"adikku bertaruh dengan nasib baiknya. Semoga kau beruntung" ujar dokter imran menepuk pundak adiknya itu.
Setelah mencapai kesepakatan, dokter fuad pamit kepada ayahnya untuk kembali ke rumahnya. Sejak kakaknya menikah, fuad memisahkan tempat tinggalkan untuk menjaga privasi kakak iparnya. Akan sulit bagi mereka untuk tinggal di bawah satu atap.
Zahra sangat berterima kasih karena fuad yang selalu pengertian dengan keadaannya. Walau bagaimanapun, mereka tetap dua orang asing yang bertemu karena hubungan ipar. Lagi pula ibu fuad sudah lama meninggal jadi ia tidak terbiasa dengan adanya sosok wanita di rumah.
"mengapa tidak menginap di sini saja?" ayah fuad merasa berat membiarkan anak bungsunya itu pergi lagi.
"aku sudah terbiasa dengan rumahku. Katakan pada kakak ipar, aku akan menunggu mereka di gerbang ege besok jam delapan" fuad meninggalkan rumah mewah dua lantai itu setelah mendengar jawaban iya dari kakaknya.
Fuad kembali ke rumahnya yang berada dekat dari kampus ege. Begitu pula dengan meri yang sudah beristirahat di kamarnya. Rumah meri lebih dekat dari tempat ia bekerja dari pada kampus tempat ia kuliah. Itu agar memudahkannya saat bekerja dengan shift yang berubah-ubah tiap harinya. Dengan begitu ia bisa segera pulang dan pergi bekerja menghemat waktu dan tenaga.
Ke esokan harinya, meri bangun lebih awal untuk membuat sarapan kesukaan putranya. Telur dadar gulung ala korea dengan saus spicy serta salad sayuran dan segelas susu putih.
Mereka makan bersama setelah bersiap-siap untuk berangkat menuju tempat acara. Meri tiba tepat waktu, dia tidak terlambat bahkan lebih awal 10 menit dari jadwal. Sudah banyak tamu yang datang termasuk keluarga yang mendampingi malik.
"dokter ana" sapa fuad pura-pura terkejut.
"kalian datang lebih awal sepertinya" jawab meri "aku tidak melihat dokter imran"
"dia sedang tidak sehat" fuad menjawab pertanyaan meri di mulut dan menyambung lainnya di hati "tidak sehat karena proyek puluhan juta membuat dia stres"
Dokter ana duduk di samping zahra yang tak lain istri dari dokter imran. Mereka duduk dengan canggung hingga akhirnya fuad mengambil tindakan dengan memperkenalkan keduanya.
"dokter ana, ini kakak iparku Zahra dan kakak ipar ini dokter ana rekan kerja kakak di lembaga penelitian serta anak bimbingan ayah" fuad bersikap formal dan menjelaskan semua hal yang sudah sangat jelas di ketahui oleh zahra.
Kedua ibu dari anak-anak yang bersaing itu kini berkenalan dan benar saja mereka dengan mudah akrab. Fuad merasa tidak salah bersekutu dengan kakak iparnya. Mereka membicarakan mengenai anak-anak mereka dan saling bertukar informasi mengenai cara didikan yang mereka anggap benar.
Fuad hanya diam mendengar percakapan kedua wanita di sampingnya itu. Ia hanya perlu menunggu kesempatan untuk bisa dekat dengan juniot sementara meri akan di tangani oleh kakak iparnya.
Setelah pengumuman pemenang dan penyerahan hadiah yang di dampingi kedua orang tua, meri dan junior segera turun dari panggung acara dan duduk di tempat yang telah di siapkan. Begitu pula dengan malil beserta ibu dan pamannya.
"lutfi, selamat ya" ujar fuad yang sudah duduk di samping junior.
"terimakasih uncle"
Saat fuad sibuk mengakrabkan dirinya kepada junior, zahra juga semakin akrab dengan meri. Mereka sama-sama menjadikan momen itu kesempatan besar untuk bisa menarik meri menjadi keluarganya.
Secara pribadi, zahra menyukai jika meri yang menjadi adik iparnya, ia sangat ramah dan tampak sopan. Zahra bahkan mengundang meri ke rumahnya untuk bersama-sama merayakan kemenangan putra-putra mereka.
"saya dinas malam hari ini. Maaf sepertinya saya tidak bisa datang" tolak meri dengan sopan.
"ah baiklah. Kalau begitu bisakah kita berteman? Aku sedikit kesepian semenjak menikah hanya sibuk sebagai ibu rumah tangga dan tidak bisa bergaul. Karena anak kita berada di sekolah yang sama, ku harap kita bisa semakin dekat dan lebih sering bertemu"
zahra menginginkan meri untuk menjadi dekat pada dirinya, tak masalah itu sebagai ipar atau sebagai teman biasa. Ia hanya merasa sangat cocok dengan kepribadiannya.
"tentu saja"
Mereka kemudian bertukar nomor telfon dan membubarkan diri saat azan berkumandang dan acarapun telah selesai.
Di rumah, meri dan junior serta keluarga angkatnya menikmati makan siang bersama dengan berbagai macam hidangan sebagai bentuk perayaan atas keberhasilan putranya. Meri menanamkan sistem bonus dan hukuman kepada putranya itu.
Namun hingga saat usia junior tujuh tahun, ia belum pernah mendapat hukuman. Ia selalu mendapatkan bonus hadiah atas semua prestasi yang ia capai.
Di kediaman profesor anwar, fuad merasa sangat bahagia karena apa yang ia rencanakan ternyata berjalan. Kakak iparnya memberikan nomor ponsel meri kepadanya.
"terimakasih kakak ipar" ujar fuad
"jika kau hanya ingin nomor ponselnya, mengapa tidak meminta kepada ayah. Ayah sudah lama memiliki nomornya" potong ayah fuad.
"bukan nomor ponselnya yang penting tapi alasan aku menelfonnya. Aku meminta pada ayah hanya akan membuat aku di usir lagi olehnya. Kali ini karena kakak ipar, aku jadi punya alasan" fuad mengatakan itu dengan sudut bibir yang terus melengkung ke atas dari waktu ke waktu.
Saat ia begitu bahagia akan berhasil mendekati meri, orang yang akan ia dekati justru menjauh.
Setelah shift malamnya selesai, meri mengurus surat izin cuti karena harus kembali ke Indonesia dalam rangka pernikahan kakaknya. Direktur rumah sakit tentu mengizinkannya karena prestasi meri dan kerja kerasnya selama ini.
Ke esokan harinya, meri sudah bersiap menuju bandara bersama dengan junior. Mereka berpamitan dengan Ali sekeluarga, ia mengatakan akan kembali tiga minggu lagi.
Libur sekolah junior hanya tiga minggu dan meri sebulan, ia harus menyesuaikan jadwal liburnya agar tak mengganggu pelajaran junior. Putranya itu sangat memahami arti penting pendidikan, karena itu ia tidak pernah bolos sekolah kecuali jika ia sakit dan tak bisa bangkit dari tempat tidurnya.
Di Indonesia, berita kepulangan meri sudah sampai di telinga andre. Ia sudah menduga meri akan kembali karena kabar pernikahan anak ketiga dari pengusaha tambang itu terdengar hampir di seluruh penjuru negri.
Sebagai seorang ayah, andre merindukan putra semata wayangnya itu. Dia sudah kalah dan kehilangan hak asuh tapi itu bukan berarti ia kehilangan hak sebagai seorang ayah. Sudah lama sekali ia tidak bertemu dengan junior. Baru beberapa bulan setelah ia bebas dan dia ingin bertemu dengan junior.
Anak buah andre sudah tersebar di bandara depati amir menunggu kedatangan meri dan junior. Boy sudah membantu memeriksa semua nama penumpang yang akan mendarat di bandara itu, tapi tak menemukan nama meriana.
Yang tidak mereka ketahui adalah rido sudah mewanti-wanti masalah ini. Dia sudah mendengar kebebasan andre dan kembalinya andre ke Indonesia. Sikap gigih pria itu membuat rido mengambil langkah agar meri tidak bertemu dengan pria itu.
Secara pribadi, rido menyewa sebuah jet pribadi untuk meri dari turki ke indonesia. Sesampainya di bandara depati amir, meri beralih ke helikopter dan mendarat di helipet di sebuah rumah sakit tak jauh dari rumah meri.
Rido sangat tahu, andre akan mengawasi rumahnya selama dua puluh empat jam. Melihat helikoper mendarat di atap rumahnya akan sangat mencurigakan karena itu dia mengalihkan meri ke sebuah rumah sakit dan secara pribadi menjemputnya.
Kaca mobil yang di gunakan oleh rido menjemput meri sudah di modifikasi dengan kaca riben. Dia sengaja menyimpan banyak belanjaan seserahan di bagasi belakang agar saat ia mengangkat koper meri, anak buah andre hanya menganggap bahwa itu bagian dari belanjaan pernikahan.
Benar saja, mereka semua terkecoh dan meri saat ini sudah bersantai di dalam rumah. Sedangkan andre frustasi mendapat kabar bahwa meri tidak kembali ke Indonesia seperti apa yang di kabarkan sebelumnya. Nakun untuk berjaga-jaga, andre tetap meminta bawahannya mengawasi rumah meri.
"kakek, aku membawa ini untukmu" junior mengeluarkan piala caturnya.
"cucu kakek memang pintar" ayah meri menggendong cucunya yang sudah besar itu.
Persiapan pernikahan kali ini di lakukan di rumah tidak seperti pada pernikahan meri, randy maupun rafa yang di langsungkan di hotel. Rido merasa lebih aman untuk meri jika semua acara di lakukan di rumah.
Seminggu berlalu begitu cepat karena meri yang selalu berada di rumah, sementara junior keluar bersama dengan neneknya setiap hari. Semua yang melihat junior segera mengabarkan kepada andre bahwa junior telah kembali namun meri tidak pernah muncul sekalipun.
Andre cukup puas dengan kabar itu. Ia meminta anak buahnya mengawasi terus menerus dan secara pribadi andre akan berkunjung ke kediaman keluarga meri.
Hari itu sangat tegang karena acara pernikahan akan di langsungkan besok pagi. Ketegangan bertambah saat andre bertamu ke rumah yang di penuhi dengan dekorasi warna putih biru serta bunga di mana-mana. Tuan rumah merasa terkejut, rido menahan meri di kamarnya dan meminta ia tidak turun sampai rido sendiri yang menjemputnya.
Rido turun bersama dengan junior yang memegang tangannya. Ingatan anak kecil itu masih sangat baik saat ayahnya memisahkannya dari ibunya. Dia merasa sangat takut karena itu ia memegang tangan rido dan tak ingin melepaskannya.
Di ruang tamu, andre terpukul melihat putranya bahkan tak berani duduk di sampungnya. Ia duduk berseberangan dan tak mengatakan sepatah katapun atau sekedar memanggilnya ayah.
"junior, ini ayah" andre hanya memastikan bahwa putranya tidak melupakannya.
"dia masih ingat denganmu dan ingat bagaimana sikapmu terakhir kali padanya dan ibunya" ujar rido dengan suara yang jauh dari kesan ramah.
"ayah tidak akan membawamu pergi. Ayah hanya ingin melihatmu, apa junior tidak merindukan ayah?" andre merasa sakit dengan tatapan asing dari junior. "bisakah kau berbicara dengannya?" andre meminta rido yang membujuk junior agar tak bersikap keras.
"sepertinya dia memang tidak ingin berbicara denganmu, jadi jangan memaksanya" balas rido tajam tak ingin memberi toleransi.
Melihat tak ada respon apapun dan memaksa hanya akan memperburuk keadaan, andre berdiri dengan perasaan hancur dengan apa yang ia terima setelah bertahun-tahun tidak bertemu putranya. Ia melangkah menjauh, setiap langkah seakan menambah sakit di hatinga. Tepat saat ia hampir keluar pintu. Sebuah suara menghentikannya.
"ayah"
Andre berbalik melihat junior yang sudah berjalan sendiri mendekatinya tanpa memegang tangan rido lagi. Ayah dan anak itu kini saling berpelukan. Air mata kerinduan menyelimuti keduanya.
"aku tahu kau pasti merindukan ayah" andre memeluk erat junior yang sedang menangis. "mengapa kau hanya sendiri? Apa ibumu tidak kembali bersamamu?"
"ibu ada di kamar tapi dia tidak mau menemui ayah" jawab junior polos tanpa menyembunyikan apapun.
Junior bukan orang dewasa yang akan berbohong hanya untuk menjaga perasaan orang lain. Dia dan kepolosannya membentuk suatu kejujuran di segala situasi. Dan andre memahami hal itu.
"tidak masalah. Ayah sudah cukup dengan melihatmu. Sampai permintaan maaf ayah kepada ibumu. Dan katakan ayah meminta izin untuk membawamu berlibur di tempat ayah tiga hari saja" andre sedikit memohon kepada putranya.
Junior hanya terdiam mendengar ayahnya akan membawanya pergi lagi. Ia masih takut jika ayahnya akan memisahkan ia dan ibunya.
"hanya tiga hari. Ayah tidak akan membawamu pergi jauh. Atau begini saja, bagaimana kalau junior meminta ibu menemanimu berlibur. Apa junior tidak merindukan ayah?"
Junior mengangguk pertanda ia juga sangat rindu tapi otaknya berpikir, jika ibunya bahkan tidak ingin menemui ayahnya di rumahnya. Bagaimana mungkin ibunya akan setuju pergi bersama. Junior mengambil pulpen di saku jas andre dan menulis nomor di tangan andre.
"ini nomor ponsel baru ibu di Indonesia. Ia melarangku memberi nomor lamanya kepada siapapun. Ayah bisa menelfonnya dan memintanya sendiri pada ibu" junior berbisik kepada andre yang masih berjongkok di hadapannya.
"anak pintar. Baiklah, kalau begitu ayah akan berusaha merayu ibumu itu agar kita bisa pergi berlibur"
Andre meninggalkan kediaman keluarga meri dengan wajah yang berbunga-bunga. Dia seakan berhasil mendapatkan lotre bernilai milyaran rupiah hanya dengan melihat nomor yang tertulis di tangannya. Itu hanya nomor ponsel tapi baginya itu sebuah nomor lotre.