webnovel

Ayah, aku datang

Daijun bolak balik menyalakan dan mematikan handphonenya sambil menunggu Liu Yu di ruang tamu. Bajunya kemeja kasual berwarna biru muda dipadukan dengan celana bahan warna hitam, membuatnya terlihat seperti anak muda yang modis terhadap fashion.

*ceklek*

Suara pintu kamar Liu Yu terbuka.

Liu Yu keluar dari kamar dengan memakai midi dress selutut berwarna biru tua dengan belt putih di pinggangnya, potongan lengan yang pendek dan rambut yang digerai dengan poni dijepit ke belakang, menampilkan aura gadis cantik yang manis dan anggun.

"Sudah, yuk," ajak Liu Yu pada Daijun yang menunggunya di ruang tamu.

Daijun memandanginya dari atas ujung kepala hingga ujung kaki Liu Yu. Pemandangan yang ia suka, gadis yang anggun dan manis. Tatapan Daijun yang dalam dan penuh arti membuat Liu Yu menjadi tersipu malu.

"Hei, sudah dong lihatnya. Ayo kita berangkat sekarang," Liu Yu merangkul lengan Daijun dengan manja dan Daijun hanya tersenyum dan menurut.

"Cantik," gumam Daijun lirih sambil sesekali melirik Liu Yu.

"Kau bilang sesuatu?" Liu Yu bertanya seperti dia mendengar Daijun samar-samar mengatakan sesuatu padanya.

"Ah, tidak, bukan apa-apa kok, jangan dipikirkan," ucapan Daijun membuat Liu Yu sebenarnya masih penasaran tapi lebih baik dia tak menghiraukannya jika memang tak penting.

"Hari ini kau tampan," goda Liu Yu pada Daijun yang berjalan di sampingnya.

"Memang biasanya aku tak tampan?" tanya Daijun yang menatap heran pada Liu Yu.

Liu Yu hanya terkekeh geli dengan pertanyaan Daijun tanpa menjawabnya.

Sesampainya di parkiran mobil, Daijun membukakan pintu untuk Liu Yu dan mereka pergi ke tempat pemakaman ayah Liu Yu. Mungkin karena akhir pekan jalanan Seoul sedikit lengang, mereka bisa melajukan mobil lebih kencang.

"Sayang, kita berhenti di toko bunga depan situ sebentar ya," Liu Yu menunjuk toko bunga di depan.

"Baiklah," Daijun menghentikan mobilnya dan menunggu Liu Yu yang sedang membeli bunga.

Liu Yu memilih bunga lily putih, bunga kesukaannya. Mungkin kesukaan ayahnya juga sehingga sebelum ke tempat pemakaman ayahnya dia membeli bunga untuk ayahnya.

Setelah membeli bunga Liu Yu masuk ke mobil dan Liu Yu menunjukkan jalan ke arah tempat pemakaman ayahnya kepada Daijun. Akhirnya mereka sampai di sebuah rumah penyimpanan abu kremasi.

Mereka berdua turun dari mobil dan masuk ke dalam, menuju salah satu rak kaca besar dengan beberapa guci abu kremasi. Di tengah terpampang foto ayah Liu Yu, orang yang sedang mereka kunjungi.

Setelah memberi salam, Liu Yu menaruh bunga lily yang dibawanya di sebuah vas bunga di dekat rak abu ayahnya.

"Ayah, apa kabar?" sapanya pelan.

"Aku dan ibu, baik-baik saja. Aku kangen ayah," suaranya lirih sedikit terisak hampir saja ia menangis.

"Ayah, beberapa hari yang lalu aku ulang tahun. Padahal aku menunggu ayah datang," Liu Yu berbicara seolah-olah sedang berbicara dengan ayahnya.

"Oh, ya, ayah. Dia Daijun, direktur di tempat kerjaku, tapi dia bukan pacarku," ucap Liu Yu sambil tersenyum.

Tatapan Daijun menusuk pada Liu Yu, seakan ucapan Liu Yu barusan benar-benar menghancurkan hatinya. Setelah memberi salam, Daijun menghela nafas gusar.

"Paman, putri anda keterlaluan. Padahal aku calon suaminya, kenapa dia bisa berkata seperti itu," Daijun merajuk seperti anak kecil.

"Kami, kemari ingin meminta restu pada paman, semoga paman merestui kami," ucap Daijun singkat meminta restu, kemudian mereka berdua membungkuk memberi hormat.

*tiriring*

Daijun melihat handphonenya yang berbunyi. Di layar handphonenya tertulis nama seseorang, ia melihatnya dan menatap Liu Yu.

"Liu Yu, tunggulah sebentar. Aku harus mengangkat telfon ini terlebih dahulu," ucap Daijun pada Liu Yu.

"Iya, angkat saja," Liu Yu mempersilakannya dan Daijun keluar dari tempat itu untuk mengangkat telfon.

"Ayah, aku masih kangen," ucap Liu Yu sambil terus memandangi foto ayahnya di dekat guci abu kremasi itu.

"Jika aku banyak waktu luang, aku akan mengajak ibu kesini," lanjutnya.

"Ah, ayah pasti bertanya-tanya kenapa aku ke sini tidak bersama dengan ibu," seperti ada telepati antara Liu Yu dengan ayahnya.

"Ibu harus menjaga bibi, karena bibi sakit keras. Lain kali aku akan mengajak ibu kesini untuk bertemu ayah, seperti setiap hari ulang tahunku. Maaf juga jika aku tak kemari saat hari ulang tahunku kemarin, yah. Aku ada pekerjaan dan laki-laki yang aku kenalkan pada ayah tadi, yang melamarku saat aku melakukan pekerjaanku saat hari ulang tahunku," Liu Yu mengucapkannya sambil tersenyum dan menjelaskan pada ayahnya kenapa ia tak datang ke tempat pemakaman ayahnya saat ulang tahunnya kemarin.

"Jika aku menikah nanti, aku akan mengenalkan cucu-cucu yang lucu pada ayah, hehehe," Liu Yu terkekeh malu dengan ucapannya sendiri, mungkin jika ayahnya mendengar, ayahnya juga akan ikut tertawa melihat tingkah lucu Liu Yu yang malu-malu.

Daijun mendengar semua apa yang dikatakan Liu Yu dari balik pintu, ia memang sengaja tak masuk karena mendengar Liu Yu mengatakan isi hatinya pada mendiang ayahnya. Ia tahu kenapa Liu Yu sangat senang bisa mengunjungi tempat pemakaman ayahnya, karena memang biasanya Liu Yu kesana bersama ibunya untuk merayakan ulang tahunnya bersama ayahnya.

"Aku berjanji pada ayah, aku akan menjaga ibu dan laki-laki yang akan menjadi suamiku," ucapan Liu Yu membuat hati Daijun makin trenyuh dan tersentuh karena terdengar sangat tulus.

"Saya juga akan menjaga putri paman dengan sepenuh hati," Daijun tiba-tiba muncul dan berujar seperti itu di sebelah Liu Yu.

"Paman bisa mempercayakan Liu Yu padaku," lanjut Daijun dengan nada pasti.

Liu Yu memandangi Daijun penuh harapan bahwa perkataannya sungguh-sungguh. Air mata merembes membasahi pipi Liu Yu, orang yang benar-benar ia rindukan dan harapkan ada di depannya. Sosok yang mirip dengan ayahnya, yang humoris tapi bertanggung jawab dengan apa yang akan dia lakukan.

"Jangan menangis, ayahmu akan memukulku jika aku membuatmu menangis lagi," ucap Daijun sambil menyeka air mata di pipi Liu Yu.

"Kau mirip ayah, huhuu," isakan Liu Yu semakin membuat Daijun gemas.

"Jangan menangis lagi ya," ucap Daijun mengusap puncak kepala Liu Yu.

Liu Yu mengangguk dan mengajak Daijun berpamitan dengan ayahnya.

"Ayah, aku pulang dulu ya, ayah baik-baik di sana," ucap Liu Yu. Ia tahu walau ayahnya sudah tiada, tapi ayahnya terus menjaganya dan ibunya.

Mereka membungkuk dan pergi.

"Liu Yu, kau mau makan apa?" tanya Daijun di dalam mobil.

"Aku mau makan apa saja," ucap Liu Yu sambil tersenyum.

Mereka memutuskan pergi ke pusat jajanan untuk membeli makanan dan berjalan-jalan merilekskan diri. Liu Yu mengaitkan tangan kanannya ke lengan kiri daijun, sambil menikmati pemandangan pusat jajanan itu.

Saat mereka menuju kedai odeng, tangan putih tiba-tiba mengenggam pergelangan tangan kiri Liu Yu. Hal itu membuat Liu Yu bingung dan Daijun terkejut dengan laki-laki yang berani menggenggam tangan Liu Yu.

Next chapter