webnovel

Aku Yang Membunuhnya

บรรณาธิการ: Wave Literature

Paman Guru dari Puncak Bihu yang sudah mencapai level Undefeated, tewas dan kabarnya, ia tewas dibunuh.

Mayat Paman Guru itu ditemukan di dekat sungai dan keadaannya sangat mengenaskan, dengan kepalanya yang terputus.

Ini tentunya merupakan hal terburuk yang terjadi di sembilan puncak gunung di Gunung Hijau dalam beberapa tahun terakhir.

Kabarnya, Paman Guru itu adalah orang kepercayaan Pimpinan Puncak dari Puncak Bihu. Pimpinan Puncak Bihu sedang memulihkan diri dari cederanya dan murid - murid dari puncak gunung itu sudah mulai gelisah, mereka pun menjadi sangat gusar ketika mengetahui kejadian ini. Sekarang, Puncak Shangde menghadapi banyak tekanan karenanya.

Jika ada pendekar pedang dan mata - mata dari sekte lain yang berhasil menyusup ke sembilan puncak gunung, itu berarti kelalaian dari Puncak Shangde.

Namun, itu adalah hal yang tidak mungkin terjadi. Siapapun yang mampu membunuh pendekar pedang tangguh yang telah mencapai level Undefeated, pasti akan mengaktifkan Formasi Gunung Hijau tanpa mereka sadari.

Kemungkinan yang lebih mungkin terjadi adalah, Paman Guru dari Puncak Bihu itu mati di tangan rekannya sendiri.

Jika benar, maka Puncak Shangde lah yang akan disalahkan, karena mereka yang bertanggung jawab untuk mengawasi dan melindungi semua puncak gunung.

Puncak Shangde mengutus banyak pengurus dan murid - muridnya untuk menyelidiki hal ini, namun tidak ada satu petunjuk pun yang bisa mereka temukan.

Para pendekar pedang dari puncak gunung yang lain yang memiliki perselisihan dengan korban dan juga para tetua yang memiliki rekor kekerasan dan kejahatan, semuanya memiliki alibi.

Kejadian ini seakan diselimuti tirai kabut.

Para murid yang ada disekitar Sungai Sword Washing masih berada di level bawah dalam tahap kultivasi mereka, jadi mereka tidak mungkin terlibat dalam kejadian ini, yang berarti mereka tidak perlu dimintai keterangan oleh para penyidik dari Puncak Shangde. Namun, mereka bisa merasakan ada sesuatu yang aneh terjadi. Para guru tampak teralihkan perhatiannya saat mereka mengajar. Ketika mereka mengetahui kejadian yang sebenarnya terjadi, mereka pun menjadi gelisah dan takut dan mereka semua jadi lebih pendiam.

Liu Shisui bukanlah orang yang senang bicara, sehingga tidak mudah untuk menyadari bahwa dia lebih diam dibandingkan biasanya. Namun, si gemuk Ma Hua melihat kalau beberapa hari ini ia tampak berbeda. Selain lebih pendiam, ia juga tidak bisa berkonsentrasi pada latihan pedangnya, ia bahkan hampir terluka beberapa kali dalam dua hari terakhir. Sungguh sangat tidak biasa.

Ma Hua ingin memeriksa keadaan Liu Shisui, namun kemudian ia berpikir bahwa Liu masih remaja, wajar jika ia merasa cemas dan gelisah setelah mendengar berita - berita itu.

Hanya orang seperti Zhao Layue yang bukan hanya berbakat namun juga aneh, yang tidak terpengaruh oleh berita - berita ini?!

Inilah yang ada di pikirannya saat ia memandang Puncak Pedang yang dikelilingi oleh awan - awan tebal.

...

...

Malam harinya, Liu Shisui pergi mendatangi gua kecil Jing Jiu. Sudah lama ia tidak pergi ke sana.

Jing Jiu sedikit terkejut dengan kedatangannya.

Wajah Liu yang pucat dan matanya yang merah menunjukkan kalau ia tidak mempunyai waktu istirahat yang cukup.

Jing Jiu mengira kalau ia mengkhawatirkan Turnamen Pewaris Pedang itu. "Kamu mempunyai hubungan yang baik dengan Puncak Liangwang. Tidak mungkin mereka tidak menginginkanmu." ujar Jing Jiu sambil mengusap kepalanya.

Liu lalu mengangkat kepalanya dan bertanya, "Tuan Muda... apakah kamu yang melakukan hal itu?"

"Er..." Jing Jiu menjawab dengan nada yang tidak jelas dan juga tidak yakin.

"Malam itu... aku datang ke sini, tapi kamu tidak ada." ujar Liu Shisui sambil memandangnya dengan mata yang tampak kebingungan.

Sekarang Jing Jiu menyadari kalau malam itu Liu datang ke sini dan Liu tidak menemukannya, namun justru menemukan Kartu Pedangnya.

"Apa menurutmu aku bisa membunuh pria itu." tanya Jing Jiu sambil tertawa.

Bagaimana mungkin seorang murid sword-washing, yang tidak memiliki pedang, mampu membunuh seorang pendekar pedang level Undefeated?

Karena alasan inilah, penyelidikan yang dilakukan oleh Puncak Shangde berhenti jauh sebelum mencapai Sungai Sword Washing.

Bahkan, murid - murid istimewa yang memiliki level kultivasi yang lebih tinggi yang ada di kelas A di Aula Sword Washing pun tidak mendapat perhatian saat proses penyelidikan dan tentunya Jing Jiu juga tidak diikutsertakan dalam penyelidikan itu.

Liu Shisui kelihatan gelisah saat ia mendengar perkataan Jing Jiu.

"Kemarin Kakak Gu berkata kalau bagian leher dari Paman Guru yang meninggal itu sangat mulus, jadi pembunuhnya pastilah seorang pendekar level Free Travel, atau mungkin menggunakan sebuah pedang terkenal untuk membunuhnya."

"Seingatku, kamu pernah berkata kalau keahlianmu adalah... memotong sesuatu."

"Kamu pergi ke mana malam itu?"

"Tuan Muda, aku benar - benar takut."

Jing Jiu lalu memandang wajah kecil Liu.

Ini adalah untuk pertama kalinya ia melihat wajah Liu begitu pucat.

Tentunya, ia bisa saja berbohong pada Liu dan dengan mudah memberi banyak alasan untuk membela diri. Walaupun ia tidak pernah melakukannya sebelumnya, namun ia bisa saja memberitahu Liu bahwa alasan kenapa ia pergi meninggalkan gua kecilnya malam itu adalah karena ia ingin melihat monyet - monyet yang ada di dekat gua kecilnya bermain, atau ia pergi melihat hal - hal menarik yang ada di Puncak Pedang. Ia tahu kalau Liu hanya menginginkan jawaban yang masuk akal darinya agar bisa merasa tenang.

Namun entah kenapa, ia tidak melakukan hal itu.

"Iya."

"Apa?"

"Aku yang membunuhnya."

Gua kecil itu menjadi sangat sunyi, suara air Sungai Sword Washing yang mengalir dari lereng gunung pun terdengar sampai ke tempat ini.

Suara nafas Liu yang semakin kacau pun makin jelas terdengar.

Wajahnya juga semakin pucat.

"Tuan Muda... Kamu... Siapa kamu sebenarnya?"

Tiga tahun yang lalu, ia sudah berulang kali menanyakan pertanyaan yang sama pada Jing Jiu saat mereka masih berada di Pine Pavilion Selatan.

Dan hari ini, ia kembali menanyakan pertanyaan yang sama.

Liu Shisui tahu kalau Jing Jiu punya banyak rahasia dan ia juga tidak ingin berhubungan dengan Puncak Liangwang, karena rahasia - rahasia nya akan mengundang banyak pertanyaan.

Namun, ia tidak pernah membayangkan kalau Jing Jiu ternyata mampu... membunuh seorang guru senior yang ada di sekte!

"Siapa diriku sebenarnya tidaklah penting. Kamu bisa melaporkan hal ini pada guru - gurumu, atau mungkin... kakakmu itu. Bahkan, kamu seharusnya sudah melakukannya sejak dulu." ujar Jing Jiu.

Ia juga pernah menanyakan hal ini pada Liu Shisui saat mereka ada di Pine Pavilion Selatan dan sudah berulang kali ia menanyakannya.

Liu menjawab dengan kepala tertunduk, "Aku tahu rahasia - rahasia mu. Kamu tidak pernah mau membohongiku, namun justru berulang kali menolongku." Seperti saat kamu mengajariku teknik pernafasan sewaktu kita masih di desa dan juga pil yang kamu larutkan ke dalam teh. Itu semua adalah rahasia Jing Jiu, namun justru Liu Shisui lah yang mendapatkan manfaatnya.

"Kamu terlalu banyak berpikir." ujar Jing Jiu sambil tersenyum. "Sebenarnya, itu karena, hal itu terlalu merepotkan. Selama ini, kita selalu bersama, tentunya akan sangat merepotkan jika aku harus menyembunyikannya darimu."

Jadi, itu semua hanya karena ia merasa kerepotan?

Liu Shisui pun berdiri dan berjalan keluar dari gua kecil itu, ia tampak begitu gelisah.

Seorang anak kecil telah tumbuh menjadi seorang pemuda, setelah ia pergi meninggalkan desa kecilnya tiga tahun yang lalu. Keadaannya sekarang sudah sedikit berbeda.

Liu yang berdiri di pintu masuk gua, bertanya dengan suara yang bergetar tanpa memalingkan wajahnya, "...Apakah guru senior itu... orang jahat?"

Jing Jiu tidak menjawab, ia lalu menundukkan kepalanya untuk membaca Kitab Pedang nya.

Liu yang masih berdiri di pintu masuk, tidak mau beranjak pergi.

Suara Jing Jiu akhirnya terdengar setelah sekian lama.

"Dari sudut pandangku, tentu saja ia orang jahat."

Liu Shisui lalu pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

...

...

Jing Jiu sama sekali tidak memikirkan apakah Liu akan mengkhianatinya.

Selama setahun penuh ia merencanakan kepulangannya ke Green Mountains saat ia masih berada di desa kecil itu. Walaupun terjadi beberapa hal yang tak terduga, namun ia masih memiliki banyak solusi untuk mengatasinya.

Tentunya, bisa jadi ia tidak mempedulikan masalah - masalah itu.

Sekarang, ia justru sedang memikirkan hal lain.

Matahari masih berada di sisi lain dari puncak - puncak gunung di pagi hari, air di Sungai Sword Washing pun terdengar begitu lembut dan menenangkan.

Ia merenung sambil memandang air yang mengalir.

Ia merenung saat matahari yang merah mengintip dari balik puncak - puncak gunung.

Ia merenung saat matahari bersinar terik di siang hari, lalu ia memalingkan wajahnya dan melirik ke arah puncak gunung yang tertutup kabut yang ada di kejauhan.

"Aku masih harus memeriksanya." gumamnya.

Dan ia pun melakukan apa yang baru saja ia katakan, ia pergi meninggalkan gua kecilnya dan berjalan menyusuri Sungai Sword Washing menuju ke puncak gunung.

Tanpa terkecuali, kali ini ia kembali menarik banyak perhatian dan diskusi, saat ia berjalan keluar dari gua kecilnya.

Mengingat tentang hal ini, ini adalah kali ketiga ia meninggalkan gua kecilnya dan tampil di depan orang - orang, sejak ia datang ke inner sect setengah tahun yang lalu.

Kemalasannya dan juga kemampuannya untuk memisahkan diri dari dunia luar sangat jarang ditemui, bahkan di dunia kultivasi sekalipun, dimana para praktisi terbiasa untuk berkelana seorang diri.

Sepanjang perjalanannya menuju ke lereng gunung yang ada di ujung sungai, semakin jauh ia berjalan menuju sembilan puncak gunung, semakin banyak perhatian yang tertuju padanya dan suara diskusi di sekitarnya menjadi semakin nyaring.

Ia pasti sedang menuju ke Puncak Pedang.

"Apa orang itu ingin mencoba mencari pedang?" gumam Ma Hua yang melihat Jing Jiu yang ada di kejauhan.

Para murid yang sedang berlatih di atas batu - batu yang ada di tengah sungai, tanpa sadar menghentikan apa yang sedang mereka lakukan.

Namun, Ma menyadari kalau Liu Shisui tidak terpengaruh dengan kejadian ini. Ia masih tetap fokus pada latihan pedangnya.

ตอนถัดไป