Setelah wanada pulang aku menjadi sangat tertetekan.
Aku terus memikirkan kata- kata Wanda .
Dia meng khalalkan segala cara.
Dia tak segan untuk membunuh.
Dua kalimat tersebut sangat membebaniku.
Di tambah lagi kalaimat terakhir dari Wanda. Tentang seorang pengkhianat.
sorenya aku menuju ke sebuah kantor di daerah UNY
Ini adalah tempat kerjanya vino.
"Kamu ada waktu luang Vin.?"
Vino "mungkin 1 jam lagi aku pulang kantor."
Aku "apa ada acara setelah pulang kantor?"
Vino "sebenarnya pak Toha menyuruh ku ke rumahnya."
"Beliau ingin membahas tentang rencana kita kedepan"
"Dan sepertinya Adam dan brendi juga di undang."
Aku "aku sebenernya juga di undang."
"Tapi ada hal yang lebih penting dari itu "
"Kamu datang lah dulu. Setelah beberapa menit segeralah pamit dan segera temui aku di bukit bintang."
Vino "kenapa tidak langsung saja kita ke sana."
Aku "aku harap hanya aku dan kamu yang tahu kita keluar saat ini."
"Ada rencana yang ingin ku sampaikan namun ak ingin rencana ini hanya kamu dan aku yang tahu."
Aku tidak bisa menyembunyikan wajah panik dan takut ku.
Vino pun juga sepertinya menyadari hal itu
"Baiklah. Tunggu aku di sana."
Aku berangkat menuju bukit bintang.
Sesampainya di sana aku duduk di trotoar.
Aku melihat suasana senja dari bukit bintang.
Aku merasakan aku sama seperti senja.
Sebuah suasana dimana panasnya siang yang mulai hilang berganti dengan dinginya malam.
Aku ingin melanjutkan cita - cita ku.
Namun aku ragu karena nyawa teman ku dalam bahaya jika aku maju.
Dulu ak sangat berani karena aku tidak punya beban dengan keselematan orang lain. Tak ada orang yang perlu ku lindungi.
Karena aku tidak mempunyai sebuah keluarga.
Namun kini dengan banyaknya teman yang berada di sisi ku membuat aku menjadi penakut.
Keselamatan mereka menjadi momok dan bayang - bayang dalam hidup ku.
Aku terus memandangn senja dan berharap aku punya sedikit jalan keluar untuk menyelesaikan masalah dengan Nugroho dan Edi.
Kemudian ada sebuah mobil yang datang.
Itu mobil vino. Dia akhirnya menemui ku
Aku "kau izin kerumah nenek apa sakit?"
"Sakit perut menjadi pilihan ku"
Jawab vino sambil melempar sebotol wisky
Aku "trimakasih sobat."
Vino "tujuan ku sekarang adalah menjadi pilar untuk sebuah mentari."
"Dan kaulah mentari itu."
"Bisakah kau berkeluh kesah dengan ku."
"agar beban mu sedikit berkurang?"
"Dannnn senyuman dan semangat mentari datang kembali lagi."
Aku "lagi - lagi trimakasih teman."
"Aku membentuk klompok ini. Agar tak ada lagi kesedihan."
"Ketika aku berjalan. Aku mulai menemui orang - orang yang aku sayang dan ingin aku lindungi."
"Kali ini antara tujuan dan keinginan ku bertabrakan."
Vino "aku tahu maksutmu."
"Kau takut kita semua akan celaka."
Aku "benar Vin ."
"Kalian lah keluarga ku satu - satunya."
Vino "mundur akan lebih menyakitkan. Dan jika kamu tidak menyelesaikan ini....!!!!!"
"Aku yakin. Saudara saudara mu akan celaka."
"Kau sudah memulainya dan kau juga yang harus mengakhirinya."
"Lebih tepatnya kita. Bukan kau."
Vino berhenti bicara dan menenggak wisky.
"Tak ada paksaan untuk ikut tujuan mu."
"Ini tujuan kita. Bukan pemaksaan atas tujuan mu."
"Kami tidak di paksa dan kami memilih pilihan kita sendiri dengan hati kita sendiri."
Aku "tapi semua itu karena adanya ajakan dan mimpi bodoh ku."
PROOOKKKKKKK
(Suara pukulan yang melayang ke pipi ku.)
bersambung....