan aku tidak bisa menghentikannya"

📞"maaf katamu? Aku sudah membesarkan putraku lima tahun sendirian dan tidak membiarkan setetes air matanya jatuh. Dan hari ini, ia menangis karena ulah ibumu itu. Apa kau tahu bagaimana perasaanku?" ujar meri kesal. Hatinya terasa di cabik-cabik melihat putranya menangis histeris karena sakit hati mendengar ibunya di hina oleh neneknya sendiri.

Andre sendiri terkejut mendengar junior menangis padahal selama di bali setelah mendengar ucapan neneknya, ia tampak tenang dan tidak terbawa emosi. Justru maria yang lebih meledak-ledak mengungkapkan kemarahannya.

📞"aku tahu kau marah. Tunggulah, aku akan ke rumahmu sekarang" ujar andre merasa bersalah.

📞"tidak perlu. Dia sudah lebih tenang sekarang, hanya aku yang merasa tidak bisa menoleransi sikap childes ibumu. Aku tidak berharap dia menyukaiku atau menyanjungku, tapi menghinaku di hadapan putraku, itu kesalahan. Pulang dan ajari ibumu bagaimana seharusnya ia bersikap. Dia mungkin terlalu lama bergelut di dunia gelap hingga sulit Mengingat tata krama sebagai orang tua. Aku tadinya menghormatinya sebagai ibu mertuaku, tapi sekarang tidak lagi"

Meri menutup telfonnya tanpa menunggu jawaban dari andre lagi. Ia sangat kesal dan merasa di lukai tepat di tempat paling sensitifnya. Amarahnya tidak akan terpancing bahkan jika ribuan cacian di lontarkan padanya. Tapi jika cacian itu menyakiti putranya, bahkan jika itu petinggi kerajaan atau dewa sekalipun, ia tidak bisa tinggal diam dan menerima semuanya.

Di tempat lain, andre semakin merasa bersalah mendengar kemarahan meri. Dia tahu meri sedang sakit dan sekarang ia mendengar wanita itu marah bahkan lebih kepada murka. Murka seorang ibu yang anaknya di sakiti.

Andre merasa gagal membahagiakan putranya. Dalam waktu tiga hari ia bahkan sudah menorehkan luka batin di hati putranya. Pengendalian diri junior sangat baik hingga andre merasa tidak ada masalah yang terjadi di antara mereka. Siapa yang menyangka bahwa ucapan ibunya ternyata bom waktu yang meledak di hadapan orang yang tepat.

Next chapter