webnovel

clara.pov

latihan ini benar-benar melelahkan. sudah lama sekali aku tidak berlatih seperti ini. awalnya aku hanya iseng minta batuan ratih untuk memegang pecing karena aku sedang emosi dengan dave, tak kusangka pada akhirnya dave akan turun tangan dan melatihku dengan kejam seperti ini. dia terus-terusan berteriak speed, power, kurang tinggi, kakimu gak lurus dan sebagainya, persis seperti pelatihku dulu dan yang terparah dia tidak membiarkanku beristirahat barang sedetik hingga aku kelelahan, padahal pelatihku dulu tidak pernah membiarkanku hingga kelelahan seperti ini, mungkin niat dave sebenarnya bukan untuk melatihku, melainkan untuk balas dendam karena aku menjadikan fotonya sebagai target tendanganku. tapi itukan salahnya, siapa suruh tidak memperhatikanku?

pada akhirnya aku harus menyerah lantaran dave akan membantingku. bukan tanpa alasan aku takut dibanting, masalahnya aku pernah melihat temanku yang dibanting dan tulang rusuknya jadi retak, aku tidak mau itu terjadi padaku.

begitu lelahnya aku sampai aku tidak lagi punya kekuatan untuk menapakkan kakiku. aku langsung ambruk begitu selesai latihan dan berakhir di gendongan dave. awalnya aku iseng saja memintanya menggendongku, tapi ternyata dia melakukannya. dia menggendongku dengan mudah, seolah-olah badanku tidak mempunyai beban sama sekali. jujur saja, posisi ini sangat nyaman.

"kamu gak pernah makan ya? kaya gak punya berat badan" deg. ucapan dave membuat jantungku berpacu kuat seketika, kenapa dia harus mengingatkanku dengan rasa lapar yang sejak tadi kutahan itu?

"dave, bawa aku ke ruang makan sekarang" kataku tegang. kepalaku terasa berat, aku harus mendapat asupan makanan segera sebelum aku kehilangan kontrol dan bertindak bodoh.

"mandi dulu baru makan, badan berkeringat gini mau langsung makan" ujar dave, sumpah, apa dia tidak tau kalau yang kubutuhkan sekarang hanyalah makan? apa dia ingin aku mati kelaparan saat ini? bodoh, dia benar-benar tidak tau apa yang kubutuhkan.

"pokoknya aku mau makan sekarang!" ujarku bersikeras. kurasakan dadaku semakin sakit.

"kamu laper?" tanya dave. dia terlihat khawatir. tapi itu tidak penting lagi.

"gak usah banyak tanya, aku mau makan sekarang!" teriakku. dave tidak berkata-kata, dia membawaku dengan cepat menuju ruang makan sementara aku nmencengkeram bahunya erat.

"siapin sarapan sekarang!" seru dave ketika melewati pelayan yang sedang sibuk di dapur. tubuhku mulai menggigil. bayangan-bayangan menyeramkan mulai berputar-putar di kepalaku. ini terlalu lama, aku tidak pernah menahan lapar selama ini setelah kejadian itu.

dave duduk di salah satu kursi, membiarkanku duduk di pangkuannya.

"aku gak mau mati.... aku gak mau mati..." gumamku berkali-kali.

"kamu gak akan mati karena laper bego!" seru dave. air mataku mengalir, dave salah, aku bisa mati, dave salah. bayangan-bayangan itu makin menguasai kepalaku. aku memegang kepalaku erat.

"enggak, aku gak mau mati.... aku gak mau mati...."

"dengerin! kamu gak akan mati sekarang, kamu harus percaya aku!" seru dave sambil menatapku tajam. aku mulai terisak.

"aku gak mau mati sekarang.... jangan biarin aku mati...."

"bisa cepeten gak masaknya? gak liat apa yang terjadi sama clara?!" seru dave. pandanganku mulai samar saat kullihat para pelayan mulai datang. apa ini terlambat?, apa aku akan mati sekarang?

"buka mulut kamu" kurasakan sesuatu memasuki mulutku, aku segera mengunyah dan menelannya, aku tidak bisa mengenali rasanya, tapi perlahan bayangan-bayangan mengerikan itu menghilang, tapi dari pada bayangan mungkin itu lebih cocok disebut ingatan. ya, ingatan yang sangat mengerikan.

"udah baikan?" tanya dave setelah beberapa suapan masuk ke mulutku. ya ampun, dia menyuapiku sejak tadi. aku mengangguk pelan, dia melanjutkan suapannya, dan aku tidak bisa menolaknya. kulihat saat ini wajahnya seperti menyiratkan kecemasan. ya ampun, apa setelah ini aku masih punya wajah untuk menatapnya? dia.... tidak tapi seluruh penghuni rumah ini telah melihat bagaimana keadaanku tadi, ini benar-benar memalukan.

dave memberiku minum setelah aku menghabiskan sarapanku.

"kamu gak papa?" tanyanya, aku tidak tahan untuk tidak menangis, aku baru saja melewati keadaan yang menakutkan, ini sangat memalukan. aku memeluknya erat, menyembunyikan wajahku di dadanya.

"aku malu.... kamu.... bukan, seluruh orang di rumah ini udah liat betapa buruknya keadaanku, aku malu...."ucapku disela-sela tangisku.

"kalian denger? dia malu, jangan lagi ada yang ngungkit masalah ini, kalo sampe gue denger ada yang bahas ini di rumah ini, siap-siap angkat kaki dari sini. oh ya, mulai sekarang kalian harus selalu siapin makanan yang siap makan, harus ada yang stand by di dapur 24 jam" ujar dave. aku masih tidak berani menunjukan wajahku.

"siap bos" ujar seluruh pelayan yang ada disana. lalu dave berdiri, tetap dalam posisi menggendongku membawaku pergi ke kamar. sesampainya di kamar dia mendudukanku di ranjang, dia sendiri duduk di sofa, membiarkanku menenangkan diri. kenapa ini harus terjadi lagi? apakah selama aku hidup aku akan terus mengalami hal memalukan seperti ini? apa dengan hukuman ini aku bisa menebus dosaku itu? yang benar saja, meski mengerikan kurasa dosaku takan bisa ditebus hanya dengan seperti ini.

aku mengusap wajahku yang penuh air mata setelah aku merasa lebih baik. dave bangkit dari duduknya dan mendekatiku, dia duduk disampingku.

"apa yang terjadi sama kamu sebenarnya?" tanya dave. aku menggeleng, belum siap untuk menceritakan semuanya pada dave tentang dosaku di masa lalu. ini terlalu mengerikan dan memalukan. aku tidak yakin dia dapat memaafkanku jika dia tau bagaimana diriku dulu. kurasa dari semua orang yang mengetahui hal itu, hanya papa dan bibi marni yang bisa memaafkan kesalahan terbesarku itu.

"aku gak akan maksa kamu cerita karena itu juga bukan urusanku, tapi selama disini tolong jangan buat masalah kaya tadi, aku gak mau liat sesuatu yang malu-maluin kaya tadi".ujar dave tajam. sudah kuduga, perhatiannya tadi palsu, dia tidak benar-benar beduli, semua hanya demi menjaga image nya. seharusnya aku sadar sedari tadi dan tidaj berharap terlalu banyak. tapi tetap saja, dia telah menyelamatkanku.

"maaf udah malu-maluin kamu. juga.... makasih udah selametin aku" kataku tulus, aku sama sekali tidak marah dengan perhatian palsunya, aku kan sudah tau bagaimana perasaannya padaku, jadi untuk apa aku marah?

Next chapter