webnovel

When The Party's Over.

WSA Indonesia Kanneth dan Irina adalah pasangan muda yang menikah secara diam-diam karena tidak mendapat restu, memaksa keinginan mereka mengatas namakan cinta. Namun bagaimana jadinya, jika ada orang ketiga yang akhirnya mengguncang rumah tangga mereka yang baru seumur jagung. Apalagi saat semua perkara itu semakin panas, Olivia, sahabat dekat Kanneth mengandung anaknya. Sedangkan Irina, harus mendapati dirinya mengidap depresi dan aneroksia karena rasa sedih mendalam juga ketakutan akan perubahan tubuh yang dapat dikomentari banyak orang jika dia tak pantas berada di sisi Kanneth sebagai perempuan biasa. Tentu setelah banyak penderitaan itu, Irina tak akan membiarkan Olivia hidup dengan tenang di sisi suaminya. Bahkan Kanneth, Irina tak akan membuat menyenangkan hidupnya selama bersamanya. _____________________ "Kamu tau, sedari awal hubungan ini aku sudah belajar untuk kehilangan kamu meski gak mampu." Setelah sekian lama terdiam, Irina berhasil bicara pada suaminya yang berselingkuh dengan perempuan yang dia bilang hanya sekedar 'sahabat'. "Irina, Olivia hanya teman aku..." Aku menyela cepat."Itu yang kamu anggap teman, dia hamil anak kamu!!" "Tapi kamu tau, aku mencintai kamu, bukan dia!" "Dan kamu sudah mengingkari janji kamu untuk mencintai aku seorang!!" Kanneth terdiam, dia sudah pasti tak dapat membalas ucapan Irina yang membeberkan fakta. "Jika aku jabarkan semua kebohongan kamu yang aku ketahui, sudah tak terhitung sakitnya aku karena berjuang untuk kamu!! Salahku gak menuntut banyak agar kamu memikirkan tentang aku lebih banyak!" Irina menarik napas sesak saat sadar air mata mengaliri kedua pipinya. "Dan semua orang menjatuhkan aku, menilai diriku hanya dari pakaian yang aku gunakan. Mengasumsikan kita berdua tidak cocok memiliki hubungan ini, jadi... tolong lepaskan aku dari penderitaan ini Kanneth."

Alexa00_ · Urbano
Classificações insuficientes
10 Chs

Rasa sakitnya muncul lagi 2

'Cinta selalu banyak meminta, dan sering kali memberi luka.'

_________________________________

Suara dentingan pintu lift yang terbuka menyadarkan Irina, ternyata jika di ingat lagi. Irina sudah tertipu dengan kecantikan milik Olivia, senyum manis yang lembut itu, nyatanya menyembunyikan bisanya yang mematikan.

Bahkan ia baru saja mencium aromanya, sudah sesak kepalang hampir mati, bagaimana jika dia berhasil meminum sedikit 'bisa' yang Olivia sebar di hampir setiap hal yang ia miliki. Irina tak berdaya, pintu apartemen terbuka. Sepi adalah hal yang menyapanya, lampu apartemen belum dinyalakan. Dia berjalan menuju kearah jendela yang belum tertutupi hordeng, cahaya bulan menyapanya, bintang di langit berkelap-kelip.

Sebenarnya dia tidak suka sendirian, tapi berbohong pada Kanneth untuk ini sudah sering dia lakukan agar suaminya bisa menikmati masa muda meski sudah terikat sebuah komitmen dengannya. Tapi sepertinya, Irina sudah mulai menyesalinya. Karena dirasa, setiap jalan yang ditempuh dalam pernikahan ini hanya dirinya seorang yang terseok-seok membina.

Kanneth sendiri menikmati tanpa perlu repot berpikir keras dan berusaha, Irina tengah berjalan sendirian menempuh kebahagian dua orang dalam pernikahan ini.

Irina kemudian membuka bajunya, sudah cukup melelahkan hari ini. Riasannya terasa begitu berat, tapi sepertinya itu cukup untuk menirukan wanita cantik dengan make up yang tebal.

TING.

Ponselnya berbunyi, Irina berbalik dengan hanya memakai pakaian dalam. Untuk melihat pesan dari Olivia lagi-lagi masuk, entah apa yang sebenarnya perempuan ini inginkan darinya. Terus saja mengirim sebuah foto, setiap kali dia tengah sendirian sedangkan Olivia tengah bersama suaminya.

Itu foto Kanneth yang tengah mencium pipi Olivia, tapi Irina sudah tau foto lama ini. Jadi tidak begitu terkejut, tapi tetap saja berhasil mengacaukan malam yang baik tanpa suaminya.

Terlalu sering sendirian membuat Irina merasa lebih baik, tetapi bersama Kanneth dia selalu menemukan luka. Karena selama ini semua momen hanya dimiliki oleh Kanneth tanpa dirinya, sedangkan momen miliknya selalu memiliki Kanneth di setiap waktunya.

"Mari biarkan saja." Irina kemudian berbalik ke arah kamarnya.

.....

"Olivia, kenapa kamu masih menyimpan foto itu?" Tanya Kanneth saat tak sengaja melihat Olivia tengah melihat galeri miliknya.

"Suka aja, karena ini foto waktu kamu lagi mabukkan. Siapa tau bisa jadi kenang-kenangan buat kita bahas." Ucapnya dengan perasaan senang.

Kanneth yang melihat itu malah canggung, padahal mereka baru saja bertengkar beberapa waktu lalu. Tapi raut wajahnya dan sikapnya berubah kembali seperti biasanya mereka berinteraksi, perasaannya jadi tidak enak dengan semua ini.

"Tapi dia udah punya pacar, gak baik lo masih nyimpen itu foto kalau bukan emang sengaja mau bikin mereka putus." Timpal suara Rio dengan tidak senang.

"Hus!! Lu kenapa sensi sih?"Santi menyikut perut Rio sampai mengaduh.

Sedangkan wajah Olivia sudah suram karena ucapan Rio, dia memang tidak begitu dekat dengan pria itu yang memang tidak suka jika di antara mereka ada yang melakukan perselingkuhan. Hanya Diki yang sampai sekarang masih kuat di beri sindiran dan juga sarkasme ucapan Rio, hal itu sudah biasa terjadi.

Namun Olivia masih belum terbiasa, dia baru mengenal Rio di semester 3 karena dia teman dekat Kanneth. Olivia kemudian menoleh, melihat Kanneth memiliki wajah terkejut dan langsung menyembunyikan ponselnya dari pandangan mata Olivia.

"Kamu kenapa kaget gitu?"

"Ah-itu, kayaknya gue harus balik cepet deh. Nyokap suruh gue balik bentar kerumah." Kata Kanneth mencari alasan dengan wajah yang malah terlihat tak sabaran.

"Sono pergi, anak mamah gak boleh menunda panggilan. Nanti ada yang manfaatin!" Itu suara Rio lagi dan Olivia langsung berdecak tak suka dan langsung menyerobot.

"Aku ikut pulang dong, gak asik tetap disini!"Ucapnya sambil membereskan buku dan tas miliknya, tapi Kanneth menghalangi.

"Aduh, aku buru-buru. Kamu pulang sendiri aja ya, gak bisa anterin! Aku duluan, by." Kanneth langsung berjalan keluar tanpa menunggu Olivia lagi.

Sedangkan Olivia menganga tak menyangka akan ditolak pulang bersama oleh Kanneth, pria brengsek itu membuat dia malu di depan Rio. Santi sendiri menjewer telinga Rio dan Diki terkekeh melihat tingkah Olivia.

"Udah, balik sama gue aja. Nanti di anterin." Kata Diki mencoba menenangkan Olivia yang matanya sudah berkaca-kaca.

"Lembek! Digituin doang udah nangis, hilih!"

"RIO ANJING! JANGAN NAMBAH-NAMBAHIN!!" Santi langsung memukul kepala belakang pria itu karena menimpali gelagat Olivia yang akan menangis.

"Huwaaaa!! Hiksss..."

Dan Olivia betulan menangis, Santi dan Diki langsung kebingungan karena suara tangisannya keras. Begitupun Rio yang tidak menyangka, Olivia benar-benar akan menangis di depan mereka.

"Eeh, jangan nangis dong. Gue bingung cara nenangin orang nangis!" Diki malah panik dan duduk di sisi Olivia yang tak berhenti menangis.

Luka yang kemarin belum dapat Olivia hapus, tapi Kanneth sekarang malah membuat dia malu. Rasanya menyakitkan, meski ibunya berkata dia tak boleh menangis. Namun dia belum bisa menahannya, rasanya sakit sekali.