webnovel

Selamatkan dia

"apa boleh aku merasakannya?" ilham merasa ingin menyentuh dan merasakan betapa aktif junior di dalam perut meri.

"tentu"

Ilham memegang bagian perut meri yang semakin hari semakin membesar. Dan mengusap-usapnya dengan lembut mencoba mencari respon dari bayi yang berada di dalamnya.

"jangan mengusapnya seperti itu. Ibuku bilang itu akan menimbulkan strechmark" protes meri di ikuti dengan spontanitas ilham menarik tangannya seakan dia baru saja memegang bara api.

Meri tersenyum melihat tingkah ilham yang begitu ketakutan mendengar larangannya. Meri mengambil kain untuk menutup perut bagian bawah dan bagian pahanya kemudian menaikkan pakaian yang tadinya dress ibu hamil menjadi terlihat seperti baju atasan.

Di sajikan pemandangan yang begitu menakjubkan, ilham hanya bisa diam menatap perut yang mengencang hingga tampak mengkilat terkena cahaya lampu.

"sini" meri menarik tangan ilham yang tadi ia jauhkan dan meletakkannya di atas perut buncit bercahaya dengan warna putih mulus dan tampak tipis hingga untuk menyentuhnya terasa perlu kehati-hatian. "apa kau merasakannya?" meri merasakan baru saja bayi di perutnya menendangnya tepat di tempat telapak tangan ilham berada.

"Mmm, apa itu menyakitkan?"

"hahaha, kau seorang dokter mengapa bertanya hal seperti itu?"

Ilham. "..."

"Tentu saja tidak, hanya sedikit geli" ujar meri menenangkan ilham yang masih sibuk membelai perut meri.

Perasaan bahagia menyelimuti perasaan dan ekspresi ilham yang biasanya nampak dingin. Perasaan di akui sebagai ayah oleh bayi di dalam perut meri membuatnya tak ingin berhenti untuk membelai perut itu terus menerus.

Melihat ilham yang terus saja tersenyum dan sesekali mendekatkan telinganya di pusarnya membuat meri merasakan kebahagiaan yang sama. Dia tidak akan merasa khawatir tentang masa depan junior karena ia memiliki ayah yang begitu hebat dan menyayanginya.

Sesekali, ilham berbicara dengan suara berbisik di perut meri, seakan ia dan junior sedang membicarakan sesuatu. Meri kembali merasakan pergerakan junior di perutnya.

"aww" meri meringis kemudian di ikuti suara tawa keduanya. "apa kau mengajarinya bergosip sejak di dalam perut?"

"tidak. Aku hanya memintanya agar jangan terlalu sering menendangmu dan jangan terlalu kuat karena aku akan memarahinya"

"ku rasa dia tidak mendengarkan mu. Dia baru saja menendangku dengan keras"

"itu pertanda bahwa ia setuju. Kami melakukan tos seorang ayah dan anak tadi" balas ilham kemudian menutup kembali tubuh meri dan menggendongnya masuk ke dalam kamar.

"apa aku berat?"

"kalau aku jujur, apa kau tidak akan memukulku?" ilham memberikan ekspresi seolah ia merasa kesulitan menggendong meri.

"jangan katakan. Diam saja" meri melingkarkan tangannya di leher ilham agar tak terjatuh. Sekuat apapun ilham, ia harus tetap berhati-hati dengan bayinya.

Malam itu, ilham terus terbangun saat merasakan pergerakan meri. Dia berusaha keras meningkatkan kepekaannya pada suara agar saat meri terbangun ia pun ikut terbangun dan bisa membantu meri agar kembali tertidur.

Di saat seorang wanita hamil ingin di perhatikan oleh suaminya, ilham hadir dengan segala bentuk perhatian. Membuat meri merasa tak akan kekurangan perhatian dan kasih sayang yang selama ini dia dambakan.

Meri selalu terbangun setiap satu jam ia terlelap, karena mimpi buruk atau hanya sekedar terbangun tanpa alasan. Setiap terbangun, ia dengan cermat menulis waktu saat itu seperti perintah psikolog nya. Terkadang ia akan duduk lama di ranjang bersama ilham yang setia menemaninya dan terkadang dia hanya berbaring mengelus perutnya dan berusaha untuk tertidur lagi.

Dengan kecerdasan meri, ilham merasa tidak harus merasa khawatir dengan kandungannya. Ia hanya khawatir dengan pola tidur meri yang berantakan dengan kualitas tidur yang buruk akan berdampak pada tekanan darahnya. Ketidakstabilan tekanan darah sangat berbahaya bagi ibu hamil tua.

Usia kehamilan yang semakin membesar dengan usia ibu yang masih terlalu muda membuat dokter menyarankan agar proses melahirkan dilakukan melalui operasi cesar. Akan beresiko bagi meri jika memaksa melakukan proses melahirkan normal.

Tapi bukan meri jika tidak keras kepala dengan keputusannya. Ilham bahkan mendiamkannya selama dua hari berharap wanita itu mengalah dengan pendiriannya. Sayangnya, cara itu sama sekali tak berhasil.

Sebagai wanita, menjadi seorang ibu adalah impian semua orang. Melahirkan dengan jalan operasi relatif mudah tanpa banyak rasa sakit, tapi bagi meri, seni menjadi seorang ibu terletak pada jalan melahirkan normal. Sakit yang ia rasakan pada proses normal akan sebanding dengan rasa puas dan kebahagiaan yang akan ia peroleh jika berhasil melaluinya.

Lagipula, meri sudah mempelajari semua tentang kehamilannya dan menurut pandangannya sebagai mahasiswa kedokteran, kondisinya masih memungkinkan untuk melakukannya secara normal selama ia bisa menjaga dan menekan pola makan agar bobot bayinya tidak terlalu besar.

Hal yang perlu ia khawatirkan hanya syndrom baby blous yang sedang mengintainya. Dia hamil pada usia muda menyebabkan resiko itu semakin meningkat, di tambah terdapat riwayat syndrom itu pada saat ibunya melahirkan randy.

Untuk mengantisipasi hal itu, meri sudah menunjuk maria sebagai ibu asuh selama ia mengalami syndrom walaupun ia tak berharap itu terjadi. Tak akan lama, karena baby blous hanya akan menyerang ibu pasca melahirkan sekitar satu atau dua bulan.

Ilham juga sudah mempersiapkan diri untuk itu dengan belajar menjadi ayah siaga untuk junior serta menunjuk dokter jane untuk mengatasi meri jika dia benar-benar mengalami hal itu.

"kau bermimpi buruk lagi?" ilham membelai dahi meri yang mulai berkeringat.

"Mmm, aku tidak tahu mengapa tapi mimpi itu selalu terlihat sama"

Sudah tiga malam berturut-turut sejak konsultasinya dengan dokter jane, meri selalu mengalami mimpi yang serupa. Sama dengan mimpi yang ia ingat saat bulan kedua andre menghilang.

Tentu dia tidak akan mengatakan hal itu kepada ilham. Itu akan menyakiti perasaan pria yang telah setia mendampinginya.

"besok kau kuliah pagi kan?"

Meri hanya menganggukkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan ilham.

"setelah kuliah mu selesai, kita akan pergi memeriksakan kandunganmu dan mencari solusi untuk masalah tidurmu. Sekarang tidurlah" dengan lembut, ilham memperbaiki posisi tidur meri dan menutupinya dengan selimut dengan bahan yang sangat lembut, selembut kulit bayi. "aku akan tetap di sini. Jadi tidurlah dan jangan mencemaskan apapun"

"iya. Aku lupa memberi tahumu kalau aku sudah menghubungi maria agar segera kemari. Dia berjanji akan berangkat besok dan akan tiba lusa"

Saat genting, maria adalah seseorang yang sangat bisa ia andalkan. Maria selalu siap saat meri yang memintanya, dia terlalu mencintai meri dan menganggapnya seperti adik kandungnya. Setelah badai masalah yang tak henti menerpa kehidupan meri dan andre, maria merasa sepertinya keduanya tidaklah berjodoh.

Maria sudah sering mengutarakan pendapatnya kepada meri, tapi jawaban meri selalu sama. "porselen yang cantik hanya bisa di peroleh melalui pembakaran yang sangat berkualitas"

Kedua wanita itu bisa menghabiskan waktu berjam-jam di akhir pekan hanya untuk bercerita mengenai hari mereka dan rencana liburan mereka. Biasanya maria hanya akan mendesis iri dengan rencana liburan meri yang selalu bersama ilham sedangkan dia hanya menghabiskan akhir pekan sendirian.

Paginya, meri dan ilham sudah bersiap menuju kampus. Mereka memilih untuk sarapan di depan kampus, karena itu mereka akhirnya memutuskan berangkat lebih awal karena jadwal kuliah meri jam sembilan pagi.

Cuaca di jalan sangat dingin karena salju masih turun di penghujung musim. Dengan mantel tebal berbulu serta topi khas dan syal yang melingkar di leher, meri berjalan masuk ke sebuah cafe di depan kampus yang biasa menyajikan sarapan dan makan siang untuk para mahasiswa.

Seperti biasa, pandangan akan tertuju kepada ilham dan juga perut meri yang semakin jelas terlihat. Dia tidak berusaha menyembunyikannya karena itu adalah hal yang membanggakan. Sejak kehamilannya, bukan hanya ilham tapi seluruh teman kuliahnya merasa senang bahkan menganggap bayi dalam perut meri adalah keponakan mereka.

Setelah menyelesaikan sarapannya, meri berjalan keluar terlebih dahulu dan menunggu ilham selesai membayar tagihan di samping mobil.

Saat kakinya semakin berat melangkah ke mobil, matanya tiba-tiba menangkap sosok tak asing di seberang jalan. Seorang pria yang sejak lama ia nantikan kemunculannya.

Tatapan mereka terkunci seakan menghipnotis meri untuk berjalan menyebrangi jalan raya yang tak terlalu padat di pagi hari dan hanya di penuhi pejalan kaki yang tak lain adalah mahasiswa di harvard. Sosok itu masih berdiri kaku di trotoar menatap meri yang menghampirinya.

Tepat saat meri berada di tengah jalan, sebuah mobil melaju kencang ke arahnya. Seketika meri merasakan tubuhnya terdorong dengan kencang disertai suara benturan keras. Ia terlempar ke sisi jalan dan melihat sosok tubuh pria tergeletak di aspal dengan genangan darah di sekitar kepalanya.

Jeritan dan suara kaki melangkah mendekat mulai terdengar di telinganya. Tak memperdulikan keadaannya, meri berjalan menghampiri pria itu dengan perasaan shock dan air mata yang mengalir deras bersama dengan darah yang mengalir di kakinya.

Meri berlutut menatap pria yang mulai kesulitan bernafas itu.

"bagaimana, bagaimana ini?" meri kebingungan melihat kejadian mengerikan di depan matanya.

Dia mulai menangis kencang, kerumunan manusia mulai mengepungnya dan juga mobil yang menabrak mereka. Seorang wanita keluar dari kemudi mobil dan itu adalah megan. Meri menangis kencang melihat wanita itu lagi-lagi menghancurkan harapannya. Tubuh wanita itu di bawa menjauh oleh beberapa pria yang berada di lokasi kejadian.

Ilham melihat sekilas punggung meri dan mengenali mantel dan topi yang ia kenakan. Dia segera berlari menerobos kerumunan dan mendapati meri berlutut dengan darah di sekitarnya.

"meri" panggil ilham khawatir.

"dokter, bagaimana ini?" untuk pertama kalinya meri memanggil ilham dengan gelar pendidikannya. Dengan wajah khawatir dan bibir yang sudah tak memiliki rona lagi, dia menatap ilham dengan kepiluan mendalam.

"tenanglah" ia mulai memeriksa keadaan pria di hadapannya itu yang sudah lama menghilang tapi kemudian dia melihat darah di lutut meri yang tergabung dengan darah dari tubuh pria itu. Sekedar memastikan, ilham menarik sedikit dressnya dan melihat darah segar mengalir di bagian pahanya. "perutmu. Apa kau juga tertabrak?" kekhawatirannya bertambah setelah melihat darah meri.

"selamatkan dia dulu" pinta meri frustasi.

"aku tanya apa kau tertabrak?" teriak ilham dengan kesal melihat meri mengkhawatirkan pria yang mengacaukan hidupnya dan mengabaikan keselamatan bayinya.

"tidak. ku mohon selamatkan dia"

Ilham mengabaikan permohonan meri dan segera mengangkat tubuh meri menjauh menuju rumah sakit di dalam kampus.

"aku tidak mau pergi, selamatkan dia lebih dulu" meri meronta frustasi di pelukan ilham yang berlari membawanya ke ruang ICU. Perawat menawarkan bantuan tapi tak ia gubris. Dia ingin secepatnya membawa meri agar mendapatkan pertolongan.

"aku bilang selamatkan dia" teriak meri di sela tangisnya.

"berhenti bicara. Apa kau bodoh, mengorbankan anakmu untuk laki-laki seperti itu?. Setidaknya pikirkan junior lebih dulu" teriak ilham tak kalah frustasi.

Dokter mulai berlarian ke dalam ICU untuk melakukan pemeriksaan dan tindakan darurat.

Setelah memastikan meri di tangani, ilham berdiri cemas di depan ruangan dan melupakan korban lain dari peristiwa naas itu. Saat ini pikirannya hanya di penuhi meri dan anaknya.

Next chapter